JAKARTA - Bank Indonesia (BI) melakukan revisi terhadap proteksi pertumbuhan ekonomi nasional untuk sepanjang 2022 menjadi 4,5 persen hingga 5,3 persen dari sebelumnya sebesar 4,7 persen sampai 5,5 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa langkah ini sejalan dengan kondisi makro ekonomi Indonesia terbaru serta situasi eksternal yang terjadi secara global.
“Assessment terkini menunjukan memang pola pertumbuhan ekonomi kita mengalami perubahan dengan adanya dampak ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina,” ujarnya ketika memberikan keterangan pers kepada awak media secara daring pada Selasa, 19 April.
Dalam penjelasannya, Perry mengungkapkan bahwa asumsi tersebut didasarkan pada beberapa hal. Pertama, indikasi tekanan perdagangan luar negeri Indonesia yang cenderung tertekan sejak pecahnya perang di Eropa Timur.
“Dari sisi riil volume ekspor, awalnya terjadi secara cepat dan tinggi sebelum adanya ketegangan politik. Kemudian bacaan kami saat ini menunjukan kenaikan yang tertahan karena mitra dagang kita menunjukkan penurunan ekonomi. Jadi, dari sisi demand-nya pertumbuhan itu tertahan,” tutur dia.
BACA JUGA:
Kedua, situasi politik dunia yang masih bergejolak membuat aktivitas supply chain (rantai pasok) berada dalam ketidakpastian.
“Di samping itu masih ada gangguan mata rantai global dan karena itu juga menyebabkan permintaan domestik mengalami tekanan oleh volume ekspor tadi,” tegas dia.
Meski melakukan pemangkasan terhadap pertumbuhan ekonomi, Perry menilai level yang ditetapkan masih tergolong cukup tinggi di tengah dinamika yang terjadi saat ini.
“Ini masih tinggi, tapi tentu saja tidak setinggi sebelumnya. Melalui asesment itu kenaikan permintaan sedikit lebih rendah dari perkiraan. Oleh karena itu kesenjangan output gap negatifnya semakin besar dan ini tentu saja menjelaskan sisi fundamental dengan tekanan inflasi inti masih relatif rendah,” tutup Gubernur BI Perry Warjiyo.