Benarkah Ancaman PHK Massal Masih Terjadi Tahun Ini?
Pemerintah harus mampu menekan angka pengangguran yang sudah mencapai 8,4 juta orang pada 2022. (Antara/M Ibnu Chazar/foc/aa)

Bagikan:

JAKARTA – Kondisi tenaga kerja Indonesia masih mengalami ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Sejumlah sektor usaha, khususnya di bidang teknologi dan usaha manufaktur masih melakukan penyesuaian menghadapi situasi pasar yang belum kondusif.

Badai PHK di perusahaan teknologi sudah berlangsung setidaknya sejak awal 2022. Emiten teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk melakukan perampingan dengan memutus hubungan kerja 1.300 karyawannya.

Shopee Indonesia, Tokocrypto, Indosat Ooredoo Hutchinson, JD.ID, Mamikos, LinkAja, SiCepat, Ruangguru, dan sejumlah perusahaan teknologi lain juga melakukan hal sama.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan setidaknya ada 20 perusahaan yang tersebar di sektor fintech, ecommerce, dan agritech yang melaporkan PHK.

“Sampai saat ini pun, perusahaan-perusahaan tersebut belum sepenuhnya pulih. Masih terus berjaga-jaga mengantisipasi masa-masa yang penuh ketidakpastian. Belum lagi di industri tekstil, pada Agustus 2022 saja, menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), terjadi pengurangan jumlah tenaga kerja dari 1,13 juta menjadi 1.08 juta tenaga kerja,” kata Bhima kepada VOI pada 18 April lalu.

Namun, data Dana Moneter Internasional (IMF) yang dipetakan Visual Capitalist justru memprediksi tingkat pengangguran di Indonesia pada 2023 hanya mencapai 5,3 persen.

Gelombang PHK melanda industri padat karya akibat penurunan drastis nilai ekspor. (Antara/Raisan Al Farisi)

Bila persentase tersebut merujuk dari populasi angkatan kerja Indonesia yang jumlahnya mencapai 143,72 juta orang berdasar Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), berarti ada 7,6 juta pengangguran pada 2023. Angka ini menandakan kondisi sudah kembali ke masa sebelum pandemi.

Tingkat pengangguran di Indonesia pada 2015-2019, menurut data BPS berkisar di angka 7 jutaan. Pada Agustus 2015 sebanyak 7,56 juta orang, Agustus 2016 sebanyak 7,03 juta orang, Agustus 2017 sebanyak 7,04 juta orang, Agustus 2018 sebanyak 7 juta orang, dan Agustus 2019 sebanyak 7,05 juta orang.

Lalu, meningkat drastis per Agustus 2020, tepatnya ketika pemerintah sudah memutuskan status pandemi. Jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 9,77 juta orang.

Namun, periode berikutnya menurun menjadi 9,1 juta orang per Agustus 2021 dan 8,42 juta orang per Agustus 2022.

Benar atau tidaknya perkiraan tersebut, pemerintah harus tetap waspada menyikapi masa penuh ketidakpastian saat ini. Langkah antisipasi yang penting dilakukan menurut Bhima, dengan menjaga daya beli masyarakat kelas menengah bawah.

“Bila tidak, ekonomi Indonesia akan sangat rentan terhadap tekanan eksternal,” imbuh Bhima.

Menumbuhkan Iklim Investasi

Pengangguran adalah permasalahan serius yang bisa berdampak buruk terhadap perekonomian suatu negara. Bila masyarakat tak memiliki pekerjaan, daya beli akan menurun dan pendapatan nasional juga akan anjlok.

Pada akhirnya, kondisi tersebut akan merembet ke permasalahan sosial. Menghindari itu, pemerintah harus memastikan ekonomi dapat tumbuh seimbang dengan pertumbuhan angkatan kerja. Sehingga jumlah lapangan kerja yang tersedia mencukupi dengan jumlah para pencari kerja.

Sejauh ini, pemerintah sudah berupaya untuk menumbuhkan iklim investasi yang kondusif di Indonesia dengan menghadirkan produk hukum terbaru, semisal Perppu Nomor 2 Tahun 20022 tentang Cipta Kerja.

Dalam poin pertimbangannya, Perppu Cipta Kerja dapat memberikan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan pelindungan dan kesejahteraan pekerja

Sehingga mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi serta adanya tantangan dan krisis ekonomi global yang dapat menyebabkan terganggunya perekonomian nasional.

Presiden Joko Widodo mengucapkan Selamat Hari Buruh Internasional 2023. (BPMI Setpres)

“Dengan meningkatkan jumlah investasi dari dalam dan luar negeri, kesempatan kerja akan semakin luas, angka pengangguran berkurang, dan kesejahteraan buruh serta tenaga kerja di Tanah Air meningkat,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam keterangannya pada Hari Buruh 2023.

Selain itu, upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), baik dengan pengembangan pendidikan vokasional maupun peningkatan keterampilan tenaga kerja juga menjadi hal penting.

Upaya upskilling dan reskilling buruh dan tenaga kerja terus dilakukan melalui program prakerja, serta melalui Balai Latihan Kerja yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan industri.

Untuk itulah, Presiden mengajak seluruh pemangku kepentingan memanfaatkan momentum Hari Buruh untuk mewujudkan itu semua.

“Momentum ini harus kita manfaatkan untuk terus memperluas kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan buruh dan pekerja, melindungi hak buruh dan pekerja, serta meningkatkan produktivitas dan daya saing nasional,” ujar Presiden.

“Selamat Hari Buruh Internasional 2023,” imbuh Presiden Jokowi.