Pengusaha Minyak Goreng ‘Nyayur’, Harga CPO Terus Bergerak Naik
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Konflik bersenjata yang terjadi di Eropa Timur antara Rusia dan Ukraina menjadi katalisator paling kuat dalam peningkatan harga berbagai komoditas penting dunia. Hal itu dikonfirmasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam paparan yang dilakukan hari ini.

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan bahwa salah satu yang menjadi primadona adalah komoditas crude palm oil alias CPO. Menurut Margo, bahan baku dari minyak goreng itu mengalami peningkatan yang cukup signifikan sejak awal tahun lalu.

“Konflik di Ukraina mendorong harga beberapa komoditas naik. Salah satu yang paling terlihat adalah CPO,” ujarnya ketika memberikan keterangan pers kepada wartawan secara virtual pada Senin, 9 Mei.

Dalam penjelasan dia, harga CPO pada kuartal I 2022 melonjak 18,44 persen secara quartal to quartal (qtq) dibandingkan dengan kuartal IV 2021.

Kondisi mencolok malahan akan sangat nampak jika dikomparasikan secara tahunan atau year on year (yoy).

“Bahkan kalau kita bandingkan dengan triwulan I 2021 maka harga CPO ini tumbuh 52,74 persen,” tuturnya.

Tidak hanya itu, Margo pun menilai situasi serupa terjadi pada sejumlah komoditas penting lainnya yang diekspor RI.

“Batu bara juga demikian trennya meningkat cukup tajam secara q to q sebesar 40,24 persen dan year on year juga tumbuh sangat ekstrim sebesar 153,3 persen,” tegas dia.

Kemudian, sambung Margo, minyak mentah mengalami peningkatan secara q to q sebesar 23,43 persen dan year on year sebesar 62,94 persen. Pun demikian dengan komoditas tambang timah, tembaga dan nikel.

“Saya melihat bagaimana perkembangan harga secara cepat terjadi di tataran global. Perkembangan harga komoditas ini memberikan windfall bagi ekspor Indonesia yang tumbuh impresif di kuartal pertama tahun ini,” tegas dia.

Dari data yang dibagikan oleh BPS terungkap bahwa selama tiga bulan pertama 2022 terjadi surplus neraca perdagangan sebesar 9,33 miliar dolar AS.

Meski lebih rendah dari bukuan kuartal IV 2021 yang surplus 10,31 miliar dolar AS, namun hal torehan ini memperpanjang rekor surplus perdagangan sejak kuartal III 2020 yang lalu.