Bagikan:

CIKARANG - Sebanyak 40 mahasiswa dari University of Queensland dan 4 perwakilan mahasiswa dari Universitas Indonesia melakukan kegiatan Factory Visit ke pabrik Baja Lapis Aluminium Seng (BJLAS) PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group) di Kawasan Industri Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.

Kedatangan mahasiswa-mahasiswa yang disponsori oleh Pemerintah Australia, melalui program New Colombo Plan (NCP) ini adalah untuk melihat secara langsung bagaimana implementasi industri hijau, khususnya di sektor produksi baja.

PT Tata Metal Lestari terpilih dalam program NCP karena telah mendapatkan sertifikat Industri Hijau dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Oleh karena itu, diharapkan dengan kunjungan ini para mahasiswa dari University of Queensland dan mahasiswa dari UI bisa mendapat pengetahuan tentang proses apa saja yang dilakukan PT Tata Metal Lestari sehingga mereka mendapat pelajaran langsung apa yang bisa dilakukan industri baja untuk mengurangi emisi karbonnya.

Dr. Adrian Oehmen, Associate Professor di School of Chemical Engineering, sebagai pendamping para mahasiswa dari University of Queensland menambahkan bahwa pihaknya sangat menghargai kunjungan ini dan keramahan yang telah diberikan selama mahasiwanya berada di Indonesia.

“Mereka (PT Tata Metal Lestari) telah menyambut dan menjelaskan kepada kami dan para mahasiwa tentang bagaimana industri baja lapis ini bergerak. Dan saya rasa semua mahasiwa dapat belajar banyak dari pengalaman ini. Saya rasa sebagian besar mahasiswa yang hadir jadi lebih mengerti bagaimana baja lapis dibuat. Dalam proses ini mereka juga mempelajari rangkaian proses panjang termasuk bagaimana menangani produk akhir dan residu atau limbah dari kegiatan mereka,” terang Dr. Adrian, dalam keterangan tertulis, Minggu, 12 Februari.

Ia menambahkan seluruh mahasiwa yang hadir kali ini merupakan mahasiwa yang mengambil bidang studi Teknik Kimia. Dengan demikian, diharapkan mereka dapat melakukan perhitungan yang sesuai antara apa yang mereka peroleh di dalam kelas dan di lapangan. Diharapkan, terjadi peningkatan pengetahuan antar Negara yang terlibat dalam program New Colombo Plan ini.

“Di university of Queensland, mereka belajar tentang teknik kimia. Jadi ini mengimpor proses perhitungan sehingga mereka belajar banyak tentang beberapa hal yang kami ajarkan di kelas dan saat ini mereka melihatnya dalam kehidupan nyata dan banyak aspek lain yang rumit di industri baja,” terang Adrian lagi.

Vice President Operations PT Tata Metal Lestari, Stephanus Koeswandi menjelaskan, baja, semen dan petrokimia merupakan 3 industri penghasil emisi teratas dan termasuk yang paling sulit untuk didekarbonisasi. Namun baja sendiri menurut World Steel Association, adalah sumber daya permanen yang 100% dapat didaur ulang tanpa batas dan tanpa kehilangan properti. Untuk itu, bertransformasi menjadi karbon netral, Indonesia akan membutuhkan tindakan kolektif dari semua aktor, yang melibatkan sektor swasta dan publik untuk membangun ekosistem yang berdaya.

Ia menambahkan, sektor keuangan memiliki peran penting dalam mendorong langkah-langkah dekarbonisasi yang sistemik. Banyak lembaga pembiayaan yang telah mendalami langkah-langkah yang telah diambil untuk mendorong perusahaan tujuan investasi menerapkan prinsip/standar pelaporan berkelanjutan dan memasukkannya ke dalam rencana aksi sebagai salah satu variabel penting untuk keputusan investasi dan pada akhirnya menarik investasi hijau masuk ke Indonesia.

“Peradaban modern tidak dapat bertahan tanpa industri inti, yang juga sulit untuk dikurangi. Baja, semen, petrokimia dan pupuk merupakan beberapa industri inti yang telah mendukung pertumbuhan dunia. Dekarbonisasi memerlukan inovasi konstan pada bahan bakar, bahan baku, dan proses produksi. Memiliki perencanaan yang ambisius dan visi jangka panjang untuk industri ini adalah suatu keharusan.” Terang Stephanus.

Ia menerangkan, langkah ini diambil guna mendukung agenda pemerintah menuju karbon netral tahun 2050 dan kesiapan untuk perdagangan karbon global.

“Dengan modal semangat nasional untuk bumi yang lebih hijau bagi anak cucu, Tata Metal Lestari berkomitmen untuk menjadi pelopor (an agent of change) dalam berbagi kesadaran dan pemahaman industri hijau pada komunitas nilai rantai industri baja nasional dan global dimulai dari baja pelat Indonesia.” ujarnya lagi.

Puluhan mahasiswa Queensland Australia mempelajari industri hijau di pabrik baja ringan kawasan Cikarang, Jawa Barat/ Foto: IST

Di kesempatan ini, ketiga pihak juga menjajaki aksi kerjasama dalam rangka menuju karbon netral tahun 2050 melalui program transformasi industri baja nasional menuju industri hijau. Aksi ini dibuktikan dengan penandatanganan Surat Minat Kerjasama (Letter of Interest) pada hari yang sama.

“It is just a beginning. Kami percaya dengan menggandeng banyak pemangku kepentingan untuk bumi hijau akan lebih cepat tercapai. Karena rantai nilai global telah terkumpul dan bekerjasama. Tata Metal Lestari siap memperluas dukungan untuk New Colombo Plan dengan peluang magang. Ini merupakan bagian dari kontribusi Tata Metal Lestari untuk membangun kemitraan dengan komunitas yang tentunya akan memberikan manfaat keberlanjutan kepada komunitas tersebut dimana pun kami bekerja dalam rangka mencapai karbon netral”, lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Dr. Bambang Heru Susanto menjelaskan bahwa Universitas Indonesia (UI) memiliki kerjasama Dual Degree dengan University of Queensland sejak tahun 2002. Ini merupakan wujud dari penguatan sisi kerjasama dibidang akademik atau research.

“Kedatangan kami kali ini terkait environmental, khususnya terkait dengan tranformasi manufacturing ke green manufacturing, terutama di industri baja. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari program New Colombo Plan. Program dari pemerintah Australia yang mengirimkan mahasiwa-mahasiwa dari Universitas di Australia, ke Indonesia salah satunya. Dan kebetulan Universitas Indonesia (UI) memiliki kerjasama Dual Degree dengan University of Queensland sejak tahun 2002. Ini merupakan wujud dari penguatan sisi kerjasama dibidang akademik atau research,” terang Dr. Bambang.