Bagikan:

JAKARTA – Konser Ed Sheeran yang dipindahkan dari Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) ke Jakarta International Stadium (JIS) menimbulkan polemik. JIS dinilai masih perlu melakukan sejumlah pembenahan, sementara calon penonton yang tidak puas dengan keputusan ini juga tak punya banyak pilihan. Seperti apa perlindungan hukum terhadap konsumen di Indonesia?

Hanya dua pekan sebelum digelarnya konser kedua Ed Sheeran di Jakarta, PK Entertainment selaku promotor memberikan pengumuman mengejutkan. Konser tersebut harus digeser ke JIS karena GBK akan menjadi tuan rumah pertandingan Timnas Indonesia melawan Vietnam pada laga Kualifikasi Piala Dunia 2026, 21 Maret mendatang.

Penyanyi dan penulis lagu Ed Sheeran. (Antara/instagram/teddysphotos)

"Kami menyadari pentingnya pertandingan sepak bola Timnas Indonesia, apalagi ketika Indonesia menjadi tuan rumah," kata Co-Founder and Chief Operating Officer of PK Entertainment yang menjadi promotor konser Ed Sheeran, Harry Sudarma, mengutip Antara.

Lebih lanjut, Harry memastikan pemindahan lokasi dari GBK ke JIS tidak akan mengubah konsep sensasi panggung 360 derajat ikonik yang merupakan standar global untuk konser bertajuk "Ed Sheeran + - = ÷ x Tour 2024".

Kurang Transportasi

Kendati demikian, perpindahan venue konser tetap menimbulkan kekecewaan dari sebagian pemilik tiket. Meski dapat menampung hingga 82 ribu orang, namun JIS disebut hanya menyediakan 1.200 tempat kantong parkir.

Selain tempat parkir yang terbatas jika dibandingkan kapasitas stadion, penonton saat itu juga mempermasalahkan akses menuju JIS yang sulit dijangkau transportasi umum. Hanya ada dua opsi transportasi umum yang bisa dipakai untuk mencapai JIS. Pertama menggunakan KRL menuju Stasiun Ancol atau Stasiun Tanjung Priok.

Namun dari kedua stasiun itu, penonton masih harus melanjutkan perjalanan dengan naik kendaraan seperti angkot, ojek, atau taksi online menuju JIS. Pasalnya jarak dari stasiun ke stadion masih sekitar 4 kilometer.

Cara kedua adalah menggunakan TransJakarta. Ada dua rute baru yang langsung membawa penonton ke JIS yakni JIS 014 (Senen-JIS) dan JIS 003 (Harmoni-JIS), namun keduanya hanya beroperasi sampai jam 22.00 WIB.

Bandingkan dengan GBK yang memang lebih mudah diakses melalui transportasi umum seperti Trans Jakarta, MRT, hingga KRL.

Timnas Indonesia berfoto bersama sebelum melawan Timnas Austalia pada babak 16 besar Piala Asia 2023 di Stadion Jassim Bin Hamad, Doha, Qatar, Minggu (28/1/2024). (Antara/Yusran Uccang/nym/aa)

Buruknya akses dari dan ke JIS sebenarnya pernah menjadi perhatian khalayak selepas konser Dewa 19 awal tahun lalu. Ketika itu, meski konser dianggap berjalan sukses namun tidak sedikit penonton kecewa karena kesulitan keluar dari area JIS selepas konser berdurasi empat jam tersebut.

Padahal, di setiap acara hiburan skala besar seperti konser, akses transportasi umum menjadi salah satu penunjang supaya penonton bisa sepenuhnya terhibur. Tidak hanya terhibur oleh si artis, tapi juga perjalanan yang nyaman dan tidak menyulitkan.

Pengamat dan pelaku pertunjukan musik Wendi Putranto mengakui JIS memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi supaya lebih nyaman bagi penonton.

