JAKARTA - Ketika kasus COVID-19 di Indonesia melewati angka setengah juta, dan menjadi wabah terbesar di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia pun tergelincir ke dalam resesi ekonomi. Akibatnya, puluhan orang yang masuk daftar orang terkaya Indonesia 2020 versi majalah Forbes mengalami penyusutan kekayaan.
Namun, sederet taipan justru muncul mencuri perhatian di saat puluhan orang lainnya dilaporkan mengalami penurunan kekayaan dari tahun lalu. Pada Kamis, 10 Desember, Forbes merilis daftar 50 orang terkaya di Indonesia. Dampak dari pandemi terlihat jelas apabila melihat kalkulasi harta para crazy rich Indonesia tersebut.
Terlepas dari penurunan ini, kekayaan kolektif orang-orang super kaya di Indonesia hanya turun 1,2 persen dari daftar tahun lalu menjadi 133 miliar dolar AS.
Penurunan tercermin dari penyusutan kekayaan dari tahun lalu yang dialami oleh 28 dari total 50 orang terkaya Indonesia. Sisanya, 18 orang mengalami kenaikan kekayaan dan empat orang kekayaannya tidak bergerak dari tahun lalu.
Budi dan Michael Hartono Masih Jadi yang Terkaya
Hartono bersaudara masih menempati posisi pertama paling kaya di Indonesia. Kini mereka memiliki kekayaan 38,8 miliar dolar AS atau setara Rp547,8 triliun (asumsi kurs Rp14.100 per dolar AS).
Budi dan Michael Hartono termasuk di antara kelompok taipan yang hartanya meningkat selama pandemi. Selama belasan tahun, Hartono bersaudara ini telah merajai puncak orang terkaya Indonesia berkat perusahaan konglomerasinya, Djarum Group.
Sementara itu, keluarga Widjaja yang berada di urutan kedua daftar orang terkaya. Kekayaannya tumbuh 2,3 miliar dolar AS, tepatnya dari 9,6 miliar dolar AS menjadi 11,9 miliar dolar AS.
Kekayaan pendiri Grup Djarum dan Sinarmas masing-masing mengalami kenaikan sebesar 23,9 persen dan 4 persen. Pencapaian itu masih di bawah beberapa taipan lainnya.
Kekayaan Pemilik Emtek yang Melonjak Signifikan
Namun, apabila indikator yang digunakan adalah persentase kenaikan kekayaan, torehan dua keluarga Hartono dan Widjaja ini masih kalah dibandingkan dengan beberapa nama penghuni papan bawah.
Misalnya, Jogi Hendra Atmadja, orang terkaya ketujuh di Indonesia itu tercatat mengalami pertumbuhan kekayaan sebesar 43,3 persen, tepatnya dari 3 miliar dolar AS menjadi 4,3 miliar dolar AS dalam setahun terakhir.
Kenaikan signifikan juga ditorehkan oleh Eddy Sariaatmadja. Eddy, yang tahun lalu bahkan tak masuk dalam daftar 50 besar, menyodok ke urutan 20 berkat peningkatan kekayaan 80 persen, tepatnya dari 800 juta dolar AS menjadi 1,4 miliar dolar AS.
Namun, wajar jika nama Eddy menyita perhatian dengan proporsi kekuatan paling tajam. Hal ini karena perusahaan yang jadi aset utamanya, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK), memang sedang dalam tren pertumbuhan yang positif.
Bahkan, pergerakan harga saham EMTK menyentuh level harga Rp11.100 per akhir perdagangan Kamis, 10 Desember. Jika dikalkulasi, saham EMTK telah naik 99,1 persen dari posisi Rp5.575 year to date (ytd).
Eddy yang berstatus komisaris utama, mengempit saham perusahaan sebanyak 24,9 persen atau setara 1,40 miliar saham per 30 November 2020. Dengan mengalikan harga saham posisi Kamis, 10 Desember, nilai kekayaannya dari EMTK setara dengan Rp15,59 triliun.
Seperti diketahui, Elang Mahkota Teknologi (Emtek) bertransformasi ke industri hiburan dan informasi pada 1997. Awalnya, perseroan didirikan pada 3 Agustus 1983 dengan nama PT Elang Mahkota Komputer dan bergerak di bidang usaha penyediaan komputer.
