Bagikan:

JAKARTA - Invasi Rusia ke Ukraina akan berdampak pada rantai pasok pangan dunia, khususnya pada komoditas gandum. Seperti diketahui, Ukraina masuk dalam lima besar negara eksportir gandum di dunia.

Bahkan, Indonesia juga menggantungkan sekitar 30 persen gandum impor dari Ukraina. Situasi tersebut akan memicu harga makanan yang berasal dari gandum meningkat, salah satunya adalah mi instan.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa saat ini adalah situasi yang cukup kritis bagi gandum. Karena harga gandum meningkat 13 persen dalam satu bulan terakhir akibat Ukraina mendapatkan invasi dari Rusia.

Sekadar informasi, Kementerian Perdagangan mencatat bahwa impor Indonesia dari Ukraina mencapai 1,04 miliar dolar Amerika pada tahun 2021. Dimana hampir seluruhnya adalah non-migas. Indonesia juga menggantungkan sekitar 30 persen gandum impor dari Ukraina.

"Jadi efek dari kelangkaan gandum atau terganggunya rantai pasok gandum ini dari Ukraina bisa mempengaruhi berbagai variable. Pertama, produsen makanan dan minuman yang bahan dasarnya adalah gandum akan melaukan berbagai cara untuk memangkas biaya produksi atau meneruskan kenaikan harga gandum kepada konsumen. Artinya mi instan, roti itu harganya akan lebih mahal," tuturnya saat dihubungi VOI, Jumat, 25 Februari.

Menurut Bhima, dalam jangka waktu yang pendek atau panjang, akan terjadi penyesuaian harga di level komsumen terkait dengan produk turunan dari olahan gandum. Hal ini akan berdampak pada masyarakat kelas menengah ke bawah.

"Problem-nya tidak semua konsumen siap dengan kenaikan harga. Apalagi kenaikan harganya Rp500 sampai Rp1.000 untuk mi instan, tentunya banyak masyarakat kelas menengah bawah yang akan terdampak," katanya.

Karena itu, kata Bhima, untuk mengantisipasi pasokan gandum yang terganggu dari Ukraina, produsen makanan dan minuman harus segera mencari negara lain untuk memasok gandum ke Tanah Air guna menghindari kenaikan produk turunan gandum.

Selain Ukraina, menurut Bhima, masih ada beberapa negara lain penghasil gandum di antaranya adalah Australia, Amerika Serikat dan China.

"Dalam konteks ini juga karena gandum sudah menjadi bagian dari kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia, maka peran dari pemerintah dan Bulog ini penting untuk membantu dan memfasilitasi para importir untuk mencari negara-negara yang siap memasok gandum. Kemendag juga diharapkan memfasilitasi para importir gandum ini untuk bisa mengamankan harga," tuturnya.

"Ini harus segera dilakukan dan melakukan kontrak jangka panjang sehingga pasokan dan stabilitas harganya bisa terjamin," ucapnya.