JAKARTA - Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menyebut pihaknya akan menerbitkan surat edaran terkait pembukaan kembali fungsi rumah ibadah dengan menerbitkan protokol kenormalan baru di tengah pagebluk COVID-19 pada Jumat sore, 29 Maret.
Sejumlah organisasi keagamaan pun mengingatkan pemerintah agar benar-benar mempersiapkan protokol kesehatan tersebut demi kesehatan umat di tengah pandemi COVID-19. Bahkan, ada yang meminta agar pemerintah mencontoh masjid di negara lain yang menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsyudi Syuhud, umat Islam, kiai, dan ustaz tentunya sangat berharap agar rumah ibadah seperti masjid segera normal kembali aktivitasnya. Namun, menurut dia, hal ini harus menjadi perhatian serius dari pemerintah.
"Keinginan itu harus dibarengi dengan persiapan protokol new normal ini. Karena biar bagaimanapun, COVID-19 ini masih bergerak. Kan, masih ada. Nah, cara melawannya adalah pemerintah harus membuat protokol ketetapan bagaimana ketika masjid dibuka," kata Marsyudi ketika dihubungi VOI melalui sambungan telepon, Jumat, 29 Mei.
Dia mengatakan, Indonesia bisa saja mencontoh protokol kesehatan yang diterapkan di masjid yang ada di Arab Saudi dengan membuat aturan tertentu. Semisal, membuka masjid 15 menit sebelum azan dan menutupnya 10 menit, kemudian membuka seluruh pintu dan jendela, serta memindahkan buku ataupun kitab yang telah disentuh oleh orang lain untuk mencegah penyebaran COVID-19.
"Menerapkan pembatasan jarak, jaraknya dua meter. Memindahkan air minum yang dingin, menutup kamar mandi dan wudu, suruh wudunya di rumah, kemudian tidak membawa anak kecil yang belum balig. Semua ini contoh ya, yang bisa dilakukan," ungkapnya.
Selain menerapkan protokol kesehatan yang ketat, Marsyudi juga mengatakan pemerintah harus menyampaikan secara rinci zona penyebaran virus ini. Sebab, menurut dia, sejauh ini masyarakat tak tahu detail soal zona penyebaran virus ini.
"Masyarakat kan enggak tahu, mana yang masih merah. Kalau sudah hijau menurut saya bagus segera dibuka. Tapi ketika yang merah itu juga harus waspada. Mungkin hijau dulu yang dibuka, sambil menunggu yang merah jadi hijau. Nah, ini kan masyarakat enggak tahu, yang tau adalah pemerintah," jelas Marsyudi.
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir juga meminta pemerintah bisa mematangkan penerapan kenormalan baru di tengah pagebluk ini. Di tengah gempuran virus ini pemerintah jangan sampai membuat masyarakat menjadi bingung dan membuat penafsiran sendiri mengenai protokol normal baru ini.
Dia juga meminta pemerintah bisa kembali melakukan kajian soal kenormalan baru ini. "Pemerintah perlu mengkaji dengan seksama pemberlakuan kenormalan baru dan penjelasan yang obyektif dan transparan," ungkap Haedar melalui keterangan tertulisnya.
Beberapa hal yang perlu kembali dikaji adalah mengenai dasar kebijakan kenormalan baru ini, maksud dan tujuan, konsekuensi terhadap aturan yang berlaku terutama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), jaminan daerah yang dinyatakan zona hijau, dan persiapannya agar masyarakat yang tidak kemudian jadi korban pada akhirnya.
"Semua pihak di negeri ini sama-sama berharap COVID-19 ini segera barakhir di Indonesia maupun di mancanegara. Namun, semuanya perlu keseksamaan agar tiga bulan yang telah kita usahakan selama ini berakhir baik," tegasnya.
Pembukaan rumah ibadah harus sesuai statistik kasus positif COVID-19
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Gomar Gultom menyambut baik niat pemerintah membuka kembali rumah ibadah setelah pagebluk COVID-19. Hanya saja, dia menilai pemerintah terlalu terburu-buru. Apalagi, menurut dia penyebaran virus ini masih belum landai dan belum stabil.
