JAKARTA – Artis Febby Rastanty secara blak-blakan mengaku jadi salah satu generasi sandwich. Meski demikian, mantan personel grup vokal Blink ini tidak merasa terbebani dengan status tersebut.
Generasi sandwich seringkali dianggap sebagai beban. Tapi tidak dengan Febby, yang justru lebih fokus pada hikmah yang dirasakan selama membiayai hidup keluarganya.
“Aku memang membiayai keluargaku, mamaku, adikku. Kalau menurut aku jadi sandwich generation ada untungnya juga, karena selain aku melihatnya sebagai lebih dini untuk berbalas budi kepada orangtua kita,” ujar Febby melalui potongan video yang dibagikan akun Instagram @podcatscewek.
Selain itu, dengan menjadi sandwich generation, Febby mengaku tanpa sadar ia dipaksa untuk pintar dalam mengatur keuangan. Harapannya adalah supaya tidak mengulang kesalahan yang sama sehingga membebani generasi selanjutnya.
Banyak Dialami Perempuan
Sandwich generation makin sering terdengar dalam beberapa tahun ke belakang, seiring dengan maraknya informasi seputar keuangan.
Namun, istilah ini sebenarnya pertama kali diperkenalkan pada 1981 oleh profesor sekaligus direktur praktikum University Kentucky, Lexington, Amerika Serikat, Dorothy A. Miller.
Secara singkat, sandwich generation atau generasi sandwich adalah istilah untuk orang yang harus bekerja di usia produktif, tapi tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, tapi juga orang lain.
Digunakan istilah sandwich karena golongan tersebut terjebak di antara kebutuhan ekonomi antargenerasi keluarganya seperti anak, orangtua, sampai mertua.
Mengutip Investopedia, sandwich generation merujuk kepada orang dewasa di usia 40 sampai 50-an, yang merawat orangtua dan anak-anak mereka sendiri di waktu bersamaan.
Kondisi tersebut dianalogikan seperti sandwich di mana sepotong daging terhimpit oleh dua buah roti. Roti tersebut diibaratkan sebagai orangtua (generasi atas) dan anak (generasi bawah), sedangkan isi utama berupa daging, mayones, dan saus yang terhimpit oleh roti diibaratkan diri sendiri.
Studi oleh Pew Research Center memprediksi satu dari tujuh penduduk AS di antara usia 40 dan 60 tahun secara bersamaan memberikan sejumlah bantuan keuangan kepada anak dan orangtua.
Dengan adanya tekanan tambahan dalam mengelola karier dan masalah pribadi, serta kebutuhan untuk berkontribusi pada masa pensiun, individu-individu generasi sandwich berada di bawah tekanan finansial dan emosional yang signifikan.
Bahkan dalam beberapa kasus, generasi baby boomers ini harus menunda masa pensiun karena adanya tambahan kewajiban keuangan.
Sekitar 12 persen orangtua di AS adalah generasi sandwich. Menurut studi yang sama, pekerja waktu penuh menghabiskan sekitar tiga jam di luar jam kerja mereka untuk mengurus orangtua dan anak-anak. Lebih dari setengah pengasuh adalah perempuan, dan perempuan seringkali menghabiskan lebih banyak waktu untuk merawat anak mereka dibandingkan pengasuh laki-laki.
Menurut Patty David, wakil presiden wawasan konsumen di American Association of Retired Persons (AARP), konsep generasi sandwich perlu diubah.
“Jika Anda mendefinisikannya, mereka (generasi sandwich) yang mengasuh orang yang lebih muda dan orang yang lebih tua,” kata David, disitat The Washington Post.
“Menurut saya ini bukan lagi soal usia. Ini tentang keadaan dan apa yang terjadi di dunia mereka,” David menambahkan.
Kesalahan Finansial Orangtua
Generasi sandwich memiliki beban hidup yang cukup, bahkan sangat berat. Mengapa generasi sandwich terjadi?
Mengutip laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada banyak faktor yang melatarbelakanginya, namun pada umumnya ini terjadi karena kegagalan finansial orangtua.
Bukan bermaksud sepenuhnya menyalahkan orangtua, tapi orangtua yang tidak memiliki perencanaan finansial yang baik untuk masa tua berpotensi menjadikan anak mereka sebagai generasi sandwich selanjutnya.
Seperti lingkaran yang tidak ada ujungnya, sang anak tersebut juga memiliki kans mengikuti jejak orangtuanya, sehingga menjadi orangtua tidak mandiri ke depannya. Siklus ini pada akhirnya akan terus berlanjut begitu saja.
Apakah rantai sandwich generation bisa dihentikan? Tentu saja, meski ini bukan perkara mudah. Butuh konsistensi dan usaha ekstra untuk dilakukan.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan sejak sekarang agar rantai generasi sandwich bisa terputus, misalnya memiliki tabungan rencana seperti untuk pernikahan, ibadah haji atau umrah, pendidikan, wisata, dan lainnya.
Selain itu, memiliki asuransi kesehatan serta mengurangi gaya hidup konsumtif juga penting dilakukan guna memutus rantai generasi sandwich.
Yang tidak kalah penting, menurut OJK adalah menyiapkan dana darurat, dana pensiun, dan pendidikan anak.
“Dana pendidikan tidak kalah penting sebagai upaya memutus mata rantai ini. Dengan dana pendidikan, orangtua dapat menyiapkan biaya pendidikan anak untuk masa depan sehingga meringankan beban di kemudian hari,” tulis OJK di laman resminya.
Namun, terlepas dari beratnya beban yang ditanggung para generasi sandwich, ada pelajaran berharga yang bisa dipetik dengan menjadi bagian dari kelompok ini, seperti yang dialami Febby.
BACA JUGA:
Menjadi bagian dari generasi sandwich menuntut Febby untuk pintar mengatur keuangan dan belajar agar tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan orangtuanya dulu dari sisi keuangan.
"Jadi lebih terdorong lagi untuk berpikir gimana caranya mengelola uang lebih baik, karena kan bagaimanapun kita nggak mau mengulangi kesalahan yang dibuat sama orangtua kita. Management uangnya kurang baik," papar perempuan 28 tahun itu.
"Gimana sih caranya untuk memitigasi, keuangan yang tidak baik, ya dengan caranya misalnya cobain investasi dari sekarang. Jangan kayak kebanyakan spending tapi saving (nabung) nya nggak ada sama sekali," pungkas Febby.