Badai Sitokin yang Dialami Raditya Oloan sebelum Wafat: Sebuah Pendalaman
Ilustrasi foto (Pillon Guillaime/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Pertengahan 2020, para peneliti mengungkap satu misteri terbesar virus corona: kenapa COVID-19 berdampak ringan pada seseorang, namun juga bisa sangat mematikan bagi lainnya. Salah satu jawabannya disebut badai sitokin atau cytocine storm. Raditya Oloan Panggabean, suami aktris Joanna Alexandra mengalaminya sebelum meninggal.

Sitokin adalah protein sistem kekebalan tubuh tingkat tinggi. Sitokin ditemukan para peneliti di dalam darah para pasien COVID-19 dengan gejala paling gawat. Kematian akibat COVID-19 mungkin banyak terjadi karena reaksi kekebalan tubuh yang kacau ketimbang karena infeksi virus itu sendiri.

Ketika respons kekebalan tubuh meningkat tak terkendali, mereka akan mulai menyerang sel dan jaringan tubuh sendiri daripada melawan virus yang merupakan musuh sebenarnya. Badai sitokin bukan persoalan kesehatan baru. Ia diketahui terjadi pada penyakit autoimun, seperti artritis remaja.

Badai sitokin juga terjadi dalam beberapa pengobatan kanker. Atau seperti Raditya Oloan, di mana badai sitokin terpicu oleh infeksi. Sebuah studi terhadap pasien meninggal virus influenza H1N1, ditemukan 81 persen ciri-ciri badai sitokin. Lusinan penelitian lain dilakukan untuk mencari cara menyelamatkan pasien dari badai sitokin.

Ilustrasi foto seorang pasien COVID-19 (Mufid Majnun/Unsplash)

Mukesh Kumar, ahli virologi dan imunologi Georgia State University, Atlanta, Amerika Serikat (AS) memelajari bagaimana tubuh merespons infeksi. Mukesh, di laboratorium berkeamanan tinggi telah bereksperimen.

Ia menginfeksi sel dan hewan dengan SARS-CoV-2 untuk mempelajari apa yang terjadi. Satu hal yang dia amati adalah bahwa virus menggandakan diri dengan sangat cepat setelah menginfeksi sel.

“Ada banyak tekanan pada sel dalam waktu singkat ... Ketika setiap sel merasakan bahwa ada sesuatu yang asing, bahwa ada sesuatu yang buruk terjadi, respons langsung dari sel adalah membunuh dirinya sendiri. Ini adalah mekanisme perlindungan sehingga tidak menyebar ke sel lain,” Mukesh Kumar, dikutip WebMD, Jumat, 7 Mei.

Memicu kematian sel

Ilustrasi foto (CDC/Unsplash)

Jenis sitokin tertentu memicu kematian sel. Banyak jaringan bisa mati ketika seseorang mengalami terlalu banyak kematian sel. Pada COVID-19, jaringan itu sebagian besar berada di paru-paru. Saat jaringan rusak, dinding kantung udara kecil paru-paru akan bocor dan terisi cairan.

Kondisi inilah yang menyebabkan pneumonia dan memicu kekurangan oksigen dalam darah. Kerusakan paru-paru dalam tingkat yang parah akan menyebabkan sindrom gangguan pernapasan. Dari sana, organ-organ lain akan mulai gagal berfungsi.

“Pada dasarnya, sebagian besar sel Anda akan mati karena badai sitokin. Itu menggerogoti paru-paru. Mereka tidak bisa pulih ... Tampaknya berperan dalam kematian dalam banyak kasus,” Mukesh Kumar.

Dalam penelitiannya, Kumar juga menemukan bagaimana virus SARS-CoV-2 memicu lebih banyak produksi sitokin hingga lima puluh kali lipat. Tingkat produksi ini jauh lebih tinggi dari bagaimana tubuh bereaksi terhadap infeksi virus zika atau west nile.

Catatan kondisi medis Raditya Oloan

Kondisi Raditya Oloan (Instagram/@joannaalexandra)

Raditya Oloan Panggabean mengembuskan napas terakhir pada Kamis, 6 Mei. Ia sempat berjuang melawan COVID-19, bahkan dari dalam ruang ICU RSUP Persahabatan.

Sang istri, Joanna Alexandra berkali-kali mengabarkan kondisi Raditya lewat unggahan-unggahan media sosial. Joanna juga meminta doa kepada para pengikutnya di media sosial.

Pada 14 April, Raditya terkonfirmasi positif COVID-19. Joanna sempat mengunggah fotonya bersama Raditya ketika menjalani perawatan di RSDC Wisma Atlet.

"Sekarang suamiku lagi di IMCU (intermediate care unit) and he’s on high flow oxygen ... Lagi berharap supaya saturasi dan angka-angka lainnya cepat membaik supaya bisa balik ke kamar sama aku lagi," tulis Joanna.

Tiga hari kemudian, Raditya dirujuk ke RSUP Persahabatan. Sementara, Joanna dan sejumlah anggota keluarganya yang lain tetap di RSDC Wisma Atlet.

Saat itu Joanna menyatakan Radit harus dirawat di ICU. Tapi, Radit mengabarkan juga lewat unggahan media sosial bahwa dirujuknya dia bukan karena COVID-19, melainkan efek dari COVID-19 yang menyebabkan peradangan.

"Btw tadi pagi gue sudah di-swab dan hasilnya negatif. Tapi si COVID itu sempat bikin serangan sampai badan gue terjadi peradangan," tulis Raditya.

Kabar lanjutan, Joanna menulis tentang kondisi Raditya yang mengalami post-COVID dengan komorbid asma. Komorbid merupakan kondisi ketika seseorang mengalami dua atau lebih penyakit yang muncul bersamaan.

Istilah ini belakangan sering muncul dalam kasus COVID-19. Komorbid juga kerap disebut sebagai peningkat risiko kematian seorang pasien COVID-19.

Kabar Raditya makin memburuk. Joanna menjelakan badai sitokin yang tengah dialami Raditya. "He is going through a cytokine storm yang menyebabkan hyper-inflamation in his whole body ... Ditambah lagi ada infeksi bakteri yang lumayan kuat," tulis Joanna.

*Baca Informasi lain soal COVID-19 atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.

BERNAS Lainnya