JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani akan terus melakukan langkah strategis dalam pengelolaan keuangan negara sesuai dengan dinamika yang terjadi di lapangan, khususnya di tengah situasi pandemi COVID-19 saat ini.
Menurut Menkeu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah instrumen terdepan yang dipercaya bisa mengelola dampak pandemi di dalam negeri. Untuk itu, penyesuaian kembali skala prioritas belanja negara (refocusing) menjadi kunci dalam menghadapi ketidakpastian yang berlanjut.
“Itulah betapa pentingnya APBN sebagai sebuah instrumen dalam menghadapi musibah COVID-19 saat ini. Pemerintah akan terus menggunakan APBN termasuk melakukan focusing atau refocusing pada saat yang kita hadapi adalah dinamika yang luar biasa seperti COVID-19 ini,” ujarnya ketika berbicara di forum Ijtima' Sanawi Dewan Pengawas Syariah 2021 yang disiarkan secara virtual, Kamis, 2 Desember.
Sebagai contoh, Menkeu menjelaskan upaya pemerintah dalam mengoptimalkan keuangan negara ketika terjadi peningkatan kasus di tengah tahun ini.
“Maka saat terjadi delta varian kita refocusing APBN. Banyak pengeluaran harus disalurkan atau di re-program untuk memberikan prioritas pada bidang kesehatan, pada bidang usaha kecil menengah, dan membantu masyarakat dalam bentuk bantuan sosial (bansos),” tuturnya.
Menkeu menambahkan, apa yang dilakukan oleh pemerintah dinilai sudah sesuai dengan nilai-nilai Islami, yakni Maqasid As-Syariah yang berarti kebaikan untuk seluruh umat.
“Inilah yang kita sebut dengan Maqasid As-Syariah atau tujuan syariah, yaitu bagaimana kita selalu mampu mengedepankan prioritas berdasarkan urutan kemaslahatan umat. Kalau kemaslahatan umat terancam, maka kita harus menggunakan instrumen dan policy untuk diprioritaskan kembali. Itu yang kita sebut merupakan esensi dari prinsip-prinsip Maqasid As-Syariah,” tegasnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, bendahara negara sempat memaparkan bahwa pemerintahi tercatat sudah empat kali melakukan refocusing APBN. Tahap pertama dilakukan sebesar Rp59,1 triliun dari belanja K/L dan Rp15 triliun dari Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebagai tindak lanjut dari kenaikan kasus COVID-19 pasca momentum Nataru di awal tahun.
Tahap kedua, sebesar Rp12,3 triliun yang didapat dari penetapan tukin, THR, serta gaji ke-13 yang tidak dibayar untuk periode 2021.
Kemudian tahap ketiga adalah saat terjadi lonjakan kasus pandemi akibat menyebarnya varian delta di dalam negeri pada pertengahan tahun dengan nilai sebesar Rp26,2 triliun dari belanja K/L dan TKDD Rp6 triliun.
Serta yang terakhir adalah tahap keempat dengan besaran mencapai Rp26,3 triliun dari belanja K/L serta total tambahan anggaran Rp55 triliun.
Asal tahu saja, isu refocusing anggaran negara mencuat setelah Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) pada awal pekan ini mempersoalkan kebijakan pemerintah terkait dengan langkah bongkar-pasang APBN.