Bagikan:

NUSA DUA - Civil 20 (C20) menyerukan kepada G20 untuk mendorong perubahan dalam arsitektur pajak dunia yang lebih beradilan.

"Pada hari pertama pertemuan Kick-Off, C20 meminta G20 untuk mendorong konsensus tentang tarif pajak perusahaan minimum 25 persen dan berlaku secara global," ujar Sherpa C20 Presidensi Indonesia, Ah Maftuchan, dalam Civil 20 (C20) Kick Off Ceremony and Meeting di Nusa Dua, Bali, sebagaimana dilansir Antara, Selasa, 8 Maret.

Tak hanya itu, C20 juga meminta agar G20 dapat mendorong realisasi komitmen negara-negara maju untuk membagikan 0,7 persen dari Pendapatan Nasional Brutonya. "Hal itu perlu dilakukan untuk mendanai kerjasama pembangunan internasional guna membantu negara-negara berkembang dan miskin di masa sulit pandemi COVID19," tutur Ah Maftuchan.

Dijelaskannya, potret ketidaksetaraan yang jelas antara negara-negara miskin dan negara-negara kaya seharusnya menjadi pemicu yang cukup bagi pihak-pihak yang berkuasa untuk mulai mendengarkan dunia dan memproyeksikan rencana pemulihan pasca pandemi secara nyata, yaitu kehidupan riil masyarakat dan planet ini.

Ah Maftuchan menilai bahwa perspektif komunitas dan masyarakat sipil sangat penting dalam mengkaji periode yang penuh tantangan saat ini. Hal ini karena mereka tidak hanya memainkan peran penting dalam mitigasi masalah sosial yang terkait dengan pandemi, namun juga bertindak sebagai aktor kunci dalam mendukung agenda G20 untuk mengatasi permasalahan yang ada, yaitu era bencana.

C20 menegaskan bahwa sementara G20 dapat menjadi tempat yang berguna guna membahas masalah dan menindaklanjutinya, menata ulang tata kelola global yang sah, penetapan norma, serta harus melibatkan semua orang dan negara secara benar-benar setara.

"Itu harus tetap berlabuh di badan-badan multilateral yang melibatkan semua negara, termasuk dan terutama yang berbasis PBB," tutur Ah Maftuchan.

Ditambahkannya, Bank Dunia saat ini juga telah menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi mulai pulih di negara-negara kaya, di mana mayoritas 20 persen teratas tinggal. "Sementara hal yang sama tidak berlaku di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana sebagian besar 20 persen terbawah tinggal," tegas Ah Maftuchan.