Tidak Mudah Tarik Kerja Sama Arab Saudi untuk Pembangunan IKN, Pengamat Beberkan Beberapa Alasannya
Titik nol pembangunan IKN. (Foto: Dok. Setneg)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah sedang berupaya menarik kerja sama asing untuk investasi pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Terlebih setelah perusahaan asal Jepang SoftBank menarik mundur minatnya dari proyek yang berlokasi di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tersebut.

Terbaru, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sibuk melobi Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman Al Saud (MBS) agar bisa ikut membiayari pembangunan IKN.

Menanggapi langkah pemerintah itu, Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, bukan hal yang mudah menarik kerja sama investasi dengan Arab Saudi.

Menurutnya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kerja sama ini tidak dapat berjalan dengan baik.

"Pertama, Arab Saudi tengah mendorong kembali investasi di sektor migas karena momentum harga minyak mentah sedang tinggi," ujar Bhima kepada VOI, Senin 21 Maret.

Tercatat perusahaan migas Saudi Aramco meningkatkan investasi sebesar 50 lebih lebih tinggi sepanjang 2022.

Faktor yang kedua, lanjutnya, kalaupun Arab Saudi tertarik berinvestasi di negara lain perlu dijamin keselarasan dengan visi Arab Saudi pada tahun 2030 yang masuk ke green energy, teknologi, dan pertanian.

"Sementara IKN tidak cocok dengan visi Saudi tersebut, apalagi dalam proses pembebasan lahan IKN rentan konflik dengan keberlanjutan lingkungan hidup," kata dia.

Ketiga, porsi investasi asal Arab Saudi sejauh ini sangat kecil dan cenderung turun dalam 10 tahun terakhir. Menurutnya, Arab Saudi lebih tertarik dengan Malaysia karena instrumen keuangan nya relatif lebih lengkap dibandingkan Indonesia, khususnya instrumen syariah.

Keempat, paska mundurnya Softbank, banyak investor yang ragu berinvestasi di IKN karena belum jelasnya proposal teknis dan jaminan penduduk IKN dalam jangka panjang. Situasi konflik di Ukraina juga membuat risiko berinvestasi di proyek infrastruktur cenderung meningkat.

"Investor tentu akan lebih berhati-hati dalam menentukan keputusan di tengah kondisi seperti saat ini," kata dia.

Oleh karena itu Bhima mengusulkan pemerintah untuk menunda pelaksanaan pembangunan IKN dikarenakan akan membebankan APBN jika tidak mendapatkan investor yang sesuai.

"Usul saya ditunda dulu pembangunan IKN karena akan sangat memberatkan APBN," pungkasnya.