Kasasi Ditolak MA, Garuda Indonesia Wajib Bayar Denda Rp1 Miliar
Pesawat Garuda Indonesia. (Foto: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA) menolak kasasi PT Garuda Indonesia (Persero). Putusan tersebut menguatkan putusan KPPU atas perkara praktek diskriminasi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) terkait pemilihan mitra penjualan tiket umrah menuju dan dari Jeddah dan Madinah.

Berdasarkan informasi yang diterima, perkara di MA, dalam Putusan MA dengan register 561 K/Pdt.Sus-KPPU/2022 yang diputus pada tanggal 9 Maret 2022 tersebut, MA menolak kasasi yang diajukan GIAA.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menjelaskan dengan adanya Putusan MA tersebut, maka putusan KPPU telah berkuatan hukum tetap, sehingga GIAA wajib untuk melaksanakan putusan.

"Khususnya pembayaran denda sebesar Rp1 miliar kepada kas negara selambat-lambatnya 30 hari," katanya dalam keterangan resmi, Senin, 21 Maret.

"Apabila terlambat melakukan pembayaran denda, maka GIAA dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 2 persen per bulan dari nilai denda," sambungnya.

Sekadar informasi, perkara ini bermula dari laporan masyarakat mengenai dugaan praktek diskriminasi yang dilakukan GIAA terkait upaya penutupan akses saluran distribusi penjualan langsung tiket umrah menuju dan dari Jeddah dan Madinah oleh GIAA melalui Program Wholesaler.

Dalam laporan, masyarakat dan/atau pelaku usaha merasa dirugi dan/atau didiskriminasi akibat perilaku GIAA yang membatasi akses langsung pembelian tiket untuk tujuan umrah hanya kepada lima pelaku usaha, bahkan awalnya hanya kepada 3 (tiga) pelaku usaha.

Pembatasan akses tersebut dilakukan melalui terbitkannya GA INFO menyatakan bahwa mulai 1 Maret 2019, pembelian tiket Middle East Area (MEA) yang merupakan rute umrah hanya dapat dilakukan melalui lima mitra dari GIAA.

Dalam persidangan, KPPU menilai bahwa tindakan GIAA yang menunjuk keenam pelaku usaha sebagai wholesaler tanpa melalui proses penunjukan yang dilakukan secara terbuka dan transparan, tidak didasarkan pada persyaratan dan pertimbangan yang jelas dan terukur, serta adanya inkonsistensi dalam rasionalitas penunjukan wholesaler.

KPPU juga menilai tindakan GIAA tersebut membuktikan adanya praktik diskriminasi terhadap setidaknya 301 pelaku usaha potensial dalam mendapatkan akses yang sama.

Pemeriksaan telah dilakukan oleh KPPU sampai dengan dibacakannya Putusan dalam Sidang Majelis Komisi KPPU pada tanggal 8 Juli 2021.

"Putusan tersebut pada pokoknya menyatakan GIAA terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf d UU Nomor 5 Tahun 1999 dan mengenakan denda kepada GIAA sebesar Rp1 miliar," kata Deswin.

Namun, saat itu GIAA mengajukan mengajukan upaya hukum Keberatan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 29 Juli 2021 dengan Register Perkara Nomor 03/Pdt.Sus-KPPU/2021/PN Niaga Jkt Pst. Keberatan ini kemudian diputus pada tanggal 3 Desember 2021 dengan amar Menolak Permohonan Keberatan dari GIAA dan memertahankan Putusan KPPU.

GIAA tidak menerima putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut, sehingga mengajukan Kasasi pada tanggal 3 Januari 2022. Kemudian diputuskan oleh MA pada tanggal 9 Maret 2022 dengan amar putusan ditolak terhadap permohonan kasasi tersebut.