Bagikan:

JAKARTA - Kenaikan sejumlah harga pangan, pajak pertambahan nilai (PPN) higga bahan bakar minyak (BBM) dinilai publik sebagai bentuk ketidakberpihakan pemerintah kepada rakyat. Pasalnya, kenaikaan tersebut terjadi bersamaan disaat momen Ramadan.

Ketua Bidang Keuangan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira mengatakan kenaikan harga bahan pokok, karena adanya peningkatan permintaan, di sisi lain suplai untuk pasar terhambat yang membuat lonjakan tersebut.

Sementara kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen, kata Angga, hal ini pun tidak dapat dipungkiri. Meskipun kondisi saat ini juga memberatkan pengusaha.

"Ini kan banyak dasar perhitungan, pemerintah butuh income, berat sih memang, untuk pengusaha ada kenaikan PPN walaupun 1 persen. Ini cara yang sudah dipikirkan pemerintah, salah satunya dengan kenaikan PPN ini," katanya kepada wartawan, Minggu, 10 April.

Menurut Angga, jika dibandingkan negara tetangga, kenaikan PPN 11 persen jauh lebih rendah. Hal itu karena rata-rata kenaiakan di negara tetangga mencapai 15 persen.

"Tapi ya (meski) keliatan kecil tapi impact kumulatif," ucapnya.

Sementara itu, kata Angga, pemerintah berada pada posisi dilema terkait dengan kenaikan BBM jenis Pertamax. Sebab, harga yang ditetapkan sebelumnya sudah jauh di bawah harga keekonomian, hal ini membuat Pertamina merugi.

Sekadar informasi, pemerintah telah resmi menaikkan harga Pertamax dari Rp9.800 per liter menjadi Rp12.500 per liter. Semantara, harga keekonomian untuk produk BBM jenis tersebut sudah mencapai Rp16.000 per liter.

"Mau enggak mau ya karena harga minyak (mentah) terus naik kan, tidak ada cara lain selain menaikkan untuk mencapai keekonomisan. Jangankan di Indonesia, di negara-negara lain aja naiknya udah lebih parah. Jadi menurut saya, ya mau tidak mau," tuturnya.

"Pemerintah kan berat juga untuk (subsidi) terlalu tinggi, gimana rumusannya. memang memicu inflasi dan banyak hal, tapi its the only way, enggak ada cara lain," sambungnya.

Untuk substitusi BBM ini, kata Angga, pemerintah dapat mempercepat penggunaan bahan bakar listrik untuk kendaraan pribadi dan umum.

"Satu-satunya cara itu aja, karena kan dalam APBN gap antara realisasi lifting minyak kita masih tinggi kan, jadi mau tidak mau," tuturnya.