JAKARTA - Melestarikan lingkungan sebagai warisan bagi generasi yang akan datang, harus mulai diterapkan di industri baja. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan mengusung konsep Eco-green di sektor industri tersebut melalui pendekatan ESG (Environmental, Social, Governance).
"Eco-Green akan menjadi salah satu tata kelola yang sangat kritikal di masa depan. Jadi memang Eco-Green itu bukan untuk bisnis, tapi untuk persiapan kita kepada generasi selanjutnya. Ketika kita menurunkan bumi ke mereka. Itu yang memang harus kita ingat," ujar Direktur Komersial PT Krakatau Steel, Melati Sarnita usai Penandatanganan Komitmen ESG (Environmental, Social, Governance) untuk Industri yang berkelanjutan antara PT Krakatau Steel dan PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group), pada Rabu 22 Desember lalu.
Melati dalam keterangan tertulisnya, Sabtu 25 Desember, menjelaskan, baja merupakan salah satu produk recycle sehingga tidak merusak lingkungan dan kehidupan masyarakat. Untuk itu, Krakatau Steel bersama PT Tata Metal Lestari sebagai salah satu produsen Baja Lapis Aluminium Seng (BJLAS) di Tanah Air ini berkomitmen untuk meningkatkan tata kelola yang berkelanjutan di industri baja.
Ia juga mengapresiasi PT Tata Metal Lestari yang telah menerapkan industri 4.0 sehingga upaya menuju industri yang keberlanjutan dapat segera terwujud. Melati menambahkan, industri baja memberikan multiplier yang besar untuk lingkungan dan masyarakat. Karena itu di Negara-negara maju, industri baja sangat dilindungi. Bahkan industri ini dianggap sebagai industri pertahanan sebuah negara.
"Industri baja itu dianggap sebagai industri pertahanan sebuah negara. Kita tidak bicara senjatanya, tapi dari segi pertahanan kehidupan dari lingkungan serta masyarakat di Negara tersebut. Jika kita lihat, negara-negara besar seperti Amerika, India, atau China itu memiliki kebijakan-kebijakan industri baja yang sangat kuat untuk melindungi industri domestiknya. Harapan kami sebagai BUMN, Industri baja kita bisa membantu para pelaku usaha industri baja supaya perkuatan kebijakan itu juga bisa kita lakukan," terangnya lagi.
Di kesempatan yang sama, Vice President PT Tata Metal Lestari, Stephanus Koeswandi menjelaskan, kondisi bumi saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Seperti diketahui, pemanasan global terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya
Yang mengerikan, pada tahun 2021 ini, suhu di Kutub Utara bahkan sudah menyamai suhu di Jakarta di kisaran 38 derajat Celcius. Dampaknya, akan ada kota-kota yang tenggelam dan hilangnya ekosistem di bumi ini.
Karena kekhawatiran itulah, PT Tata Metal Lestari dan Tatalogam Group berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan ini. Berbagai upaya dilakukan guna mencapai target Zero Emission. Salah satunya dengan menerapkan industri 4.0, serta menggandeng pihak lain sehingga industri baja di tanah air ini menjadi industri yang lebih ramah lingkungan.
BACA JUGA:
"Jadi kami bersama PT Krakatau Steel berkolaborasi untuk menuju industri yang berkelanjutan, yang hijau, dengan pendekatan ESG (Environmental, Social, Governance). Karena kalau baja ini saya yakin kita sudah berkecukupan. Jadi tidak perlu impor lagi. Tapi kita melawan dengan cara lain yaitu dengan cara memastikan kalau rumah kita (Indonesia) masih hijau bumi-nya dan masih biru langit-nya seperti logo Krakatau Steel dan Tata Metal Lestari. Kami bersama akan berupaya menginspirasi dengan mengedepankan industri yang ramah lingkungan dan memberikan kontribusi, bukan hanya untuk alam tetapi untuk manusia, bisnis, dan mengedepankan kebijakan yang berkesinambungan," papar Stephanus.
Dalam acara tersebut, selain penandatanganan Komitmen ESG antara PT Krakatau Steel dan PT Tata Metal Lestari, digelar juga acara pelepasan ekspor 2 produk hijau karya PT Tata Metal Lestari. Kali ini, produk yang dinamakan Hijau Ubud dan Hijau Buaran ini akan diekspor ke Australia.
Produk ramah lingkungan ini menggunakan pendekatan EARLY Nexalume yang berarti Environmental Responsible and Sustainability. Stephanus menerangkan, nantinya mereka juga akan meluncurkan EARLY label di mana setiap produk Tata Metal Lestari akan mengadopsi sustainable manufacturing practice berbasis ESG.
"Hari ini kami melepas 125 ton produk Hijau Buaran dan Hijau Ubud. Dengan ekspor yang dilepas hari ini, total kita sudah ekspor 2.650 ton produk serupa dari target 5.000 ton per bulannya. Masyarakat Australia sendiri saat ini sudah ada kesadaran untuk menggunakan produk yang ramah lingkungan. Tepatnya sejak COP 26 digelar beberapa waktu lalu. Jadi di COP 26 ini ada 26 negara yang berkomitmen untuk menerapkan sustainable bisnis. Jadi tidak hanya growth yang dikejar namun juga keberlangsungannya," pungkas Stephanus.