Sejak bertransformasi, EMTK mulai agresif melebarkan sayapnya di dunia media melalui deretan akuisisi. Tidak tanggung-tanggung, perusahaan di bawah kendali Eddy Kusnadi Sariaatmadja juga berani mencaplok kepemilikan Salim Group.
Pada 2002, EMTK mengakuisisi kepemilikan saham PT Surya Citra Televisi (SCTV) melalui PT Surya Citra Media Tbk. (SCMA). Perseroan memutuskan untuk melaksanakan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) setelah delapan tahun.
Setahun kemudian, ambisi EMTK untuk menguasai industri hiburan dan informasi belum terbendung. Perseroan mencaplok PT Indosiar Visual Mandiri (Indosiar) dengan mengakuisisi kepemilikan Salim Group di PT Indosiar Karya Mandiri Tbk. (IDKM).
Pada 2013, EMTK kemudian menggabungkan IDKM dan SCMA. Perusahaan subholding di bidang konten yakni PT Indonesia Entertainment Grup didirikan dua tahun kemudian.
Berkecimpung di bisnis multimedia dan rumah sakit, EMTK mencetak laba bersih Rp476,58 miliar pada kuartal III 2020 atau berbalik dari posisi rugi bersih periode yang sama tahun lalu. Catatan itu turut dipicu pendapatan bersih perseroan yang juga naik dari Rp8,11 triliun kuartal III 2019 menjadi Rp8,51 triliun per 30 September 2020.
Tak hanya Eddy, Handojo Santosa dan Jogi Hendra Atmadja juga menorehkan kenaikan signifikan. Handojo Santosa mengalami penguatan kekayaan 59,7 persen dari 460 juta dolar AS menjadi 735 juta dolar AS.
Jogi tercatat sebagai pemegang saham 5,63 miliar atau 25,22 saham PT Mayora Indah Tbk (MYOR). Perusahaan itu menjadi sumber kekayaan terbesar bagi pria yang memulai bisnis biskuit sejak 1948.
Saham MYOR diperdagangkan dengan harga Rp2.520 pada penutupan perdagangan Kamis, 10 Desember. Posisi itu telah menguat 24,1 persen bila dibandingkan dengan harga awal tahun MYOR.
Produsen biskuit dan makan ringan itu mampu mencetak pertumbuhan kinerja pada sembilan bulan berjalan 2020. MYOR mengantongi pertumbuhan laba bersih 41,81 persen menjadi Rp1,55 triliun pada kuartal III 2020.
Nama-Nama Baru Orang Terkaya di Indonesia
Selain diwarnai naik turun kekayaan sejumlah penghuninya, daftar orang terkaya Forbes tahun ini juga diwarnai dengan kedatangan nama baru. Di luar nama Eddy Suriaatmadja, nama-nama baru tersebut adalah Wijono dan Hermanto Tanoko, Jerry Ng, dan Susanto Suwarto.
Wijono dan Hermanto Takono, yang kerap dijuluki sebagai bagian dari crazy rich Surabaya, kini menempati peringkat 39 dengan total harta 700 juta dolar AS. Keduanya merupakan pengusaha yang mengendalikan Avia Avian, produsen cat terbesar kedua di Indonesia.
Forbes mencatat Avia Avian sebagai perusahaan cat domestik terbesar kedua di Indonesia. Perusahaan didirikan oleh ayah Wijono dan Hermanto, Soetikno Tanoko. Di bawah tangan Hermanto, keluarga itu berkembang menjadi pemain fast moving consumer goods (FMCG), properti, dan ritel.
Selanjutnya, Jerry Ng adalah mantan bankir BTPN. Kini, dia merupakan komisaris utama PT Bank Jago Tbk. (ARTO). Di perusahaan yang dulunya bernama Bank Artos itu, Jerry juga menguasai saham mayoritas ARTO lewat perusahaannya, PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI), mengempit kepemilikan 4,08 miliar lembar atau 37,65 persen.
Dengan mengalikan jumlah kepemilikan dengan harga saham ARTO Rp3.350 pada penutupan Kamis, 10 Desember, nilai kepemilikan setara dengan Rp13,6 triliun.
Nama terakhir merupakan kawan Eddy di EMTK. Suwarto yang juga merupakan salah satu pendiri EMTK kini duduk di kursi komisaris perusahaan. Ia menempati posisi ke-50 orang paling kaya di Indonesia, kekayaan mencapai 475 juta dolar AS atau Rp6,69 triliun.