Bagikan:

JAKARTA - Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri sesi tanya jawab Pertemuan Tahunan ke-19 Klub Diskusi Valdai di Moskow pada 27 Oktober 2022. Dalam pertemuan tersebut, Putin menyampaikan pandangannya terkait berbagai hal, dari langkah strategisnya terhadap Ukraina, ekonomi, keragaman hayati, hingga kemungkinannya menghadiri KTT G20 di Bali pada November 2022.

Tak berubah, Putin tetap menganggap negara-negara Barat selalu memperburuk masalah. Mereka seolah kerap menunjukkan kekuatannya untuk mengatur seluruh negara-negara dunia. Menyangkal kedaulatan negara dan rakyat, dan menginjak-injak kepentingan negara lain.

Putin mengutip pernyataan Alexander Solzhenitsyn pada 1978, “Ciri khas Barat adalah kebutaan terus-menerus atas superioritas.”

“Itu berlanjut hingga hari ini, tidak ada yang berubah. Semua negara dunia harus tunduk dan mengikuti perkembangan dalam sistem yang dikehendaki Barat.

“Selama hampir 50 tahun sejak itu, kebutaan yang dibicarakan Solzhenitsyn dan yang secara terbuka rasis dan neokolonial, telah memperoleh bentuk yang sangat terdistorsi, khususnya setelah muncul apa yang disebut dunia unipolar,” kata Putin dalam pidatonya seperti dilansir dari en.kremlin,ru.

Dalam arti, tatanan dunia berbasis aturan, hanya mereka yang membuat aturan yang memiliki hak, sementara semua orang hanya harus patuh.

Seharusnya, semua benar-benar demokratis. Setiap masyarakat, budaya, dan peradaban harus memiliki hak memilih jalan dan sistem sosial politiknya sendiri.

Dunia menyerukan agar Perang Rusia Ukraina segera diakhiri. (Unsplash)

“Jika AS dan Eropa memiliki hak itu, begitu juga semua orang. Rusia juga memilikinya, dan tidak ada yang akan pernah bisa mendikte rakyat kita masyarakat seperti apa yang harus kita bangun dan prinsip-prinsip apa,” kata Putin menegaskan.

Menurut Putin, dunia tengah menghadapi masa paling berbahaya sejak Perang Dunia II. Hingga saat ini, dia tidak pernah menyesali kebijakan yang diambilnya terhadap Ukraina. Sebab, yang dilakukannya semata hanya menjaga kedaulatan Rusia. Menjaga ancaman yang mungkin datang dari pihak lain. Konflik ini semakin besar karena muncul hasutan.

“Dari menghasut konflik di Ukraina dan provokasi di sekitar Taiwan hingga mengacaukan pasar pangan dan energi dunia, Amerika Serikat (AS) dan sekutunya telah meningkatkan ketegangan di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir dan terutama dalam beberapa bulan terakhir,” ungkap Putin.

Putin pun membantah Moskow sedang mempersiapkan penggunaan senjata nuklir dalam perang di Ukraina.

"Kami tidak perlu melakukan ini. Tidak ada gunanya bagi kami, baik politik maupun militer,” katanya.

Justru, negara-negara Barat lah yang mengancam. Putin menuduh Liz Truss secara terbuka mengancam Rusia dengan serangan nuklir ketika dia menjadi Perdana Menteri.

Hingga saat ini, Moskow selalu siap melakukan perundingan untuk mengakhiri konflik di Ukraina. Bagaimana dengan Kyiv? Menurut Putin, merekalah yang tidak ingin melanjutkan negosiasi dengan Rusia.

"Sangat mudah untuk menyelesaikan masalah ini jika Washington memberikan sinyal kepada Kyiv untuk mengubah posisinya dan menyelesaikan masalah secara damai," tuturnya.

Saat Bertemu Jokowi

Ketika bertemu Presiden Jokowi di Istana Kremlin, Moskwa pada 30 Juni 2022, Vadimir Putin juga mengungkapkan hal sama. Putin membantah Rusia telah mengganggu rantai pasokan dan menyebabkan krisis pangan global. Sanksi Barat lah yang memperburuk keadaan.

Mereka menjatuhkan pembatasan ekspor pupuk Rusia dan Belarusia, menghalangi ekspor gandum Rusia ke dunia yang membuat rumit pasar dan muatan kargo kapal pembawa pupuk.

"Memang tidak secara resmi menjatuhkan sanksi pada beberapa produk, tetapi menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga menjadi jauh lebih sulit untuk memasoknya ke pasar luar negeri," kata Putin dilansir dari Kantor Berita Rusia, TASS.

"Kami berkali-kali menekankan bahwa ketidakseimbangan pasokan pangan di dunia adalah konsekuensi langsung bertahun-tahun dari kebijakan makro ekonomi beberapa negara, emisi yang tidak terkendali, akumulasi utang, dan situasi sejak awal pandemi virus corona," sambungnya.

Hadiri KTT G20

Dalam Diskusi Valdai, Presiden Vladimir Putin pun menyampaikan kemungkinannya menghadiri KTT G20 di Bali, Indonesia pada November 2022.

Rusia adalah anggota G20. Selain itu, kata Putin, Rusia memiliki hubungan dekat dengan Indonesia.

"Kami akan memikirkan bagaimana kami akan menanganinya. Rusia pasti akan terwakili di level tinggi. Mungkin saya akan pergi juga. Untuk saat ini, saya akan memikirkannya," kata kata Putin dalam sesi tanya jawab pada Pertemuan Tahunan ke-19 Klub Diskusi Valdai di Moskow, Kamis lalu.

Vladimir Putin pun tak menampik, Indonesia berada di bawah tekanan internasional untuk membatalkan undangan pemimpin Rusia itu ke KTT setelah invasi Moskow ke Ukraina. “Namun, Jakarta menolak, bersikeras bahwa Putin masih diterima.”

Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva menyebut partisipasi Putin di G20 ditentukan oleh keamanan geopolitik global. Terlepas dari ketidakpastian kehadiran Putin, Vorobieva menyatakan Rusia tetap akan mengirim delegasinya ke Indonesia.

Presiden Jokowi bersama Presiden Vadimir Putin usai memberikan keterangan pers bersama di Istana Kremlin, Moskow pada 30 Juni 2022. (BPMI Setpres/Laily Rachev)

"Perkiraan saya (yang akan menggantikan Putin) adalah menteri luar negeri (Sergei Lavrov). Tapi ini hanya tebakan, bukan pernyataan resmi (dari Rusia). Mungkin saja yang datang ke Bali itu pejabat tinggi lainnya, seperti perdana menteri. Saya masih belum yakin," kata Vorobieva saat jumpa pers di Rumah Dinas Kedutaan Besar Rusia di Jakarta pada Rabu, 12 Oktober 2022.

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden, dalam satu kesempatan, menyarankan Indonesia agar tidak mengundang Vladimir Putin dan menggantikannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Meski Ukraina bukan anggota G20, tapi Presiden Jokowi pun sudah mengundang langsung Presiden Volodymyr Zelensky untuk hadir ke KTT G20 di Bali.