JAKARTA - PT Telkom (Persero) pada Jumat 27 Mei besok dijadwalkan akan menggelar rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST). Jelang RUPST, sejumlah kalangan mendorong perlunya melakukan penyegaran kursi direktur utama (dirut) di badan usaha milik negara (BUMN) yang melayani bidang teknologi informasi dan telekomunikasi tersebut.
Saat ini, posisi dirut PT Telkom diemban oleh Ririek Adriansyah. Diketahui, sejak 2012 silam, Ririek sudah menjadi direksi Telkom. Merujuk Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 2005 tentang BUMN, maka Ririek harus meninggalkan posnya pada 2022 ini lantaran sudah menjabat selama 10 tahun.
Mengacu ke pasal 19 regulasi tersebut jelas disebutkan bahwa masa jabatan hanya lima tahun dan bisa diangkat kembali lewat RUPS selama satu masa jabatan.
“Kalau sesuai regulasi, jika sudah menjabat 10 tahun maka itu sudah harus diganti melalui rapat RUPST,” kata Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah dalam keterangan tertulisnya, Kamis 26 Mei.
Menurut dia, penggantian Ririek melalui RUPST tepat karena rapat tersebut menjadi forum tertinggi untuk membuat kebijakan strategis perseroan. Dirinya berharap, Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 2005 benar-benar dihormati bersama untuk menjaga marwah besar PT Telkom.
“Regenerasi itu penting karena tiga alasan. Pertama, untuk memperbaiki kinerja PT Telkom. Kedua, akselerasi pelayanan publik ke arah lebih baik. Ketiga, meningkatkan daya saing TLKM untuk berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan lain baik di dalam maupun luar negeri. Karena Telkom ini kan ikon Indonesia, jadi harus mampu bersaing secara global,” kata Trubus.
Menurut Anggaran Dasar Perseroan, maksimal seseorang bisa menjabat pada satu institusi yang sama maksimal selama dua periode (10 tahun). Pada 2015-2019, Ririek memang pernah menjabat direktur utama PT Telkomsel. Namun sesuai anggaran dasar, dirut PT Telkomsel kedudukannya juga sebagai Board of Executive (BOE) Telkom dan setara dengan BOD/direksi Telkom.
BACA JUGA:
Jika masa jabatan Ririek dipaksakan untuk terus dipertahankan, justru akan menimbulkan masalah di kemudian hari baik secara hukum, politik dan lain sebagainya. Pergantian pucuk pimpinan di BUMN secara teratur, dapat menciptakan perusahaan yang sehat sekaligus bisa menjadi percontohan.
Menurut Trubus, dari sisi aspek kebijakan publik, kekuasaan yang terlalu lama digenggam seseorang dapat menurunkan tingkat kepercayaan publik (public trust). Kondisi semacam ini juga dapat memunculkan persepsi negatif terhadap kemampuan organisasi dalam melakukan regenerasi.
“Selanjutnya, CEO akan menjadi beban organisasi. Artinya Telkom sendiri yang jadi beban kalau dia tetap bertahan. Lambat laun situasi ini menyebabkan proses kerja tidak efektif dalam menghambat implementasi program,” katanya.
Di tengah kian ketatnya persaingan layanan teknologi informasi, PT Telkom didorong tak henti membuat inovasi segar dengan dukungan sumber daya manusia (SDM) yang andal. SDM berkualitas ini tidak harus terpaku dari internal, sebab banyak anak bangsa di luar PT Telkom yang unggul. RUPST menjadi forum strategis untuk menguatkan struktur sekaligus rencana program tersebut.
“Yang juga lebih penting, transparansi dalam penentuan direksi ini patut dikedepankan. Kita harus sudahi model yang terkesan kental politis dalam penentuan jabatan. Sebab pos direksi Telkom ini sangatlah strategis untuk membawa bangsa ini lebih maju dan bisa bersaing dengan bangsa lain,” tandasnya.