20 Tahun Lalu Berharta Rp2,8 Miliar, Kini Berapa Kekayaan Ketum PBNU Said Aqil yang Sebut 212 adalah Gerakan Politik?
Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj memberikan laporan pertanggungjawaban dalam bagian rangkaian acara Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung. KH Said memastikan NU di bawah komandonya setia aktif menjaga kesatuan dan persatuan.

Berbicara di Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, KH Said Aqil menjelaskan, dalam konteks keindonesiaan, NU menjadi organisasi yang berperan penting dalam integrasi Islam dan negara.

Terbukti hingga kini, lanjut KH Said Aqil, NU berkomitmen menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan konsisten menjaga ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945.

"NU dengan konsisten menolak setiap kelompok mana pun yang hendak merubah bentuk negara, baik negara agama maupun negara sekuler. NU mendukung pemerintah membubarkan organisasi yang berkeinginan mengusung khilafah di Indonesia," ujar KH Said Aqil, dikutip Kamis 23 Desember.

"NU juga menilai gerakan 212 bukanlah kebangkitan umat Islam melainkan gerakan politik. Penggagasnya jelas memiliki tujuan dan motif politik mengatasnamakan agama Islam," imbuhnya.

Pesantren-pesantren yang dimiliki Nahdlatul Ulama (NU) di seluruh Indonesia juga ditegaskan KH Saiq Aqil tidak ada yang terpapar aliran radikalisme. PBNU memahami radikalisme disebabkan akibat pemahaman keagamaan yang sempit dan kaku. Pemahaman keagamaan yang sempit dan kaku biasanya dibangun oleh pengetahuan yang sempit pula.

Kiprah dan kekayaan Said Aqil

Kiprah Said Aqil selain di PBNU, dirinya juga pernah dan masih aktif menjadi komisaris di sebuah perusahaan. Said Aqil pernah menjabat sebagai komisaris di Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) atau Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia. ICDX merupakan perusahaan bursa berjangka komoditi derivatif Indonesia yang telah memiliki izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi.

Perusahaan itu didirikan oleh Megain Widjaja, cucu dari konglomerat terkemuka Indonesia pendiri kelompok usaha Sinarmas, Eka Tjipta Widjaja. Saat ini Megain Widjaja menjabat sebagai salah seorang direktur, serta memegang posisi kunci sebagai anggota komite startup di ICDX.

Saat ini, Said Aqil masih aktif menjadi komisaris di salah satu BUMN terkemuka. Ya, kini dirinya adalah Komisaris Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Said Aqil juga masuk daftar 50 muslim teratas dalam 500 Muslim Dunia Paling Berpengaruh tahun 2021 yang diterbitkan oleh Pusat Studi Strategi Islam Kerajaan (The Royal Islamic Strategic Studies Centre/RISSC), lembaga riset independen yang terafiliasi dengan Institut Aal Al Bayt Kerajaan untuk Pemikiran Islam, bermarkas di Amman, Yordania.

Ada tiga orang Indonesia yang masuk The Top 50 yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, dan ulama/anggota Wantimpres Habib Luthfi bin Yahya.

Presiden Jokowi menempati urutan ke-12. Pada tahun sebelumnya, Jokowi ada di peringkat ke-13. Sementara Said Aqil berada di posisi ke-18 dan Habib Lutfi berada di peringkat ke-32.

Said Aqil pun dipastikan memiliki harta kekayaan yang cukup besar. Meski belum ada update terbaru berapa total kekayaan Ketum PBNU tersebut, namun Said Aqil pernah melaporkan harta kekayaannya saat dia menjabat sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 2001.

Dalam laporan tersebut, tercatat ketua PBNU itu memiliki total kekayaan senilai Rp2,8 miliar dengan nihil piutang. Total kekayaan tersebut terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp1,2 miliar, alat transportasi senilai Rp231,5 juta serta giro dan setara kas lainnya senilai Rp1,36 miliar.

Tapi sekali lagi, itu data sekitar tahun 2001. Masih sangat mungkin harta kekayaan Said Aqil saat ini naik berlipat-lipat dibanding 20 tahun silam.

Sebagai informasi, Said Aqil lahir di Cirebon 3 Juli 1953. Dia merupakan doktor lulusan lulusan Universitas Ummu al-Qura, Mekah, jurusan Aqidah/Filsafat Islam yang tamat pada tahun 1994.

Dalam kariernya di PBNU, Said pernah menjabat Wakil Katib Am PBNU (1994-1998), Katib Am PBNU (1998-1999), Rais Syuriah PBNU (1999-2004) dan Ketua PBNU.

Di bidang politik, dia pernah menjadi anggota DPR/MPR dari fraksi utusan golongan pada tahun 1999-2004.