JAKARTA - Calon Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) periode 2022–2027 semakin mengerucut. Dari seleksi tahap II yang memunculkan 33 nama, pada tahap III jumlahnya tersisa 29 kandidat.
Mengutip pengumuman Kementerian Keuangan, seleksi tahap IV (afirmasi/wawancara) akan berlangsung pada 2 sampai 5 Maret 2022.
Proses seleksi ini akan kian menarik mengingat banyak pihak menilai kehadiran calon DK OJK dari kalangan swasta, justru menimbulkan isu konglomerasi. Seperti yang pernah disampaikan Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat (BPP) Hipmi Anggawira.
Anggawira pernah mengatakan, calon DK OJK jangan sampai menjadi kepanjangan tangan dari para oligarki dan konglomerasi dan berharap tidak ada unsur titipan-titipan.
Terbaru, beberapa ekonom juga ikut mengomentasi isu konglomerasi pada nama kandidat DK OJK. Salah satunya praktisi ekonomi dan CEO Fath Capital Muliandy Nasution.
Muliandy khawatir adanya adanya potensi “perlakuan khusus” dari komisioner OJK terpilih terhadap kepentingan perusahaan tertentu ketika komisioner tersebut sebelumnya bekerja pada suatu perusahaan swasta. "Khususnya perusahaan swasta yang terafiliasi dengan konglomerasi," ungkap Muliandy, dikutip Selasa 1 Maret.
BACA JUGA:
Muliandy mengungkapkan, di antara 29 calon anggota komisioner OJK yang terpilih ke tahap selanjutnya, masih ada calon yang masih aktif terafiliasi dengan konglomerasi tertentu, dalam artian bekerja dengan posisi strategis pada perusahaan swasta yang terafiliasi perusahaan konglomerasi.
Oleh karena itu, sudah menjadi tugas pansel untuk mencegah hal tersebut terjadi, sehingga siapa pun anggota dewan komisioner OJK nanti benar-benar bersikap profesional, objektif, independen dan bebas intervensi dari kepentingan konglomerasi.
"Tentunya diharapkan tim Pansel memiliki profesionalisme dan ketegasan untuk mencegah hal ini terjadi," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, masuknya beberapa nama dari kalangan industri atau swasta punya sisi positif dan negatif. "Positifnya adalah memiliki expertise pengalaman di bidang technical, atau praktisi di bidang keuangan ini bisa memberikan kemampuan bagi OJK untuk beradaptasi terutama dari sisi kemampuan digital," kata Bhima.
Sementara dari sisi negatifnya, lanjut Bhima tentu akan memberikan risiko adanya konflik kepentingan, karena ditakutkan pengawasannya menjadi tidak profesional dan seimbang.