Keputusan Tepat Zahra Lari Tetap Berseluncur Indah dengan Hijabnya
Zahra Lari (Instagram/@zahralari)

Bagikan:

JAKARTA - Usia 12 jadi titik balik Zahra Lari mengejar impian menjadi atlet seluncur indah. Kala itu tahun 2007, ketika hanya ada Zayed Sports City sebagai satu-satunya gelanggang es di Abu Dhabi. Hari ini Zahra berhasil. Ia meluncur dan menari indah menembus batas konservatif Uni Emirat Arab. Dengan hijab di kepalanya.

Ketertarikan Zahra pada olahraga seluncur indah berawal dari film Ice Princess yang diproduksi Disney pada 2005. Zahra kala itu mengungkapkan keinginan dan meminta izin kepada ayahnya untuk bermain seluncur es.

Meski melalui lika-liku luar biasa, izin akhirnya diberikan. Zahra kemudian menjalani latihan demi latihan. Bagai sebuah bakat alami, dalam waktu tiga tahun latihan, Zahra langsung menguasai teknik triple jump yang notabene identik dengan gerakan para peseluncur profesional.

Dikutip Al Arabiya, Jumat, 7 Mei, rata-rata atlet seluncur es harus berlatih sepuluh tahun untuk menguasai teknik ini. Ini jadi keistimewaan, mengingat Zahra terhitung terlambat memulai latihan pertamanya.

Jika anak-anak lain rata-rata memulai di usia tiga atau empat tahun, Zahra justru memulai di usia sepuluh. Zahra menyadari kunci keberhasilannya, yaitu tekad kuat dan rasa haus pada pengalaman-pengalaman baru.

Tantangan makin jadi

Zahra Lari (Instagram/@zahralari)

Zahra pun menginjakkan kaki di kompetisi internasional, tepatnya European Cup 2012 di Canazei, Italia. Lawan Zahra di sana tak hanya atlet-atlet pesaing tapi juga pandangan tentang hijab bagi atlet seluncur indah.

Penggunaan hijab dalam olahraga seluncur indah dianggap berbahaya. Namun Zahra tak mundur. Zahra mencatat dua sejarah penting dalam ajang itu.

Pertama, ia adalah atlet Timur Tengah pertama di level internasional. Kedua, tentu saja tentang dirinya sebagai atlet seluncur indah pertama yang mengenakan hijab di kompetisi internasional.

Namun, di balik capaian-capaian positif itu, Zahra juga diganjar dengan pengurangan poin karena kostum dan hijabnya. Ini menarik karena dalam olahraga seluncur indah, pengurangan poin terkait kostum biasanya diberikan ketika rok seorang atlet terlalu pendek atau adanya aksesori yang jatuh.

Zahra Lari (Instagram/@zahralari)

"Saya tidak kesal atau marah. Saya hanya tahu, saya harus melakukan sesuatu agar tidak terjadi lagi pada saya atau siapa pun yang ingin tetap tertutup," ucap Zahra, dikutip dari Middle East Monitor.

"Untuk mewujudkan itu, kami harus bertemu dengan pejabat yang ingin melihat saya berseluncur dengan hijab untuk memastikan itu tidak berbahaya," kata Zahra menambahkan.

Usai insiden di Canazei, Zahra melakukan banding ke International Skating Union (ISU). Dalam banding itu Zahra mengampanyekan agar ISU mengubah aturan soal penggunaan hijab di ajang resmi tersebut.

"Kepala Pengembangan ISU pada saat itu meminta bertemu dengan saya saat saya di Hungaria. Dia ingin melihat penggunaan jilbab, dan memahami betapa amannya di atas es," tutur Zahra.

Keberhasilan Zahra

Upaya Zahra berbuah hasil. Dikutip dari CNN, ajang Kejuaraan Nebelhorn Trophy di Jerman pada September 2017 jadi titik baliknya. Kala itu panitia meminta agar hijab tak lagi dianggap sebagai pelanggaran aturan teknis.

