Dalami Dugaan Kartel, KPPU Akan Panggil Perusahaan yang Kuasai 45,6 Persen Pasar Minyak Goreng
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) akan memanggil sejumlah perusahaan produsen minyak goreng, Jumat, 4 Februari. Pemanggilan ini berkaitan dengan dugaan kartel dalam kasus harga minyak goreng.

Komisioner KPPU Ukay Karyadi mengatakan langkah ini sebagai tindak lanjut dari proses investigasi yang dilakukan KPPU mengenai kenaikan harga minyak goreng.

Sekadar informasi, saat ini KPPU telah menaikkan kasus harga minyak goreng ke penegakan hukum di KPPU.

Ukay mengatakan berdasarkan penelitian yang dilakukan, KPPU mendapati empat perusahaan besar menguasai 45,6 persen pasar minyak goreng. Hasil penelitian tersebut jadi alasan kuat adanya dugaan persaingan usaha yang tidak sehat.

"Perusahaan-perusahaan tersebut mulai besok oleh KPPU akan dipanggil untuk dimintai keterangannya terkait indikasi kartel. Kenapa? Seperti yang diungkapkan ada sinyal-sinyalnya. Ketika ada kenaikan di harga CPO itu jadi momentum industri minyak goreng ini menaikkan harga produknya," katanya dalam diskusi virtual Indef, Kamis, 3 Februari.

Ukay juga menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan besar itu didapati seluruhnya terintegrasi dengan kebun sawit. Artinya, menaikkan harga produk minyak goreng hanya meningkatkan profit perusahaan.

"Padahal seharusnya kan mereka yang terintegrasi secara vertikal itukan mendapatkan supply dari kebunnya sendiri. Kebunnya di hulunya mereka menguasai, di hilirnya mereka menguasai," jelasnya.

Tak hanya itu, Ukay juga mengatakan bahwa para pengusahaan tersebut juga tetap mengacu ke harga internasional. Menurut Ukay, pengusaha meyakini kalaupun harga minyak goreng dinaikkan akan tetap laku di pasaran.

"Karena permintaan minyak goreng ini cenderung eskalastis, walaupun harga yang ditawarkan (meningkat) akan dibeli masyarakat," imbuhnya.

Selain itu, kata Ukay, ada juga yang jadi perhatian KPPU selain integrasi hulu-hilir yakni terkait kenaikan harga minyak goreng kemasan dari sejumlah perusahaan secara bersamaan.

"Seharusnya kan kalau PT A menaikkan harga minyak goreng ada peluang PT B untuk mengambil alih pasar PT A. Ini dilakukan secara kompak," katanya.

Dengan adanya kenaikan ini, kata Ukay, pemerintah bahkan harus melakukan intervensi pasar dengan menerapkan kebijakan satu harga. Namun, setelah satu minggu, kebijakan itu dicabut dan Kementerian Perdagangan menerapkan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).

"Problem-nya kalau pasar cenderung sudah oligopoli dimana integrasi vertikal, tentunya intervensi kebijakan di hilir tanpa benahi struktur industri relatif kurang efektif," katanya.