JAKARTA - Alasan pemerintah yang belum memberikan kepastian apakah akan melanjutkan atau meniadakan insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) mobil untuk periode 2022 perlahan mulai terkuak.
Dalam sebuah webinar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengungkapkan sejumlah fakta yang menjadi dasar mengapa pemerintah belum mengambil sikap atas fasilitas fiskal bagi industri otomotif tersebut.
Salah satu yang jadi pertimbangan utama adalah konsistensi terhadap kebijakan terdahulu sebelum diskon PPnBM berlaku di masa pandemi. Dalam pandangannya, penting bagi penyelenggara negara untuk menjaga harmonisasi regulasi secara komprehensif.
“Kita tahu bahwa selama ini sudah ada program insentif untuk mobil beremisi rendah. Di mana untuk mobil listrik kita berikan insentif pungutan PPnBM 0 persen. Lalu, kalau emisinya naik maka mobil itu dikenakan pajak 3 persen sampai dengan 15 persen. Nah ini yang harus kita jaga konsistensinya jangan sampai ketika perekonomiannya sudah pulih malah terjadi salah kebijakan,” ujarnya pada Rabu, 13 Januari.
Menurut Febrio, kesinambungan aturan sangat perlu untuk meraih target kepentingan selanjutnya. Malahan, terbersit keinginan dari pemerintah untuk memelihara peluang pengembangan industri otomotif di masa mendatang, khususnya yang berorientasi pada prinsip ramah lingkungan.
“Karena yang kita inginkan juga adalah mendatangkan investasi untuk transportasi dan mendorong perekonomian. Ini jadi pertimbangan juga,” tuturnya.
BACA JUGA:
Meski demikian, anak buah Sri Mulyani itu memastikan bahwa pemerintah tetap membuka segala opsi, termasuk perpanjangan diskon PPnBM mobil baru di tahun ini guna mencapai hasil terbaik bagi perekonomian nasional.
“Tapi kita coba pelajari juga dampaknya seperti apa, karena kita tahu dampaknya (diskon PPnBM kemarin) juga positif bagi perekonomian. Ini masih terus kita kaji,” tegasnya.
Seperti yang diketahui, pemerintah memberikan pembebasan pungutan pajak mobil baru untuk tipe tertentu pada 2021. Langkah itu ditempuh sebagai strategi mengungkit aktivitas produksi di tengah tekanan pandemi COVID-19.
Industri otomotif dipilih lantaran memiliki rantai pasok dan industri turunan yang cukup banyak sehingga diharapkan terjadi multiplier effect. Selain itu, alasan lain yang jadi telaah adalah meningkatnya simpanan dana pihak ketiga di perbankan yang mayoritas dimiliki oleh kalangan mampu.
Untuk itu, pemerintah mengatur siasat agar masyarakat dapat memacu konsumsi lewat pembelian mobil. Cara tersebut dipercaya turut membantu perbankan dalam mengurangi beban bunga akibat menumpuknya uang dalam bentuk simpanan.