Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan saat ini perekonomian Indonesia terus mengalami pemulihan pasca dihantam gelombang pandemi COVID-19. Meski demikian ia mengakui pemulihan ekonomi baik secara global maupun Indonesia tidak berjalan selalu mudah dan mulus. Indonesia adalah sedikit dari negara yang telah bisa pulih sehingga produk domestik bruto riil sudah melewati masa pra pandemi.

"Meskipun pemulihan berlanjut saat ini kita juga melihat adanya risiko global yang perlu diwaspadai. Pertama, dengan terjadinya inflasi yang sangat tinggi, percepatan normalisasi kebijakan moneter oleh negara negara maju, terutama di Amerika Serikat akan menimbulkan dampak yang luar biasa,” ujarnya dalam Virtual Seminar LPPI yang ke-74, Kamis 21 April kemarin.

Tak hanya itu, ia juga mengingatkan mengenai konflik geopolitik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina yang telah menimbulkan efek rambatan terhadap harga harga komoditas secara sangat tajam terutama komoditas, energi dan pangan.

"Kenaikan harga, baik energi dan pangan serta kenaikan suku bunga akibat pengetatan moneter tentu akan mengancam dan menciptakan risiko ke bawah bagi prospek pertumbuhan ekonomi global dan juga bisa menekan perekonomian Indonesia," bebernya.

Dengan konteks perekonomian dan risiko global tersebut, lanjutnya, saat ini Indonesia terus berupaya untuk memulihkan ekonomi. Tidak hanya pulih, namun juga ingin membangun fondasi ekonomi agar lebih kuat.

"Berbagai indikator awal atau leading indicators menunjukkan bahwa pada kuartal pertama tahun 2022 ini, pemulihan ekonomi kita akan terus berlanjut. Terutama didukung baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran," imbuh Sri Mulyani.

Di sisi sektor keuangan, kata dia, Indonesia juga menjadi salah satu dari sedikit negara yang stabilitas sektor keuangannya juga tetap terjaga. Bahkan kinerja seperti bursa saham mengalami penguatan sebesar 6,2 persen dibandingkan posisi awal tahun ini.

"Demikian juga dengan nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan inflasi yang masih bisa dijaga. Ini berbeda sekali dengan berbagai negara yang sekarang ini sedang menghadapi inflasi tinggi dan demikian juga dengan gejolak baik di pasar saham maupun di nilai tukarnya," ujarnya.

Lebih jauh ia menambahkan, Indonesia juga mengalami penguatan pada neraca pembayaran. Dengan meningkatnya ekspor secara sangat signifikan neraca perdagangan Indonesia bahkan mencatatkan surplus hingga lebih dari 20 bulan.

Ia menambahkan, meski pemulihan ekonomi Indonesia juga berjalan secara konsisten, namun tidak berarti tidak ada risiko. Pertumbuhan ekonomi domestik kita tahun 2021 adalah sebesar 3,7 persen.

"Ini tentu masih perlu untuk kita dorong agar lebih tinggi lagi sehingga kesempatan kerja terjadi dan upaya kita untuk menurunkan kemiskinan terus bisa ditingkatkan," lanjutnya.

Untuk itu, sambungnya, APBN sebagai salah satu instrumen kebijakan yang sangat penting memiliki peranan yang luar biasa, bekerja luar biasa keras sejak tahun 2020 pada saat Indonesia dihantam oleh pandemi pada awal tahun 2020 hingga saat ini.

"Kita berharap dengan langkah langkah di bidang fiskal yang suportif terhadap pemulihan bisa dan akan terus didukung oleh sektor keuangan, terutama lembaga perbankan, sehingga pada tahun 2022 ini kita dapat mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen," pungkasnya.