JAKARTA – Kesalahan melafalkan huruf F dan V bisa terjadi kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja, termasuk Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi. Fenomena salah ucap ini menurut pakar disebut slip of tounge atau selip lidah.
Nama Budi Arie sedang ramai diperbincangkan warganet akhir-akhir ini, setelah Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) diserang hacker yang kemudian meminta tebusan hingga Rp131 miliar.
Tapi kali ini alasan Budi Arie menjadi sorotan karena hal lain, yaitu gegara salah melafalkan huruf V menjadi F. Hal ini terjadi saat rapat kerja Menkominfo bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2024).
“Berikut data backup yang detail. Jumlah VM atau Virtual Machine yang ter-backup di Surabaya 1.630 VM, 28,5 persen dari total kapasitas 5.709 VM,” kata Budi Arie ketika mengklarifikasi backup data di hadapan Komisi I DPR setelah terjadinya serangan terhadap PDNS di Surabaya beberapa waktu lalu.
Dalam penjelasan tersebut, pada VM pertama dan kedua, Budi Arie melafalkannya dengan ef em, sedangkan yang terakhir dilafalkan vi em.
Pelafalan Budi Arie langsung menjadi sorotan warganet. Banyak yang mempertanyakan kemampuannya, karena setingkat menteri bisa salah melafalkan V dan F.
“Bapak ini untuk membedakan huruf “F” dan “V” pada penyebutan VM saja tidak bisa. Apa yang bisa diharapkan dari menteri KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA-nya?” tulis akun @nasiuduk11.
Sedangkan akun lain juga ikut bingung dengan ucapan Budi Arie. “Ini lagi ngomongin Virtual Machine atau Family Mart ya?” kata @shidqirifat19.
Pengaruh Belanda
Abjad pertama kali diciptakan oleh Bangsa Funisia. Untuk tiap bunyi dalam bahasanya, mereka memakai sebuah lambang. Lambang-lambang ini kemudian dipakai oleh orang Yunani, yang menamakan huruf pertama dan kedua alpha dan beta. Kata alfabet yang berarti abjad berasal dari kedua kata itu.
Indonesia sendiri mengadopsi abjad Latin, yang terdiri dari 26 huruf seperti yang kita kenal sekarang. Dari 26 huruf tersebut terdiri dari lima huruf vokal dan 21 huruf konsonan. Huruf vokal disebut juga huruf hidup, yaitu A, I, U, E, dan O. Maka selebihnya adalah huruf konsonan atau huruf mati.
Dari 21 konsonan tersebut, terdapat 11 konsonan yang kadang sebagian individu keliru dalam melafalkannya, bahkan sampai sekarang hal itu masih sering terjadi. Namun yang paling sering bermasalah adalah saat melafalkan konsonan F, P, dan V.
Tidak hanya pelafalan, banyak orang juga masih keliru memakai F dan V dalam penulisan, utamanya pada kata-kata serapan. Contohnya adalah banyak yang menulis “aktifis” padahal kata yang benar adalah “aktivis” yang berasal dari bahasa Inggris “activist”.
Menurut Doktor Sastra Jawa Kuna lulusan Universitas Leiden, Revi Soekatno, dalam bahasa Latin dan banyak bahasa lainnya, huruf F dan V memiliki pelafalan berbeda. Bunyi /f/ adalah bunyi konsonan desis bibir-gigi nirsuara, sementara /v/ itu bunyi konsonan desis bibir-gigi bersuara.
Tapi dalam bahasa Indonesia, baik F dan V diucapkan seperti /f/ atau bahkan tidak jarang malah menjadi /p/. Dituturkan Revi, ini terjadi karena dalam bahasa Belanda, khususnya dialek Holland yang memiliki banyak penutur, bunyi /v/ diucapkan sebagai bunyi tanpa suara seperti /f/.
"Jadi karena kita mewarisi penggunaan abjad Latin dari Belanda beserta pengucapannya, pada akhirnya hal ini merupakan pengaruh Belanda," kata Revi.
Bukan Masalah Besar
Hal lain yang mungkin dialami Menkominfo Budi Arie saat itu adalah slip of tongue atau keselo lidah, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki makna salah mengucapkan, salah mengatakan.
Selip lidah merupakan kesalahan bicara yang paling sering terjadi karena tidak sadar. Terjadinya selip lidah disebabkan oleh kesulitan kognitif dan faktor sosial. Kesulitan kognitif terjadi karena beberapa faktor, kurangnya kosa kata, kurang penguasaan tata bahasa, dan kesulitan mengucapkan kata-kata.
Salah ucap bisa juga terjadi ketika sulit membedakan huruf F dan V pada suatu penggunaan kata, padahal sudah jelas antara F (dibaca: ef) dan V (dibaca: V).
Menurut pakar, kesalahan ini bisa terjadi kapan saja, di mana saja, dan siapa saja. Secara umum ini sebenarnya bukan masalah besar dan bisa terjadi karena ketidaksengajaan. Penuturnya bahkan mungkin saja tidak sadar telah melakukan kesalahan ucap. Namun kesalahan ini bisa juga disebabkan oleh faktor kelelahan, keletihan, kurang perhatian atau karena terlalu emosional.
BACA JUGA:
Kata Mahmud Fasya, pakar antropolinguistik Universitas Pendidikan Indonesia, sebenarnya tidak perlu kaget atau merasa lucu jika ada orang yang tidak bisa melafalkan huruf dengan benar, seperti yang diperlihatkan Budi Arie Setiadi.
“Karena memang jumlah bunyi dalam setiap bahasa itu berbeda,” jelas Mahmud.
Ia juga mencontohkan bagaimana orang Batak kesulitan melafalkan bunyi Eu atau orang Jawa yang menyebut Bandung dengan mbandung karena mereka memang kesulitan dengan bunyi B. Orang Bali juga disebut Mahmud kesulitan melafalkan huruf F, V, dan T.