"Tanpa hijab, saya tidak akan menjadi Zahra Lari. Hijab adalah bagian dari diri saya. Pertama kali saya berkompetisi dengan mengenakan hijab, saya tidak terlalu memikirkannya. Itu membuat saya berbeda. Saya masih muda dan fokus pada kompetisi."

Zahra berfokus pada isu ini. Ia bahkan kerap menyatakan rasa syukur pada berbagai perkembangan dunia olahraga soal penggunaan hijab bagi atlet wanita Muslim.

Dengan diskriminasi yang sudah lewat, kini Zahra tengah merangkai mimpi di Olimpiade Musim Dingin. Zahra berucap dirinya ingin melihat lebih banyak wanita Timur Tengah yang berpartisipasi dalam ajang olahraga internasional.

"Saya hanya mencoba menunjukkan kepada dunia, saya tertutup, tetapi saya [masih] bisa melakukan apa yang saya sukai dan melakukannya di tingkat internasional," Zahra.

"Jadi, itulah pesan utama yang ingin saya sampaikan kepada para perempuan, jangan biarkan apa pun menghentikan Anda melakukan yang Anda sukai, terutama karena Anda tertutup," tambah dia.

Budaya konservatif Uni Emirat Arab

Zahra Lari (Instagram/@zahralari)

Meski berhasil menembus banyak dinding diskriminatif di bidang profesionalnya, perjuangan terberat Zahra juga terjadi di lingkungan. Jelas, tak mudah bagi Zahra dan keluarganya yang tinggal di Abu Dhabi.

Fadhel, ayah Zahra sempat menentang keputusan sang anak. Zahra pun pernah membatasi diri. Ia tak ingin terlalu serius. Zahra melewatkan sejumlah pertandingan hanya agar ayahnya tidak mendapat tekanan sosial akibat olahraga yang ia geluti.

"Sebagai sebuah keluarga, kami pergi ke pertandingan hanya untuk menghibur teman-teman saya yang bertanding," ujar Zahra dikutip dari CNN.

Pun dengan Fadhel. Alasannya melarang Zahra adalah karena ia tak ingin sang anak jadi bahan omongan. Benar, memang yang dikhawatirkan Fadhel. Zahra sempat mengalami masa-masa ketika komentar pedas menyerangnya di YouTube. "Haram" atau "dosa," warganet menulis.

Situasi itu berlanjut hingga Fadhel mengantar Zahra memberi dukungan kepada teman-temannya yang ikut kompetisi. Fadhel melihat besarnya keinginan Zahra untuk terlibat langsung dalam olahraga ini. Sejak itu Fadhel merestui Zahra.

Zahra Lari (Instagram/@zahralari)

"Ayah seperti bilang, 'Kamu tahu apa? Lupakan apa yang dikatakan orang-orang di tempat kerja. Lupakan tentang siapa pun yang bicara'. Dia juga bilang, 'Saya tahu itu adalah sesuatu yang kamu cintai. Kami tidak salah. Lalu kenapa tidak? Pergilah dan bekerja keras," Zahra, menirukan Fadhel.

Dukungan itu dibalas Zahra dengan kerja keras. Ia berlatih enam hari dalam sepekan. Latihan-latihan itu ia mulai sejak pagi hari pukul 4.30 hingga 7.30. Usai berlatih, Zahra menjalani pendidikan, berkuliah di Universitas Abu Dhabi. Di sana Zahra mengambil jurusan Kesehatan dan Keamanan Lingkungan.

"Pukul 16:00 saya kembali latihan sekitar satu setengah jam. (Kebiasaan) itu tidak sulit, saya menyukai itu, dan saya ingin sukses," kata Zahra dikutip dari Al Arabiya.

Zahra jadi wujud nyata bagaimana cinta dapat mengubah banyak hal. Iya, cinta antara ia dan keluarga. Cinta antara dirinya dan agama Islam, hingga yang pasti cintanya pada berseluncur indah. Dan keputusan Zahra bertahun-tahun lalu membawanya ke titik penting hari ini.

*Baca Informasi lain soal COVID-19 atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.

BERNAS Lainnya