JAKARTA - Percakapan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan sejumlah pejabat bocor. Para pejabat itu mengaku telah mendapatkan vaksin booster dosis ketiga ketika tenaga kesehatan berguguran dan ribuan masyarakat harus berdesakan dalam antrean demi mendapat vaksin. Yang paling buruk, para pejabat itu berseloroh untuk keserakahan mereka. Ingatlah nama mereka.
Pengakuan para pejabat itu disampaikan kepada Jokowi ketika meninjau vaksinasi di SMPN 22 Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa, 24 Agustus. Jokowi didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, serta Wali Kota Samarinda Andi Harun.
Dalam video terekam, para pejabat berbincang soal Vaksin Nusantara rintisan eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Perbincangan meluas ke vaksin booster dosis ketiga. Andi Harun kemudian mengatakan dirinya merencanakan injeksi vaksin booster ketiga menggunakan Vaksin Nusantara. Jokowi, pemimpin negeri ini merespons pernyataan itu dengan seloroh.
"Oh, pantes seger-seger, Pak Wali Kota. Mendahului kita ini Pak Wali Kota," tutur Jokowi sembari tertawa.
Presiden kemudian bertanya pada Panglima Hadi Tjahjanto soal apakah Hadi telah mendapatkan Vaksin Nusantara. Hadi menjawab, "Sudah."
Presiden kembali merespons Hadi dengan berseloroh. "Enggak ngajak-ngajak kita, ya," Sang Presiden berucap.
Melanjutkan, obrolan, giliran Gubernur Isran Noor yang mengaku sudah dapat vaksin booster. Ia disuntik Moderna. "Saya sudah booster, cuma Moderna," kata Isran.
Prabowo menimpali, bertanya balik kepada Jokowi. "Sudah booster semua. Pak Presiden belum, ya?"
"Enggak, saya nunggu Pfizer," jawab Jokowi.
Wartawan yang memantau kegiatan itu lewat live streaming di kanal YouTube Sekretariat Presiden kemudian memberitakan percakapan para pejabat. Kabar itu langsung viral dan menuai kritik. Video itu asli itu sempat di-take down sebelum digantikan dengan unggahan video lain yang sudah melalui proses editing. Hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari pihak Istana.
Bukti kebocoran dalam distribusi vaksin
Vaksin dosis ketiga pejabat ini bukti kebocoran distribusi vaksin. Surat Edaran (SE) Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.01/1919/2021 menyatakan vaksin booster hanya untuk tenaga kesehatan ataupun tenaga pendukung kesehatan yang telah divaksin dosis pertama dan kedua.
Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Dokter Siti Nadia Tarmizi merespons singkat pernyataan VOI. "Sesuai surat edaran Dirjen P2P, booster hanya untuk nakes," tulis dia lewat pesan singkat, Rabu, 25 Agustus.
Namun bagaimana pun tak mungkin mengesampingkan fakta beberapa pejabat mengaku telah mendapat suntikan vaksin dosis ketiga. "Kita hanya sesuai SE saja dan penggunaan ini maka dinkes harus membuat pakta integritas untuk memastikan sasaran tepat," Nadia menjawab.
Analis kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menyebut masalah distribusi vaksin bermasalah sejak awal. Ada koordinasi yang tak berjalan baik antara Kemenkes sebagai regulator dan penyedia data dengan pemerintah di daerah sebagai pelaksana vaksinasi.
"Distribusi tidak merata karena data itu yang membuat adalah Kementerian Kesehatan. Jadi Kementerian Kesehatan memiliki data, mengalokasikan langsung ke kabupaten/kota. Jadi provinsi cuma sebagai transit doang. Dalam alokasi itu ada kabupaten yang mendapatkan lebih banyak. Ada kabupaten yang dapatnya kurang. Jadi enggak merata," tutur Trubus kepada VOI.
Koalisi masyarakat, LaporCovid-19 mengungkap kerawanan penyelewengan vaksin dosis ketiga di daerah. Lemahnya pengawasan pemerintah pusat jadi masalah. LaporCovid-19 mendorong langkah konkret dan signifikan untuk mengatasi masalah pemerataan vaksinasi.
"Kami yakin bahwa vaksin booster adalah fenomena gunung es. baru sedikit yang terkonfirmasi, tapi banyak sekali yang tak terlihat ... Praktik seperti ini menunjukkan sikap pejabat publik yang serakah," tulis mereka dalam pernyataan sikap yang diunggah di akun Twitter, @LaporCovid.
Kenapa vaksin dosis ketiga penting untuk nakes
Data LaporCovid-19 mencatat 1.459 tenaga kesehatan meninggal dunia akibat terinfeksi virus corona. Data yang dihimpun hingga 21 Juli 2021 itu menunjukkan kematian tenaga kesehatan didominasi dokter dengan jumlah kematian hingga 545 jiwa. Selain dokter, perawat juga jadi yang paling berisiko dengan jumlah kematian hingga 453 jiwa.
Lainnya, 235 bidan, 47 apoteker, 46 dokter gigi, 43 ahli tenaga laboratorium medis, sembilan petugas rekam radiologi, dan lima tenaga sanitarian gugur akibat COVID-19. Terapis gigi, tenaga elektromedik, tenaga farmasi, dan petugas ambulans sama-sama mencatatkan tiga kematian. Data juga mencatat 60 kematian lain akibat COVID-19 dari sektor tenaga kesehatan lain.
Epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman melihat persoalan ini sebagai bukti lain inkonsistensi pemerintah Indonesia dalam menerapkan kebijakan pengendalian pandemi. Pemerintah juga dianggap mengesampingkan sains dalam penerapan kebijakan. Lagi dan lagi. Berbagai penelitian sepakat vaksin dosis ketiga hanya efektif bagi kelompok berisiko tinggi.
"Itu (penelitian) hasilnya sama bahwa booster itu akan efektif kalau diberikan pada kelompok paling rawan, yakni tenaga kesehatan atau lansia yang memiliki komorbid atau memiliki risiko paling tinggi. Itu akan berdampak," kata Dicky kepada VOI.
"Berdampaknya apa? Ya menurunkan kesakitan, kematian. Kita sekali lagi mengirim pesan buruk pada publik tentang masalah ketidakadilan. Masalah ketidak-konsistenan. Ini yang berdampak tidak ringan. Ini serius."
Apa yang disampaikan Dicky memang sejalan dengan sejumlah hasil penelitian. Yang dilakukan Studi British Medical Journal, misalnya. Studi itu menunjukkan pemberian vaksin dosis ketiga telah teruji ilmiah meningkatkan kekebalan tubuh secara signifikan.
Namun studi itu juga menunjukkan kekuatan imun tubuh yang dihasilkan vaksin dosis ketiga terlalu kuat untuk melawan virus penyebab COVID-19, SARS-CoV-2. Atas alasan itulah vaksin dosis ketiga hanya direkomendasikan untuk kelompok berisiko tinggi, terutama tenaga kesehatan.
Dan berkaca pada penanganan virus H1NI, mengabaikan kesehatan dan perlindungan tenaga kesehatan sama dengan meningkatkan potensi memburuknya wabah karena tenaga kesehatan adalah kekuatan penting dalam pengendalian wabah itu sendiri. Korelasi itu disampaikan dalam Jurnal Pharmacy and Therapeutics.
Respons Jokowi
Dengan segala persoalan di atas, respons Jokowi adalah berseloroh.
"Oh, pantes seger-seger, Pak Wali Kota. Mendahului kita ini Pak Wali Kota."
"Enggak ngajak-ngajak kita, ya."
*Baca Informasi lain soal COVID-19 atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.