Nyawer adalah Ekspresi Suka Cita dan Rasa Syukur, Bukan Sebuah Dosa
Blackpink dalam konser "BLACKPINK World Tour [BORN PINK]" di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada 11-12 Maret 2023. (Antara/Suci Nurhaliza/aa)

Bagikan:

JAKARTA – Indonesia tidak hanya memiliki kekayaan alam berlimpah, namun juga tradisi unik yang ada dalam setiap sendi kehidupan masyarakatnya. Salah satunya adalah sawer atau nyawer yang dapat diartikan sebagai memberikan sesuatu dengan cara melemparkan.

Nyawer dipahami sebagai sebuah bentuk ekspresi suka cita. Bahkan dalam beberapa komunitas masyarakat, aksi tersebut diyakini sebagai ungkapan rasa syukur dan bermakna baik.

Tindakan nyawer sering dijumpai di dalam seni pertunjukan panggung tradisional. Namun kebiasaan tersebut ternyata tidak hilang dalam tontonan panggung era milenial, termasuk yang terjadi saat konser girlband Blackpink di Stadion Utama GBK Senayan 11-12 Maret 2023.

Menyaksikan langsung idola tampil di atas panggung, berdendang dan bergoyang bersama tentu menjadi kebanggaan tersendiri. Namun, bagi sebagian orang itu saja tak cukup. Sangking ‘menggilai’ sang idola, ada yang sampai menyiapkan beragam barang sebagai hadiah untuk diberikan.

Seperti yang terjadi dalam konser Blackpink di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta pada hari kedua, 12 Maret 2023. Seorang Blink, sebutan untuk fans Blackpink melempar boneka berukuran kecil ke arah personel Blackpink, Jennie dan Rose ketika tengah menyanyikan lagu ‘Stay’.

Fans All Time Low, band asal Amerika Serikat melempari bra ke atas panggung saat konser di Tennis Indoor Senayan pada 4 Agustus 2010. (Kapanlagi)

Pemandangan tersebut sebenarnya hal yang lazim terjadi dalam setiap konser musik. Tidak hanya boneka, ada juga fans yang memberikan bunga, bingkisan kado, surat, bahkan pakaian dalam.

Hampir setiap artis pernah mengalaminya. Lee Hongki ketika konser di Meksiko pada 2015 dilempari bra oleh fansnya. Hongki merespon dengan mengambil bra dan ditempelkan ke dadanya hingga membuat penonton yang hadir dalam konser tersebut tertawa.

Hal serupa juga sering terjadi ketika konser band-band rock. Axl Rose vokalis Guns N Roses, atau Jon Bon Jovi saat masa jayanya sering mendapat bunga yang dilemparkan ke atas panggung ketika konser. Tak cukup dengan barang, sejumlah fans wanita bahkan sampai mengangkat kaos untuk menunjukkan payudaranya kepada kedua rockstar tersebut.

Di Indonesia, mungkin tidak terlalu vulgar, paling hanya buka bra tanpa melepas kaos. Ingatkah dengan konser All Time Low, band asal Amerika Serikat di Tennis Indoor Senayan pada 4 Agustus 2010? Bra warna-warni bertuliskan pesan singkat atau nomor pin BlackBerry berserakan di atas panggung.

Penyanyi dangdut Mimie Fahra disawer oleh seorang penggemar. (Visual Indonesia)

Gitaris All Time Low, Jack Barakat mengambil bra-bra tersebut dan menggantungkannya di stand mic.

Meski seolah sudah menjadi tren, melemparkan hadiah ke atas panggung tak selamanya membuat sang idola senang. Ada kalanya justru mengganggu sang idola.

Di konser Blackpink, Jennie tetap mengambil boneka itu dan memindahkannya ke samping panggung. Sementara, Rose berusaha menegur penonton dengan melambaikan tangan sambil tersenyum, seolah memberikan peringatan agar jangan lagi melemparkan sesuatu ke panggung.