“JIS memang masih banyak PR yg harus dibereskan terkait infrastruktur penyelenggaraan konser ya; misalnya terkait traffic, akses, parkir, transportasi publik, dan sebagainya,” kata Wendi saat dihubungi VOI.

Sebelumnya, Wendi juga menyoroti perihal konser Dewa 19 di JIS pada Februari 2023. Ia menilai konser tersebut seperti ‘kelinci percobaan’ untuk konser berskala besar di JIS ke depannya.

Ed Sheeran dalam konser pertamanya di Jakarta, yang digelar di Stadion Utama GBK pada 3 Mei 2019. (Dok. PK Entertainment)

Mantan wartawan musik ini bahkan menilai, bagi promotor yang terbiasa menangani konser berskala besar kemungkinan besar tidak memilih JIS sebagai venue, karena infrastrukturnya yang tidak memadai untuk menampung banyak orang.

“Jadi, bisa dibilang, ada kesalahan desain pada stadionnya sendiri,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) Dino Hamid menerangkan JIS merupakan stadion bertaraf internasional yang wajib terintegrasi dengan akses transportasi dan infrastruktur yang memadai. Tapi ia yakin, JIS akan menjadi tempat yang nyaman jika dua aspek tersebut diperbaiki.

“Persoalan JIS kemarin (selepas konser Dewa-19) murni belum siap akses transportasi umum dan infrastrukturnya. Kalau nanti visi itu semua sudah aman dan jadi, saya rasa akan proper,” kata Dino.

"JIS ini kan diapit sama permukiman, perkampungan. Jadi, memang faktor infrastruktur dan dukungan dari sisi transportasi harus sudah benar-benar mantap. Kalau tidak, akan terus menjadi seperti itu," sambungnya.

Bisa Dituntut Asal…

Pemindahan venue dari GBK ke JIS juga memancing kegeraman sejumlah fans Ed Sheeran. Tak sedikit di antara mereka merasa dirugikan sebagai penonton karena sedari awal penjualan tiket, GBK adalah venue yang dijanjikan pihak penyelenggara.

Mereka yang merasa dirugikan juga menandai akun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia @ylki_id untuk menumpahkan kekecewaan.

Menurut Pakar Hukum Pidana Masykur Isnan, konsumen bisa saja menuntut promotor secara hukum selama dirasa ada kerugian yang ditimbulkan akibat pemindahan venue tersebut.

“Bisa saja kemungkinan itu (promotor melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen) jika penyelenggara dirasa oleh konsumen merugikan dilihat dari sisi pemindahan tersebut, misalnya ada penambahan biaya dari tiket yang sudah dibeli atau ada dana tambahan dari konsumen akibat perubahan tersebut,” tutur Masykur Isnan saat dihubungi VOI.

Jika memang ada hal-hal yang dianggap merugikan, maka hal ini menurut Masykur Isnan bisa menjadi dasar hukum bagi konsumen untuk menuntut promotor.

Dari sisi promotor, ia menjelaskan bisa memberikan opsi refund atau kompensasi dalam bentuk lain supaya terhindar dari tuduhan melanggar hak-hak penonton.

Namun, Masykur Isnan menjelaskan, terkait indikasi penipuan perlu dikaji lebih jauh unsur pidana penipuan yang diduga terjadi. Kalaupun promotor terbukti melakukan pelanggaran seperti yang dituduhkan, bukan berarti penonton bisa mendapatkan ganti rugi.

“Perlu dilihat apakah memang ada niat jahat dari sisi promotor yang dilakukan tanpa alasan yang patut dan layak. Ini menjadi pembuktian yang perlu dilengkapi di awal,” katanya lagi.

“Perlu dicatat terkait pidana hanya dalam konteks memberikan sanksi pidana, bukan mendapat ganti kerugian. Sehingga perlu dilihat lebih jauh efektivitasnya dari sisi konsumen untuk melihat jalur pidana ini,” jelas pemilik Masykur Isnan & Partners Law Firm.