Sehingga, dia berharap pembukaan rumah ibadah ini benar-benar didasari permodelan matematis yang statistiknya mengindikasikan adanya penurunan kasus baru. Pembukaan rumah ibadah ini, sambung Gomar, jangan sampai dibuka hanya karena ingin mengimbangi pelonggaran di bidang ekonomi dan industri.
Selain itu, Gomar berharap pemerintah tak menyamaratakan semua wilayah bisa membuka rumah ibadah.
"Hendaknya pemerintah tidak menyamaratakan untuk semua wilayah tetapi benar-benar dimulai hanya dari daerah yang termasuk dalam zona hijau," ungkap dia.
BACA JUGA:
Kemudian, pemerintah juga bisa mempersiapkan masyarakat agar bisa lebih disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan di rumah ibadah. "Para pimpinan umat di aras lokal perlu diajak untuk paham tentang perlunya disiplin ini demi keselamatan bersama," kata Gomar.
Sedangkan Sekretaris Komisi Kerasulan Awam Komisi Waligereja Indonesia (KWI) Paulus Christian Siswantoko Pr mengatakan, KWI ingin lebih dahulu mengetahui soal protokol kesehatan yang akan dikeluarkan oleh Kementerian Agama pada Jumat, hari ini.
"Kalau dalam keputusan Kemenag itu kami harus tetap menggunakan protokol kesehatan, ya, kami menaati. Kami akan menyiapkan misalnya umat diatur duduknya satu meter, disediakan hand sanitizer, masuk gereja menggunakan masker dan sebagainya," katanya.
Dia mengatakan ada kemungkinan gereja akan penuh ketika protokol menjaga jarak dilaksanakan. Namun, hal ini nantinya akan disiasati dengan tetap mengadakan ibadah daring atau bahkan menambah jumlah misa.
"Ya kita mencari mana yang mungkinlah. Tapi tetap konteksnya agar semua dalam kondisi tetap sehat," tegas Paulus.
Perlunya penjelasan lebih detail dari pemerintah
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang juga angkat bicara soal pembukaan tempat ibadah ini. Terutama mengenai perlunya izin dari camat setempat setelah pengelola meminta izin bupati maupun wali kota.
Menurut dia, pemerintah harus menjelaskan alasan perlunya izin camat tersebut kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan adanya kesalahpahaman di tengah masyarakat.
"Tolong disampaikan dengan terang benderang. Jangan setengah-setengah informasinya. Katakan camat tadi mengizinkan, lah, prinsip camat mengizinkan itu kan karena memahami kawasan. Itu kesepakatan saja," kata dia.
"Nanti kata orang, 'apa hubungannya masjid dengan camat?'. Padahal bukan masjid dengan camat yang dimaksud. Maksudnya adalah pemahaman tentang zona, zona merah atau tidak," imbuh politikus PKB ini.
Dia menilai, pembukaan rumah ibadah di tengah situasi pagebluk COVID-19 ini memang mesti berhati-hati. Walaupun tak perlu sampai melaksanakan rapid test ketika akan masuk ke dalam rumah ibadah, namun, Marwan mengingatkan pemerintah harus benar-benar memastikan adanya protokol kesehatan yang diikuti oleh masyarakat dalam beribadah di rumah ibadah.
"Menurut saya tidak perlu di rapid test orang per orang yang ke masjid. Cuma kebersihannya harus tetap dijaga," ujarnya.
Adapun cara menjaga kebersihan masjid ini adalah dengan senantiasa melakukan disinfeksi dan sering melakukan pembersihan agar tak ada virus yang tertinggal.
Namun, menurut dia, tak semua masjid mempunyai dana berlebih untuk selalu mengeluarkan biaya untuk memberi disinfektan maupun alat-alat kebersihan lainnya. Sehingga, pemerintah tentu perlu memperhatikan rumah ibadah ini.
"Mungkin ada masjid kuat (mengeluarkan dana tambahan) karena jamaahnya berada. Tapi ada juga masjid yang tidak cukup kuat untuk ini. Sehingga butuh kehadiran pemerintah," pungkasnya.