Bagikan:

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, pengembangan biodiesel tidak akan berhenti pada B30 saja, karena Kementerian ESDM berencana untuk meningkatkan tingkat pencampuran lebih tinggi lagi dengan menerapkan bahan bakar hijau.

"Saat ini kajian komprehensif sedang dilakukan, antara lain menyiapkan kajian tekno ekonomi, kerangka regulasi, fasilitas insentif, infrastruktur, penetapan standar kualitas produk, serta pengembangan industri pendukung," ujarnya dalam acara 3rd Palm Oil Biodiesel Conference, yang merupakan rangkaian acara ETWG (Energy Transition Working Group) G20, Kamis 24 Maret.

Pemerintah juga telah berhasil melakukan uji terbang dengan menggunakan bioavtur 2,4 persen sebagai upaya pengurangan emisi di sektor penerbangan.

"Terkait dengan kepedulian The International Civil Aviation Organization (ICAO) dan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) untuk mengurangi emisi di sektor penerbangan internasional, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait telah berhasil melakukan uji terbang dengan menggunakan bioavtur 2,4 persen. Keberhasilan ini menambah kepercayaan dan semangat kami untuk mendorong komersialisasi bioavtur," tambah Arifin.

Ke depan, Kementerian ESDM akan menerapkan indikator keberlanjutan, yakni indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan. Untuk tahun 2022, Kementerian ESDM akan memulai implementasi indikator keberlanjutan biodiesel secara sukarela di sisi hilir.

"Kami berharap dalam waktu dekat indikator keberlanjutan biodiesel ini dapat diterapkan, baik di sisi hulu maupun hilir," tandas Arifin.

Biodiesel sebagai alternatif bahan bakar fosil yang dapat diandalkan telah menjadi peran strategis karena memiliki pengaruh positif dalam berbagai aspek.

Arifin memaparkan, biofuel yang dihasilkan dari sumber terbarukan, memberikan nilai tambah melalui hilirisasi industri pertanian dalam negeri, menstabilkan harga Crude Palm Oil (CPO), meningkatkan kesejahteraan petani kecil, menghasilkan lebih sedikit emisi gas rumah kaca dibandingkan dengan bahan bakar fosil, mengurangi bahan bakar impor, menghemat devisa negara dan neraca perdagangan, menyediakan kesempatan kerja, serta untuk menjaga ketahanan energi.

"Kami percaya bahwa kebutuhan biodiesel berbasis kelapa sawit sangat besar, pasarnya besar dan akan terus tumbuh," pungkasnya.