JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani mengatakan hampir setiap tahun dalam penetapan upah minimum selalu menimbulkan polemik. Kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) setiap tahunnya akan mempengaruhi investasi dan lapangan kerja di Indonesia.
Seperti diketahui, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuntut kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2022 di angka sekitar 7 persen sampai 10 persen.
Lebih lanjut, Hariyadi mengatakan bahwa terjadi pergeseran dari jenis realisasi investasi. Dari yang tadinya Indonesia lebih banyak investasi padat karya menjadi hanya pada modal.
Menurut Hariyadi, saat ini investasi padat karya di Indonesia mulai berkurang imbas kenaikan upah. Padahal, sektor tersebut lebih banyak menciptakan tenaga kerja dibanding investasi yang sifatnya padat modal.
"Kalau kita melihat tahun-tahun sebelumnya di 2010 pada saat investasi PMA dan PMDN itu kira-kira Rp203 sampai Rp204 triliun. Rasio per Rp1 triliun bisa menyerap 5.014 tenaga kerja. Di tahun 2019 saat kita sudah mencapai sekitar Rp806 triliun penyerapannya tinggal 1.220 kurang lebih," tuturnya, di Jakarta, Rabu, 3 November.
Hariyadi memastikan data yang disebutkannya itu tidak asal-asalan. Ia menegaskan naiknya upah minimum juga berimbas ke berkurangnya peluang penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
"Apa artinya, ya ini data loh ya, saya nggak ngarang, artinya yang masuk lebih banyak padat modal. Padat karyanya hilang, itu yang sudah terjadi. Jadi memang ada korelasi bahwa UMP-nya naik maka padat karya yang harusnya jadi bantalan penyerapan tenaga kerja malah menyusut, yang masih bertahan adalah yang padat modal," katanya.
Menurut Hariyadi, pihaknya sejak 2004 atau 1 tahun setelah UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disahkan sudah sering mengajukan formula penghitungan upah minimum. Sebab menurutnya aturan itu keluar dia yakin akan berpengaruh kepada realisasi investasi.
Namun, Hariyadi menilai penetapan upah minimum saat ini yang diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sudah tepat.
"Kalau ditanya batas wajarnya berapa menurut pandangan kami formula yang ada sekarang ini adalah parameter yang wajar. Jadi kita mengacu dari formula yang ada, karena diformulasi itu sudah jelas ada perhitungan atau formulasi rata-rata konsumsi masyarakat. Nah itukan sesuatu yang realistis," ujarnya.
BACA JUGA:
Kemudian, lanjut Hariyadi, ada parameter tentang pertumbuhan ekonomi atau inflasi dan tingkat pengangguran terbuka. Karena itu, dia berharap masalah pengupahan tidak dipermasalahkan selalu setiap tahun.
"Di mana sebagaimana kita ketahui pada kenyataannya masyarakat yang membutuhkan pekerjaan itu juga pada kenyataannya masih sangat besar," ucapnya.
Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bakal menggelar aksi unjuk rasa turun ke jalan untuk menuntut UMK sebesar 10 persen pada 26 Oktober. Aksi itu diikuti 1.000 pabrik di 24 provinsi, dan lebih dari 100 kabupaten/kota.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan aksi unjuk rasa itu sebagai sikap awal buruh yang meminta kenaikan UMK tahun depan mencapai 7 hingga 10 persen. Karena berdasarkan hasil surveinya, rata-rata 60 item kebutuhan hidup layak (KHL) mengalami kenaikan.
"Dari survei ditemukan yang paling mengalami lonjakan kenaikan harga adalah transportasi, terutama angkot dengan pandemi sedikit sekali yang beroperasi jadi berpindah ke transportasi online sehingga biaya transport meningkat tajam. Terus harga bahan pokok juga meningkat rata-rata 7-10 persen," ucapnya.
Iqbal mengatakan jika aksi besok tidak direspons oleh pemerintah, maka pihaknya akan melakukan aksi yang lebih besar lagi dan tidak menutup kemungkinan akan berujung aksi mogok nasional dengan setop produksi.
"Ini adalah aksi awal buruh turun ke jalan. Kalau tidak didengar, itu akan ada aksi lanjutan dan puncaknya tidak menutup kemungkinan melakukan aksi pemogokan, setop produksi, tapi kita akan lihat perkembangannya," jelasnya.