"Muka Jennie auto bete," tulis seorang Blink di Twitter pada 12 Maret 2023.

Pegiat Twitter lainnya menganggap itu merupakan perilaku norak, "Sekelas VIP tapi kelakuan kayak anak nonton konser dangdut di kampung, pake segala nyawer boneka.”

Nyawer Sebagai Tradisi

Aksi nyawer memang banyak ditemui saat pertunjukan musik atau jenis kesenian panggung lain di Indonesia. Hadiah yang diberikan umumnya adalah uang. Namun dapat juga berwujud beras, rokok, bahkan ayam.

Penonton naik ke atas panggung berjoget bersama dengan penyanyi atau penari sambil menyelipkan lembaran uang kertas satu per satu ke sela jari atau bagian-bagian tubuh lainnya.

Namun, dasarnya bukan mengidolakan, melainkan hanya bentuk terimakasih atas hiburan yang telah disuguhkan.

Sawer dalam pertunjukan telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Kegiatan ini, menurut Michael H.B. Raditya dalam ‘Paradigma Jurnal Kajian Budaya Vol 12 No.2 (2002)’, tumbuh dalam seni hiburan rakyat yang sarat dengan goyangan dan tarian.

Seperti dalam kesenian tari Sintren dan Ronggeng di pesisir Pulau Jawa , Tandha di Madura, Jarang Bodhag di Probolinggo, Bajidor di Karawan dan Subang, Lengger di Wonosobo, Ledek di Gunung Kidul, dan Jaipong di Jawa Barat.

Nyawer di pertunjukan seni tari tradisional Jaipong. (Tangkapan layar YouTube Lembur Kuring)

Seiring waktu, tak hanya pertunjukan tari, sawer juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pertunjukan musik dangdut. Bahkan kini, banyak pula yang nyawer di beberapa platform seperti YouTube, Instagram, TikTok, Bigo, dan Facebook.

Namun sebagai tradisi, dalam kenyataannya sawer tak hanya sebatas seni pertunjukan. Sejumlah fakta lain juga menyebut sawer merupakan ritual dalam rangkaian upacara perkawinan adat Sunda.

“Ada dua tafsir atas sawer, yakni sawer pada seni pertunjukan dan sawer pada ritual pernikahan. Keduanya memiliki makna yang berbeda,” kata Michael.

Sebagai ritual, sawer dimaknai sebagai nasihat untuk pengantin dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Dilaksanakan setelah akad nikah.

“Nasihat terutama mengamanatkan agar manusia (pengantin) berperilaku baik dalam hubungan kekeluargaan, suami istri, hubungan sosial, teguh pendirian, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,” tulis Aam Masduki dalam jurnal, 'Sawer Penganten Tuntunan Hidup Berumah Tangga di Kabupaten Bandung'.

Sambil membacakan nasihat, juru sawer melemparkan uang receh, beras, irisan kunyit, permen, dan lipatan daun sirih kepada warga yang menyaksikan sebagai ungkapan rasa syukur.

Grup lawak Srimulat yang sangat akrab dengan tradisi nyawer dalam setiap pertunjukan mereka. (Dok. Herry Gendut Janarto)

Masing-masing barang itu memiliki makna tersediri. Seperti uang sebagai simbol kemakmuran, beras sebagai simbol kesejahteraan, dan permen sebagai keharmonisan keluarga.

Sedangkan kunyit lambang dari emas agar rumah tangga dihargai oleh orang lain, dan lipatan daun sirih melambangkan keterbukaan antar suami-istri dalam kondisi senang ataupun susah.

Seiring waktu tradisi itu juga bergeser, tidak hanya khusus dalam acara pernikahan. Masyarakat Desa Cikuya, Brebes, Jawa Tengah juga melakukan tradisi nyawer dalam acara sunatan, lahiran, pembuatan rumah, dan kegiatan-kegiatan selametan lainnya.

Jadi jangan memandang sawer atau nyawer sebagai aksi negatif. Nyawer bukanlah sebuah dosa.