Kurang Insentif, Penerapan Instrumen Keuangan Hijau Masih Sepi Peminat
OJK. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengembangkan instrumen keuangan hijau dan berkelanjutan, bukan tanpa tantangan. Salah satunya soal insentif dalam penerbitan pembiayaan sektor hijau.

Menurut Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan OJK Agus Edy Siregar, terdapat tantangan beberapa tantangan dalam mengeluarkan suatu instrumen hijau seperti kurangnya insentif terhadap penerbitan green bond atau pembiayaan di sektor hijau. Hal itu terjadi karena diperlukan adanya tambahan prosedur untuk melakukan verifikasi atau penentuan bahwa satu sektor ini merupakan sektor hijau atau tidak.

"Terlebih lagi, dengan adanya tambahan biaya tersebut baik untuk verifikatornya dan sebagainya, namun ternyata harga green bond di pasar sama saja dengan non-green bond sehingga ini merupakan tantangan terbesar," kata Agus dalam Agenda Presidensi G20 Indonesia dikutip Antara, Jumat 18 Februari.

Oleh sebab itu Agus menuturkan desain yang baik sangat diperlukan supaya minat untuk menerbitkan green instrument atau green financing bisa lebih banyak lagi ke depannya.

Selain itu di masa lalu ternyata juga belum ada standar mengenai sektor-sektor yang hijau dan non hijau padahal standar ini penting agar seluruh sektor memiliki bahasa yang sama untuk mendesain pembiayaannya.

“Di masa lalu juga sustainable finance atau green economy masih dalam tahap awal pengembangan,” katanya.

Meski demikian ia menilai saat ini pengembangan instrumen keuangan hijau sudah mulai baik bahkan forum G20 mengangkat isu green economy sebagai isu besar yang didiskusikan secara global.

“Pengembangan ini (instrumen keuangan hijau dan berkelanjutan) sudah mulai baik dan sampai saat ini dalam G20 isu green economy menjadi isu besar yang didiskusikan secara global,” katanya.

Agus mengatakan sudah ada beberapa sustainable finance yang diluncurkan seperti green bond yang sekitar Rp32,1 triliun, sustainable financing atau loan sekitar 55,9 miliar dolar AS atau Rp809 triliun, serta blended finance mencapai 3,27 miliar dolar AS untuk 55 proyek.

“Tapi ini masih dalam catatan bahwa itu data sebelum kita adjust Taksonomi Hijau yang baru saja di launching,” ujarnya.