Peran Vital Gas dalam Transisi Energi Bersih, Dirjen Tutuka Ariadji Sebut Harus Dilakukan Secara Komprehensif
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji (migas.esdm.go.id)

Bagikan:

JAKARTA - Peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan permintaan energi primer global. Di sisi lain, seluruh anggota G20 dan negara-negara lainnya telah menetapkan target pencapaian Net Zero Emission (NZE) agar tetap sejalan dengan tujuan Perjanjian Paris. 

Untuk mencapai keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan energi yang terus meningkat dan pencapaian target pengurangan emisi karbon, peran gas dalam transisi energi bersih perlu ditingkatkan.

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji, dikutip dari situs resmi Ditjen Migas, Kementerian ESDM, Kamis, 26 Mei.

“Investasi dalam proyek gas alam perlu ditingkatkan secara global untuk mendorong penggunaan gas alam yang lebih besar. Penting juga untuk mendorong integrasi pasar gas di antara tiga wilayah terbesar gas alam yaitu Asia, Amerika Utara dan Eropa."   

Dirjen Migas meyakini bahwa kerja sama internasional termasuk melalui G20, akan berkontribusi lebih dalam meningkatkan peran gas untuk mendukung netralitas karbon.

Menurut Tutuka, untuk mencapai NZE, setiap negara memiliki pendekatannya sendiri untuk mempromosikan transisi energi bersih.

Transisi energi bersih harus dilakukan secara komprehensif dalam berbagai tahapan dengan mempertimbangkan daya saing, biaya, ketersediaan dan keberlanjutan untuk memastikan transisi berjalan lancar dan ketahanan energi tidak terganggu.

Untuk Indonesia sendiri, sejak pertama kali diproduksi pada tahun 1965, gas bumi untuk keperluan rumah tangga di Indonesia terus meningkat. Sebelumnya, gas lebih banyak digunakan untuk tujuan ekspor.

Saat ini, lebih dari 60 persn produksi gas Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), porsi gas bumi ditargetkan mencapai 24 persen dalam bauran energi nasional 2050. Cadangan Gas Indonesia antara lain menjadi salah satu faktor penentu target tersebut.

Total cadangan gas sebesar 62,39 TSCF tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Pemerintah Indonesia mengundang semua calon investor untuk berkontribusi dalam mengembangkan cadangan.

“Pemerintah menawarkan kemudahan berusaha dan fasilitas pendukung bagi investor, mulai dari regulasi, perizinan, hingga insentif fiskal dan nonfiskal,” paparnya.  

Saat ini konsumen gas terbesar di Indonesia adalah industri, listrik, dan pupuk. Sementara itu, sekitar 22,57 persen diekspor dalam bentuk LNG, dan 13,13 persen diekspor melalui pipa. Total konsumsi gas mencapai 5.734,43 BBUTD. 

Untuk menjaga ketahanan energi, Indonesia menargetkan produksi gas bumi sebesar 12 BSCFD pada 2030. Berdasarkan Neraca Gas Indonesia, diperkirakan ada potensi surplus untuk memasok kebutuhan industri baru di dalam negeri atau untuk diekspor. 

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, khususnya untuk industri maupun pembangkit listrik, Pemerintah Indonesia terus meningkatkan pembangunan infrastruktur, misalnya infrastruktur pipa gas.

Selain itu, pengembangan pipa LNG skala kecil dan virtual juga penting untuk mengamankan pasokan energi di daerah-daerah tertentu dengan kendala geografis, seperti di pulau-pulau kecil yang tersebar, terutama di bagian timur negara itu.

“Dengan cadangan dan potensi yang melimpah tersebut, membuka pasar gas bumi di Indonesia. Kami menyambut para investor untuk bergabung dalam pengembangan gas di tanah air untuk menyediakan pasokan energi yang andal dan pada saat yang sama, untuk mencapai target NZE tahun 2060,” demikian.