JAKARTA - Ditetapkannya Lanud Raden Sadjad di Kabupaten Natuna sebagai lokasi karantina bagi warga Indonesia yang baru dijemput pemerintah dari Kota Wuhan, China akibat virus corona menuai gelombang protes dari pemerintah dan masyarakat setempat.
Mereka takut terpapar virus corona walau pemerintah pusat mengatakan warga Indonesia yang ada di lokasi karantina itu dinyatakan sehat. Akibat gelombang protes itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD kemudian memanggil sejumlah pihak.
Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, serta Bupati dan Wakil Bupati serta anggota DPRD Kabupaten Natuna merapat ke dalam rapat yang digelar di Kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa, 4 Februari.
Usai rapat, Mahfud kemudian menyampaikan kepada media soal adanya keterlambatan informasi untuk Pemkab Natuna terkait lokasi karantina bagi warga Indonesia yang baru saja dijemput. Keterlambatan informasi ini terjadi karena perkembangan informasi yang begitu cepatnya.
"Memang terjadi semacam, bukan miskomunikasi, ya. Keterlambatan informasi. Karena perkembangan berlangsung begitu cepat. Sehingga, pemerintah begitu mendapat greenlight untuk memulangkan WNI kita dari Wuhan itu langsung bekerja cepat dan memutuskan mengambil tempat di Natuna yang dianggap tempat yang paling mudah, paling aman, dan dekat dengan instansi militer," kata Mahfud.
BACA JUGA:
Walau sempat terjadi keterlambatan informasi, bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menjamin keberadaan tempat karantina di Kabupaten Natuna tak akan membahayakan masyarakat sekitar. "Bahkan di samping menjamin secara resmi, Bapak Menteri Kesehatan tadi mengatakan menjaminkan badannya," tegasnya sembari menambahkan komunikasi akan terus dilakukan agar kesalahpahaman ini bisa segera diselesaikan.
Koordinasi lemah
Terkait sengkarut lokasi karantina itu, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai hal tersebut merupakan bukti nyata dari lemah dan tak optimalnya koordinasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang menyebabkan mereka gagap dengan situasi yang serba cepat ini.
"Munculnya kegaduhan ini karena tidak adanya koordinasi antara kementerian dan lembaga. Harusnya ketika diputuskan tenpat itu jadi lokasi karantina, perangkat di daerah bekerja secara cepat," kata Trubus kepada VOI lewat sambungan telepon, Selasa malam, 4 Februari.
Dia menilai, tak ada sosialisasi bagi masyarakat di Natuna terkait kegiatan karantina yang hanya berjalan selama dua minggu sesuai standar World Health Organization (WHO). Padahal, pemerintah harusnya terus melakukan sosialisasi walaupun waktu begitu sempit.
BACA JUGA:
"Menurut saya naif jika ada pernyataan waktunya berjalan cepat. Meski Natuna itu masyarakatnya tidak sebesar Jakarta, tapi teknologi kan sudah menjangkau ke daerah. Sehingga harusnya hal ini (teknologi komunikasi) menjadi perangkat agar pemerintah pusat dan daerah bisa saling berkoordinasi dengan baik," kata Trubus.
Selain itu, Trubus juga menyoroti sejatinya pemerintah pusat memiliki cukup waktu untuk memberitahu Pemkab Natuna sebelum warga Indonesia dari Wuhan, China itu sampai ke lokasi karantina. Namun, yang terjadi tidak demikian.
Kinerja Mendagri Tito Karnavian juga disinggung Trubus. Menurut dia, eks Kapolri tidak bekerja optimal. Alasannya, setelah diputuskan lokasi karantina di Natuna, harusnya Tito berkomunikasi dengan jajarannya untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi serta edukasi terkait karantina.
"Ini kan tiga-tiganya tidak dijalankan oleh Mendagri. Sehingga masyarakat Natuna yang membayangkan virus corona ini sebagai sesuatu yang mengerikan akibat minimnya informasi kemudian menjadi resisten," jelas dia.
"Coba kalau misalnya pemerintah pusat mengomunikasikan dengan baik, sekaligus mengedukasi masyarakat saya rasa hal ini tak akan ada," tambahnya.
Penilaian Trubus ini bisa jadi ada benarnya. Sebab, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal menyatakan dia tahu daerah yang dipimpinnya menjadi lokasi karantina bukan lewat jalur resmi melainkan dari media.
"Sebelumnya belum ada (pemberitahuan dari pemerintah pusat). Kita terus terang saja, belum ada. Kami memang dapat berita itu semuanya hari Sabtu, 1 Februari dari media elektronik dan dari staf saya," ungkapnya.
BACA JUGA:
Diberitakan, pemerintah telah memulangkan 238 Warga Negara Indonesia (WNI) dari Wuhan, Provinsi Hubei, China, terkait serangan virus corona. Ratusan orang ini tiba pada Minggu, 2 Februari di Bandara Hang Nadiem, Batam dan kemudian diterbangkan ke Lanud Raden Sajak di Natuna, Kepulauan Riau guna menjalani serangkaian medis selama dua pekan.
Jumlah ini berkurang sebanyak tujuh orang dari angka awal yaitu, 245 orang. Penyebabnya, sebanyak empat orang enggan kembali ke Indonesia karena alasan keluarga.
Sedangkan tiga lainnya dinyatakan tidak dalam kondisi sehat sehingga tidak diperbolehkan keluar dari kawasan Wuhan, China. Meski tak boleh kembali ke Indonesia, pemerintah menyatakan Kementerian Kesehatan China akan bertanggungjawab pada tiga orang tersebut dan meyakini mereka tidak terpapar virus corona.