Perusahaannya Berstatus PKPU, Bos Waskita Beton: Bukan Pailit, Tapi Titik Balik Pemulihan Kinerja
Ilustrasi. (Dok. Waskita Beton Precast)

Bagikan:

JAKARTA - FX Poerbayu Ratsunu sedang mengemban tugas berat. Dia harus memimpin PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) yang kini berstatus penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).

Poerbayu baru menjabat sebagai Direktur Utama Waskita Beton Precast sejak Desember 2021. "Putusan pengadilan menetapkan PKPU ini sejatinya di luar ekspektasi perusahaan. Namun demikian, perseroan menerima keputusan tersebut dan akan melakukan berbagai strategi dalam menghadapi masa PKPU Sementara," kata Poerbayu dalam keterangan resmi, Senin, 7 Februari.

Meski baru memimpin Waskita Beton tidak lebih dari 3 bulan, Poerbayu optimistis proses PKPU yang tengah dihadapi perusahaan yang dipimpinnya ini dapat menghasilkan kesepakatan terbaik bagi seluruh pihak. Bahkan, katanya, proses PKPU ini diyakini akan menjadi titik balik pemulihan kinerja perusahaan.

Menurutnya, adanya putusan PKPU ini sendiri bertujuan untuk mencapai perdamaian antara perseroan selaku debitur, dan seluruh kreditur. “Inilah poin yang harus kita semua pahami, bahwa PKPU bukan berarti pailit, melainkan adalah solusi untuk mencapai kesepakatan antara perseroan dengan kreditur melalui homologasi," kata Poerbayu menjelaskan.

Poerbayu menegaskan, perseroan selaku debitur akan bersikap kooperatif dan terbuka kepada seluruh stakeholder selama proses ini berlangsung, mengedepankan tata kelola perusahaan yang baik, mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan adil terhadap semua kreditur. Ia menjelaskan, proses PKPU Sementara ini akan berlangsung selama 45 hari.

Dalam kurun waktu tersebut, proses pengajuan proposal perdamaian dan kegiatan operasional perusahaan akan dibantu oleh pengurus yang telah ditetapkan oleh pengadilan dan di bawah pengawasan Hakim Pengawas.

Selama proses PKPU Sementara ini berlangsung, ada beberapa hal yang terjadi antara lain adanya penundaan pembayaran kewajiban kepada para kreditur, terjadinya suspensi pada saham perusahaan dan penurunan peringkat kredit. Hal ini wajar terjadi bagi sebuah perusahaan yang berada dalam proses PKPU Sementara.

“Ini hanya berlangsung temporer saja, kami berharap adanya penyesuaian kembali terhadap rating WSBP setelah proses homologasi tercapai,” ujarnya.

Selama proses PKPU berjalan, perseroan akan tetap menjalankan kegiatan usaha dan operasional perusahaan secara wajar dan menerapkan prinsip kepatuhan atau Good Corporate Governance (GCG). Hal ini sejalan dengan komitmen manajemen untuk memastikan going concern Perusahaan dan memastikan dukungan perseroan dalam pembangunan infrastruktur tanah air.

Kami akan tetap menyuplai produk yang saat ini sedang dikelola perusahaan baik kontrak baru maupun sisa nilai kontrak dari tahun sebelumnya," ucap FX Poerbayu.

Ia pun mengapresiasi seluruh pihak dan stakeholder yang telah memberikan dukungan bagi perseroan untuk dapat melakukan restrukturisasi yang menjadi bagian dari transformasi. “Dengan begitu kami optimistis dapat mewujudkan program pemulihan kinerja perseroan yang berkelanjutan," ujarnya.

Melalui sarana PKPU ini, perseroan juga memiliki komitmen serta niat yang kuat untuk dapat melakukan restrukturisasi terhadap seluruh kewajiban, baik itu, kepada para vendor, perbankan maupun kreditur lainnya sehingga WSBP dapat melaksanakan serta memberikan kepastian atas penyelesaian pembayaran kewajibannya secara menyeluruh tanpa terkecuali.

Disamping itu, manajemen Waskita Beton optimis di sepanjang tahun ini kinerja perusahaan perlahan akan pulih. Perolehan nilai kontrak baru diproyeksi dapat tumbuh hingga 30 persen di tahun 2022. Dimana tahun ini perseroan menargetkan kontrak baru sebesar Rp3,5 triliun. Optimisme tersebut didukung oleh potensi pasar yang cukup besar dari proyek Grup Waskita.

Seperti diketahui, Waskita Beton Precast merupakan salah satu entitas di sektor konstruksi yang terdampak oleh pandemik COVID-19. Dimana pandemik telah menghambat operasi bisnis perseroan mulai dari penurunan produksi, pengerjaan kontrak eksisting, hingga perolehan kontrak baru. Akibatnya, likuiditas perseroan pun tertekan.