Peringatan dari Erick Thohir: Kalau Masalah Garuda Indonesia Tak Selesai, Bakal Ada Pihak yang Siap Memonopoli Industri Penerbangan
Menteri BUMN, Erick Thohir. (Foto: Dok. Kementerian BUMN)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mewanti-wanti terjadinya monopoli penerbangan nasional oleh industri penerbangan dalam negeri, jika permasalahan Garuda Indonesia tidak diselesaikan.

Menurut Erick, proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang sedang berjalan menjadi kunci untuk mencegah monopoli di industri penerbangan.

Seperti diketahui, saat ini, proses restrukturisasi dan negosiasi utang emiten pelat merah sebesar Rp189 triliun melalui skema PKPU masih berjalan.

"Nah sama, kasus Garuda adalah kasus yang sudah lama juga, tetapi permasalahannya kita rela enggak kalau Garuda ini tidak diselesaikan, akhirnya ada monopoli penerbangan nasional," ujar Erick saat ditemui di kawasan Universitas Atma Jaya Jakarta, Rabu, 26 Januari.

Menurut Erick, monopoli oleh salah satu perusahaan penerbangan nasional akan berdampak pada sejumlah sektor bisnis. Dimana, tidak sektor pariwisata tidak bisa berkembang hingga tidak ada tempat baru bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

"(Monopoli penerbangan) yang akhirnya tiketnya jadi mahal. Kalau tiketnya jadi mahal, berarti industri pariwisata tidak berkembang, kalau industri pariwisata tidak berkembang, UMKM juga tidak punya tempat untuk penghasilan baru," ucapnya.

Di lain sisi, Erick mengatakan Kementerian BUMN juga menargetkan restrukturisasi Garuda mencapai lebih dari 50 persen. Persentase itu menggambarkan persetujuan lessor atau perusahaan penyewa pesawat untuk memberikan persetujuan restrukturisasi.

Lebih lanjut, Erick mengatakan jika target restrukturisasi minimal 50 persen tercapai, maka maskapai penerbangan pelat merah itu akan memasuki fase pemulihan keuangan. Untuk mencapai target, Kementerian BUMN harus memperoleh persetujuan tujuh lessor besar.

Erick mengatakan persetujuan tujuh lessor akan menjadi mayoritas karena mampu merepresentasikan angka 50 persen sesuai dengan target.

Hingga pekan ketiga Januari 2022, baru empat lessor yang memberikan persetujuan tersebut. Sementara, tiga lessor lainnya pada tahap negosiasi. Secara keseluruhan ada 35 lessor yang dibidik pemerintah.

"Dari 35 itu, ada empat yang sudah sepertinya menyetujui. Nah bagusnya, empat lessor ini adalah lessor besar," jelasnya.