YOGYAKARTA - Alasan Erick Thohir merger Garuda, Citilink, dan Pelita Air berkaitan dengan biaya logistik dan kemajuan industri penerbangan. Rencana merger atau penyatuan tiga perusahaan penerbangan tersebut merupakan lanjutan dari program efisiensi BUMN, yang sebelumnya diterapkan terhadap empat Pelindo pada 2021 silam.
"Setelah melakukan rangkaian program efisiensi pada empat Pelindo, (itu) akan dilanjutkan ke BUMN pada klaster lain, yaitu maskapai penerbangan. Saat ini terdapat tiga BUMN yang bergerak di bidang penerbangan, yaitu Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air," tutur Erick Thohir dalam pernyataan resmi belum lama ini.
Dengan mengambil langkah merger pada tiga perusahaan penerbangan BUMN, program efisiensi klaster maskapai bisa seperti Pelindo. Lantas apa alasan Erick Thohir merger Garuda, Citilink, dan Pelita Air.
Dua Alasan
Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan dua alasan melakukan merger tiga maskapai BUMN.
Menekan Biaya Logistik
Alasan pertama yakni untuk menekan biaya logistik. Erick mengatakan langkah tersebut dapat menurunkan biaya logistik di Indonesia sehingga bisa meringankan dunia bisnis.
"BUMN terus menekan logistic cost. Pelindo dari 4 (perusahaan) menjadi 1. Sebelumnya, logistic cost mencapai 23 persen, sekarang jadi 11 persen. Kita juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," ucap Erick Thohir.
Sehubungan dengan langkah merger, penyelamatan yang dilakukan terhadap Garuda Indonesia dianggap perlu diperhatikan karena Indonesia tetap perlu punya flag carrier. Saat maskapai ini diperjuangan, Erick Thohir mengatakan bahwa di waktu yang sama sudah mempersiapkan Pelita Air.
"Dengan tujuan agar Indonesia tetap memiliki flag carrier nasional jika Garuda gagal diselamatkan," kata Erick Thohir di Tokyo, Jepang, melalui keterangan.
Memperkuat Industri Penerbangan di Indonesia
Alasan kedua adalah untuk memperkuat industri penerbangan di Indonesia. Erick mengatakan bahwa merger dapat membuat industri penerbangan menjadi lebih kuat dan efisien. Ia mengungkapkan industri penerbangan di dalam negeri masih perlu diperkuat, salah satunya terkait armada.
Erick Thohir menyebut jumlah armada yang ada di tanah air masih kurang. Indonesia hingga saat ini masih kekurangan 200 pesawat, menurut Erick Thohir. Kekurangan armada tersebut dihitung dari perbandingan antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia.
Di negara AS, terdapat 7.200 pesawat yang beroperasi untuk rute domestik. Penduduk di sana mencapai 300 juta populasi dengan rata-rata GDP (pendapatan per kapita) mencapai US$40 ribu.
Sementara di populasi Indonesia terdapat 280 juta penduduk dengan GDP US$4.700. Menurut Erick, masih dibutuhkan lebih dari 100 armada pesawat untuk penerbangan di tanah air.
"Sementara di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki GDP US$ 4.700. Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat. Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ujar Erick Thohir.
Demikianlah alasan Erick Thohir merger Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita. Langkah merger yang diambil oleh BUMN ini menuai berbagai pro dan kontra.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI . Kamu terbaru menghadirkan dan terupdate nasional maupun internasional.