TikTok Shop Hadir Lagi: Harus Berdampak Positif untuk UMKM Indonesia, Bukan Sebaliknya
Ilustrasi - TikTok Shop kembali dibuka di Indonesia sejak 12 Desember 2023 dan diharapkan dapat mengembangkan bisnis UMKM. (Antara/Aditya Pradana Putra)

Bagikan:

JAKARTA – TikTok Shop resmi kembali dibuka. Peringatan hari belanja online nasional (Harbolnas) yang diselenggarakan pada 12 Desember 2023 sekaligus menandai comeback e-commerce yang kini bekerja sama dengan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).  

Rumor kembalinya TikTok Shop sebenarnya sudah tercium sejak sebulan lalu. Dan, desas-desus tersebut pun menjadi kenyataan setelah TikTok Shop menggelontorkan dana 1,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp23,2 triliun ke Tokopedia dan menjadi pemegang saham pengendali sebesar 75,01 persen. Dengan demikian, bisnis Tokopedia dan TikTok Shop Indonesia akan dikombinasikan di bawah PT Tokopedia.

Sebelum ini, TikTok Shop sempat ditutup oleh Pemerintah Indonesia pada 4 Oktober 2023 karena melarang transaksi belanja online di platform media sosial.

Ilustrasi - TikTok Shop kembali hadir di Indonesia setelah berkolaborasi dengan GoTo. ((Unsplash/Solen Feyissa)

TikTok Shop dianggap melanggar Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik, yang melarang transaksi jual beli di media sosial.

Keluhan para pedagang di Pasar Tanah Abang melatarbelakangi diberlakukannya peraturan tersebut pada September 2023. Saat itu pedagang di Pasar Tanah Abang mengaku penghasilan mereka turun drastis usai dihantam gelombang pandemi COVID-19 dan gempuran toko digital.

Kemungkinan Picu Monopoli

Keputusan TikTok Shop menggandeng Tokopedia menimbulkan pertanyaan, apakah ini dapat memicu monopoli industri e-commerce Tanah Air?

Menurut Direktur Ekonomi Digital Center of Law and Economic Studies (Celios) Nailul Huda, tidak akan terjadi monopoli e-commerce dengan adanya kerja sama TikTok Shop dan Tokopedia, karena pangsa pasar keduanya masih sama.

“Saya rasa bukan monopoli, karena pangsa dari Shopee masih bisa dikatakan sama dengan Tokopedia. Kehadiran TikTok akan menjadi senjata Tokopedia untuk melawan live shoppingnya Shopee,” kata Nailul kepada VOI.

Sebelum TikTok Shop secara resmi kembali buka di Indonesia, Nailul Huda mengatakan kolaborasi dengan Tokopedia akan berdampak positif.

Seorang konsumen mengunakan gawainya untuk berbelanja secara online. (Antara/Shutterstock/Phunkod/am)

“Rencana dibukanya kembali Tiktok Shop ini tentu akan memberikan pandangan positif, karena bisa digunakan masyarakat untuk berjualan. Itu potensinya sangat besar, asalkan TikTok memenuhi regulasi yang sudah ada,” jelas Nailul pada 30 November 2023.

Nailul menambahkan, kembalinya TikTok Shop dapat menjadi opsi bagi masyarakat untuk berdagang secara daring. Apalagi, TikTok Shop memiliki pengguna setia yang sudah menantikan kembalinya mereka dalam selama dua bulan ke belakang.

“Ekosistem yang ada di Tiktok menjadi salah satu kekuatan Tiktok, terlebih apabila Tiktok Shop ingin bergabung dengan e-commerce lokal. Ini akan menjadi salah satu senjata untuk bersaing dengan e-commerce lainnya,” Nailul menjelaskan.

Perlunya Penanda Produk Lokal

Tren berbelanja daring meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak pandemi COVID-19. Sayangnya, lonjakan aktivitas belanja online tidak berbanding lurus dengan meningkatnya konsumsi produk UMKM. Hal ini pula yang disinyalir membuat keterlibatan pelaku UMKM di ajang Harbolnas 2023 tak terlalu signifikan. 

Rendahnya keterlibatan UMKM dalam gelaran Harbolnas 2023 mendapat sorotan dari Sekjen Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero. Ia mengatakan pelaku UMKM yang melek digital di Indonesia sudah mencapai 23 juta, namun hanya 517 ribu di antaranya yang mengikuti kegiatan Harbolnas. Ini artinya, kegiatan Harbolnas yang nilai transaksinya diprediksi mencapai Rp25 triliun hanya sedikit dinikmati oleh UMKM.

Edy mengatakan, sedikitnya UMKM yang menikmati Harbolnas karena masyarakat kita lebih menyukai produk luar negeri yang harganya jauh lebih murah.

“Bagaimana kita mengedukasi masyarakat Indonesia untuk cinta dan bangga produk Indonesia sudah terjadi zaman Presiden Soeharto, sejak puluhan tahun lalu, tapi hasilnya begini-begini saja,” kata Edy.

Pelaku UMKM menata hasil kerajinan daur ulang saat pameran UMKM di Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (21/11/2023). (Antara/Yulius Satria Wijaya/nym)

“Yang harus kita lakukan adalah wajib hukumnya harus belanja produk nasional, produk lokal,” imbuhnya.

Kesulitan pelaku UMKM bersaing dengan produk impor yang terus memenuhi e-commerce dalam negeri juga diakui Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki. Hal ini membuat masyarakat memilih berbelanja ke pedagang yang menjajakan produknya dengan harga lebih murah, bahkan terkesan tidak logis.

Akibatnya, sekitar 90 persen produk impor yang dipasarkan di e-commerce di Indonesia ternyata dijual oleh pelaku UMKM yang tidak memiliki produk sendiri atau reseller. Pelaku UMKM reseller terpaksa melakukan praktik tersebut karena hasil produksi mereka kesulitan bersaing dari segi harga dengan produk impor.

Dengan dibukanya kembali TikTok Shop di Indonesia, besar harapan agar pelaku UMKM tidak lagi tersisih di platform jual beli online. Ini bukan perkara mudah memang, karena dibutuhkan kerja sama berbagai pihak, termasuk Pemerintah Indonesia. Nailul Huda menjelaskan apa yang perlu dilakukan supaya bisnis UMKM tetap bergairah di tengah gempuran produk impor berharga murah.

Salah satu yang menjadi perhatian Huda adalah pentingnya tagging atau penanda pada sebuah produk yang dijual di e-commerce. Dengan adanya tagging tersebut, diharapkan membuat calon pembeli lebih mudah mengenali mana produk lokal, mana produk impor. Karena sejauh ini menurut Huda, masih banyak toko online yang menjual barang impor, namun tetap disebut sebagai produk lokal. 

"Sejauh ini belum ada tagging barangnya ini made-in mana? Sebelumnya kami telah menyampaikan ke Kementerian Perdagangan mengenai perlunya tagging untuk bisa mengetahui proporsi barang impor dan barang lokal yang ada di e-commerce," Huda menjelaskan. 

"Barang impor yang ada di e-commerce sangat banyak sekali dan merugikan UMKM," kata Huda menandaskan.