JAKARTA – Munculnya polemik mengenai keikutsertaan Timnas Israel di Piala Dunia U20 2023 Indonesia, menurut pengamat politik Universitas Muhammadiyah Malang, Hutri Agustino menandakan Indonesia belum terlalu siap untuk menjadi tuan rumah.
Sebab, setiap penyelenggaraan turnamen sepak bola di negara manapun tidak melulu menyoal pertandingan selama 90 menit. Tetap ada persoalan-persoalan diplomatik, politik, dan budaya yang selalu muncul.
Tengok penyelenggaraan Piala Dunia 2022 Qatar. Ada sejumlah pihak yang ingin menjadikan ajang sepak bola sebagai wadah kampanye gaya hidup LGBT meski akhirnya mendapat penolakan tegas dari pemerintah Qatar. Lalu, lihat sikap Timnas Iran yang awalnya enggan menyanyikan lagu kebangsaan ketika memulai pertandingan melawan Inggris sebagai bentuk protes terhadap rezim yang berkuasa di Iran.
“Itu bukti jelas penyelenggaraan turnamen sepak bola tak hanya soal hal-hal teknis. Artinya, ketika Indonesia berkomitmen mendeklarasikan diri menjadi tuan rumah, permasalahan itu semestinya sudah dapat diredam sejak jauh-jauh hari,” tuturnya kepada VOI pada 13 Maret 2023.
“Apalagi Indonesia sudah memiliki aturan tegas terkait Israel di Permenlu Nomor 3 Tahun 2019. Jadi, harusnya sudah diantisipasi sejak awal. Jangan ketika muncul polemik, baru semua bersuara,” Hutri melanjutkan.
Permenlu Nomor 3 Tahun 2019 menegaskan Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Sehingga tidak diizinkan untuk mengibarkan bendera dan atribut, termasuk mengumandangkan lagu kebangsaan Israel di Indonesia.
Sementara peraturan protokol FIFA, semua pertandingan di kompetisi sepakbola antarnegara seperti Piala Dunia, Piala Eropa, Copa América, Piala Asia, sampai yang selevel Piala AFF diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan masing-masing.
Sehingga, kata Hutri cara terbaik saat ini adalah berdiplomasi dengan FIFA mengenai diskresi terhadap permasalahan tersebut. Masyarakat perlu memahami, risiko sanksi yang akan didapat bila pemerintah atau PSSI menganulir kehadiran Israel.
“Terlebih, penyelenggaraan Piala Dunia U20 2023 ini menjadi momentum membangun kembali kepercayaan dunia terhadap pesepakbolaan Tanah Air yang sempat runtuh akibat tindakan kekerasan sebelumnya,” tutur Hutri.
Lagi pula, yang mengundang Israel hadir di Piala Dunia U20 2023 bukanlah Indonesia melainkan FIFA. Penyelenggaraan Piala Dunia ranahnya FIFA, dan Israel merupakan anggota FIFA yang telah dinyatakan lolos kualifikasi untuk ikut Piala Dunia U20 2023 di Indonesia.
Sehingga kata pengamat sepak bola nasional Kesit Budi Handoyo, sebagai tuan rumah sudah semestinya Indonesia memfasilitasi seluruh kontestan Piala Dunia U20 2023. Tinggal bagaimana mekanisme pengamanan yang akan diterapkan. Bisa saja menempatkan Israel di Kota Bali dan hanya bermain di Stadion Kapten I Wayan Dipta Bali untuk meminimalisasi resistensi.
“Kalau memang Pemerintah meminta tidak menghendaki bendera Israel berkibar dan lagu kebangsaan Israel diperdengarkan, Kemenlu bisa berkonsultasi dengan FIFA melalui PSSI. PSSI harus bisa menjelaskan bahwa ini kebijakan pemerintah Indonesia. Bila FIFA sudah menyetujui, Israel sebagai anggota juga akan patuh,” jelasnya kepada VOI pada 13 Maret 2023.
Adapun soal suporter Israel yang hadir, Indonesia bisa menerapkan apa yang dilakukan Qatar ketika menyikapi atribut pelangi.
Tantu lain ladang lain belalang. Sudah menjadi kewajiban untuk pengunjung menghormati hukum dan kebudayaan masyarakat negara yang dikunjunginya.
“Begitu pula untuk para penonton, suporter, pemain, atau ofisial tim, kalau memang pemerintah memutuskan melarang segala macam atribut dan bendera Israel, mereka juga harus patuh,” tambah Kesit.
Momentum Strategis
Hutri menilai konteksnya saat ini bukan lagi menolak atau menerima Israel. Melainkan bagaimana menjadikan penyelenggaraan Piala Dunia U20 2023, sebagai wadah membangun komitmen bersama atas perdamaian di Timur Tengah. Ini jauh lebih penting dan edukatif.
Tidak pula bergeser dari pedoman Indonesia untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Masyarakat Indonesia harus bisa menunjukkan kepada dunia arti toleransi yang telah menjadi bagian dari budaya Indonesia.
“Tunjukkan kepada dunia bahwa kita bangsa yang beradab, bangsa yang toleran terhadap perbedaan, dan bangsa yang menjunjung tinggi perdamain. Inilah momentum strategis mengampanyekan perdamaian,” kata Hutri.
Mungkin bisa dengan diskusi publik dengan Timnas Israel saat waktu senggang. Atau lewat podcast misalnya yang mempertemukan perwakilan antara Israel dan Indonesia,” tambahnya.
Hutri meyakini belum tentu Tim Israel memiliki pemikiran sama dengan pemerintahnya. Bisa saja mereka sebenarnya menentang aksi pengambilalihan pemukiman di tepi barat Palestina.
“Ini menarik, gaung Piala Dunia nantinya bisa kalah dengan hasil podcast itu,” ucap Hutri.
Lagipula, kalau memang masyarakat Indonesia mengutuk Israel sebagai bangsa penjajah, menurut Hutri, mengapa hal serupa tidak ditunjukkan kepada Rusia yang menginvasi Ukraina. Mengapa tidak ditunjukkan pula kepada Belanda atau Jepang.
“Padahal, Belanda dan Jepang jelas telah menjajah dan merugikan kita sebagai bangsa. Ini hanya sekadar renungan. Toh dengan keikutsertaan Israel di Piala Dunia U20 2023, pandangan Indonesia terkait dukungan untuk Palestina tidak berubah seperti yang sudah dinyatakan pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri,” kata Hutri menandaskan.