JAKARTA - Negara Eropa seperti Italia, Spanyol, Prancis, dan Jerman kini menjadi negara-negara yang paling banyak kasus COVD-19. Namun, di tengah pemberitaan yang mengerikan terkait COVID-19, terdapat harapan dan pembelajaran yang muncul dari sebuah negara yang juga sempat berada di masa terburuk akibat COVID-19, yaitu Korea Selatan (Korsel).
Melansir Al Jazeera, Jumat 20 Maret, Korsel sempat menjadi negara di luar China dengan kasus COVID-19 tertinggi. Korsel mengonfirmasi pasien pertama dengan COVID-19 pada 20 Januari 2020. Namun, pada 18 Februari, seorang wanita atau yang disebut pasien ke-31 dengan COVID-19, dikenal sebagai "penyebar super" di negara itu.
Wanita tersebut ikut serta dalam acara-acara massal di sebuah kelompok agama di Gereja Shincheonji. Pasien 31 ini menularkan virus kepada jemaat lainnya serta penduduk lain di Kota Daegu. Tiba-tiba, kasus COVID-19 di Korsel melonjak drastis dalam rentang dua minggu. Puncaknya adalah pada 29 Februari, ketika dalam satu hari terdapat 800 lebih kasus baru COVID-19. Sebagian besar kasus baru berasal dari Kota Daegu.
Special thanks for the world's support on Koreans battling COVID-19 via the #Stay_Strong_Korea hashtag campaign.
Let's overcome COVID-19 together! #Stay_Strong_Korea#Stay_Strong_World#Defeat_COVID19_Together pic.twitter.com/FAEyFDWfQe
— The Office of President Moon Jae-in (@TheBlueHouseENG) March 13, 2020
Namun Pemerintah Korsel bertindak cepat dalam situasi tersebut. Di balik keberhasilannya, sejauh ini Korsel memiliki pengujian yang paling luas dan terorganisir dengan baik di dunia, dikombinasikan dengan upaya ekstensif untuk mengisolasi orang-orang yang terjangkit virus, melacak, dan mengarantina mereka yang kemungkinan berkontak dengan penderita COVID-19.
Pada saat keadaan memburuk, Pemerintah Korsel mampu menyelenggarakan tes COVID-19 lebih dari 10 ribu orang per hari, termasuk tes menggunakan sistem drive-thru dan bilik telepon konsultasi yang ditambahkan di rumah sakit. Semua tes yang dilakukan juga gratis.
Selain itu, siapa pun yang memiliki ponsel di negara itu juga akan menerima peringatan tentang "hotspot" COVID-19 terdekat di daerah mereka berada. Sehingga warga dapat menghindari area di mana virus diketahui banyak dan sangat aktif.
Tak lockdown
Tidak seperti negara lain, pemerintah Korsel memilih untuk tidak melakukan lockdown yang terlokalisir. Namun, mereka berfokus dengan pengujian dengan skala besar dalam upaya mengidentifikasi "hotspot" COVID-19.
Pemerintah dan masyarakat juga bekerja sama dengan menggerakkan social distancing. Sebagai salah satu dari tiga zona perawatan khusus, Kota Daegu menerima pasokan medis tambahan, staf, dan pasukan khusus mendisinfeksi jalanan.
BACA JUGA:
"Korsel adalah negara republik yang demokratis, kami merasa lockdown bukanlah pilihan yang masuk akal," kata Kim Woo-Joo, seorang spesialis penyakit menular di Universitas Korea.
Pemerintah Korsel juga membuat aplikasi yang memiliki GPS untuk memantau mereka yang berada di bawah karantina dan membunyikan alarm jika mereka pergi ke luar. Wisatawan yang memasuki negara tersebut juga diminta untuk mencatat gejala-gejala yang mereka alami jika merasa sakit di aplikasi tersebut.
The spirit of solidarity must be at the centre of our efforts to defeat #COVID19. We know that many countries face escalating epidemics & are feeling overwhelmed. We hear you. We know the tremendous difficulties you face & the enormous burden you’re under.https://t.co/MS4hFiS9uL
— Tedros Adhanom Ghebreyesus (@DrTedros) March 18, 2020
Di balik suksesnya tes COVID-19
Ketika para ilmuwan China pertama kali memublikasikan urutan genetik virus COVID-19 pada Januari, setidaknya empat perusahaan Korsel sudah mulai mengembangkan alat tes COVID-19, jauh sebelum Korsel mengalami wabah pertama.
Dikutip dari CNN, pada 16 Januari kepala eksekutif dan pendiri perusahaan bioteknologi molekuler Seegene bernama Chun Jong-yoon mengatakan kepada timnya bahwa sudah waktunya untuk mulai fokus pada virus corona. Persiapan yang mereka lakukan jauh sebelum virus membunuh ribuan orang di China dan penyakit tersebut resmi diberi nama COVID-19.
Jika beberapa negara membutuhkan perjuangan lebih untuk mendapatkan alat tes yang cukup untuk mendiagnosis pasien yang dicurigai COVID-19, Korsel menyediakan akses alat tes tersebut gratis dan mudah bagi siapa saja yang memerlukannya. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Korsel mengatakan, mereka memiliki 118 fasilitas yang dapat menguji dan melaporkan hasilnya.
Bahkan, seperti disinggung sebelumnya, Korsel juga meluncurkan fasilitas pengujian virus corona drive-thru, di mana pengendara bertemu dengan petugas kesehatan yang berpakaian lengkap dengan hazmat. "Mendeteksi pasien pada tahap awal sangat penting. Korea Selatan adalah masyarakat terbuka dan ingin melindungi kebebasan orang yang bergerak dan bepergian," kata Menteri Kesehatan Korsel Park Neung-hu.
Well done!
South Korea 🇰🇷 are now reporting more people recovering from corona than new cases. 250 000 people are tested. A hospital in Seoul implemented a virus testing facility resembling telephone booths to minimize social contact .
— Erik Solheim (@ErikSolheim) March 19, 2020
Pelajaran yang dapat dipetik, Korsel menghadapi COVID-19 dengan cepat dan tepat. Saat wabah merebak di China, Korsel tidak bersantai justru bersiap membuat alat tes dan terbukti kita wabah merajalela, Korsel sudah memiliki persiapan yang mumpuni.
Kita kerap takut akan lockdown, namun Korsel menunjukkan bahwa hal tersebut tidak perlu dilakukan. Satu hal yang pasti harus dilakukan; social distancing. Masyarakat Korsel sadar bahwa COVID-19 menular begitu cepat melalui kontak fisik, alih-alih liburan saat kantor dan sekolah ditutup, masyarakat Korsel memilih untuk berada di rumah dan jika terpaksa ke luar rumah, mereka akan berjaga jarak dengan orang lain sejauh dua meter.