Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengungkapkan jumlah produksi minyak sawit dalam negeri sudah sangat mencukupi untuk konsumsi rumah tangga masyarakat Indonesia.

Ia menuturkan, saat pemerintah melalui Kementerian Perdagangan memberlakukan aturan domestic market obligation (DMO) untuk memasok bahan baku dengan harga murah kepada produsen minyak goreng dalam negeri, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi melaporkan dalam kurun waktu 23 hari jumlah minyak yang terkumpul 415 juta liter.

"Ini Pak Mendag sendiri yang bilang sudah cukup. Padahal konsumsi kita dalam negeri hanya 320 juta tapi terkumpul 415 juta liter," ujarnya kepada VOI, Selasa, 15 Maret.

Untuk itu, lanjut Eddy, permasalahan yang harus dicari tahu adalah pada rantai distribusi minyak goreng sehingga menyebabkan kelangkaan di tengah masyarakat. Ia juga meminta Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri untuk fokus melaksanakan pengawasan dan pemantauan terkait distribusi minyak goreng. Pengawasan dilakukan mulai produsen hingga distributor.

"Harus dicari minyak itu ada di mana! Kalau ada penyimpangan, penyimpangannya ada di mana? Kalau produsen justru statement Pak Mendag sendiri yang bilang sudah cukup dan melebihi kebutuhan. Artinya semua produsen sudah melakukan DMO 20 persen," beber Eddy.

Sementara itu Direktur Eksekutif Center of Law and Economic Studies (Celios) Bhima Yudhistira, untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng di pasaran tidak hanya sekedar menaikkan volume DMO menjadi 30 persen, melainkan harus mengusut rantai distributor yang memiliki indikasi menahan pasokan.

"Baik distributor utama atau disebut dengan D1 hingga distributor D2 harus dicek apakah ada indikasi menahan pasokan karena ingin jual dengan harga tinggi saat Ramadan. Pasal soal pidana penimbunan sebenarnya sudah jelas, tinggal penegakan di lapangan," ujarnya kepada VOI.

Menurutnya, cara yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan mencocokkan data produksi minyak goreng yang diklaim aman itu dengan data penjualan minyak goreng.

Bhima juga menyarankan Mendag membatalkan kebijakan DMO 30 persen karena membuat harga CPO tambah liar di pasar internasional dan memicu bocornya CPO keluar negeri karena disparitas harga antara ekspor dan domestik makin jauh.

"Yang membuat harga CPO makin mahal bukan hanya soal perang di Ukraina, tapi kebijakan pemerintah sendiri. Itu sangat disayangkan," pungkas Bhima.