JAKARTA - Rumah yang ditinggali ibunda Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, digeruduk massa yang sebelumnya berunjuk rasa di kantor polisi sekitar dan meminta agar Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab tak diproses hukum. Atas peristiwa ini, polisi melakukan pengusutan agar kejadian serupa tak terulang.
Kabar rumah Mahfud MD didatangi kelompok massa ini ramai beredar di media sosial pada Senin, 1 Desember melalui sebuah video singkat dengan durasi 28 detik. Dalam video itu, massa yang didominasi para pria berbaju muslim ini mendatangi sebuah rumah dan seorang pria yang mengambil video tersebut menyebut jika rumah tersebut adalah kediaman Mahfud MD di Pamekasan.
Mahfud mengonfirmasi dan membenarkan rumah yang ditinggali ibunya tersebut memang didatangi kelompok massa dan kondisinya aman tidak terjadi apapun. Dia menyebut aksi tersebut tak menimbulkan kerugian apapun karena saat peristiwa terjadi, sudah ada pihak yang mengurusnya.
Sementara berdasarkan penuturan sang adik, Siti Marwiyah yang tinggal di Surabaya, Jawa Timur dan langsung menuju kediaman sang ibu saat penggerudukan terjadi, massa yang berkumpul rata-rata menggunakan pakaian serba putih dan sarung. Mereka memaksa masuk ke area rumah dan menggedor-gedor pagar dan pintu rumah sambil berteriak-teriak ketika ibunya sedang beristirahat usai melaksanakan salat zuhur.
"Ibu merasa takut," kata Siti dalam sebuah rekaman video yang diterima wartawan, Rabu, 2 Desember.
Dia menjelaskan, kediaman Mahfud di Pamekasan, Madura ini ditinggali oleh dua orang lansia yaitu ibunya yang berusia 90 tahun dan kakak pertamanya yang telah berusia 70 tahun serta dua perawat dan seorang asisten rumah tangga.
"Di sini memang penghuninya yang tinggal perempuan semua. Dua perawat juga perempuan. Semua kejadian memang mencekamlah buat kami, perawat juga telepon mengumumkan bahwa di luar ramai," ungkapnya.
BACA JUGA:
Dijaga Banser
Setelah peristiwa penggerudukan ini terjadi, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas lantas menginstruksikan anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) untuk melakukan penjagaan terhadap rumah Mahfud yang ditinggali oleh ibu dan kakaknya yang sudah lanjut usia. Hal ini dilakukan guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan kembali terjadi.
Yaqut mengatakan, Banser merasa perlu melakukan pengamanan di kediaman Mahfud karena dia merupakan salah satu tokoh Nahdatul Ulama (NU) yang sudah seharusnya diberi penjagaan dari berbagai ancaman.
"Ini sudah menjadi tugas dan tanggung jawab seluruh kader Banser untuk melindungi kiai, tokoh NU dari ancaman atau gangguan yang datang. Tanpa diminta pun kita pasti akan beri perlindungan," katanya.
Penjagaan ini akan dilakukan hingga situasi kondusif dan anggota Banser yang akan diturunkan adalah mereka yang berasal dari Pamekasan dan sekitarnya.
Langkah polisi
Sementara, pihak kepolisian mengklaim telah melakukan pengamanan di rumah Mahfud jauh sebelum peristiwa penggerudukan ini terjadi atau lebih tepatnya sejak perkara hukum yang menyeret nama Rizieq Shihab bergulir.
Diketahui, saat ini, pentolan FPI itu tengah berurusan dengan kasus hukum yang berkaitan dengan pelanggaran protokol kesehatan setelah sejumlah acara yang dia hadiri atau adakan menimbulkan kerumunan di tengah pandemi COVID-19.
"Langkah yang diambil sejak bergulirnya kasus MRS (Muhammad Rizieq Shihab) ini, Polres Sampang telah mengamankan kediaman Menko Polhukam," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono kepada wartawan.
Hanya saja penjagaan ini dilakukan tidak secara terang-terangan atau tertutup atas surat perintah dari Polres setempat guna mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Awi mengatakan, cepatnya kelompok massa yang datang saat itu dibubarkan menjadi bukti jika kediaman Mahfud itu telah dijaga oleh anggotanya.
Selain soal penjagaan, polisi juga menyebut pihaknya telah melakukan langkah penyelidikan terhadap peristiwa ini dan dilakukan oleh Polres Pamekasan dan Polda Jawa Timur.
"(Kami sedang, red) melakukan penyelidikan awal, mengumpulkan data termasuk melakukan klarifikasi ke beberapa orang," tegasnya.
Terkait pengusutan kasus ini, pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menilai Mahfud punya hak utuk bersikap tegas untuk melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian. Namun dia menyebut polisi seharusnya tak perlu menunggu pelaporan untuk mengusut kasus ini karena peristiwanya terjadi secara nyata.
"Jadi menurut saya Pak Mahfud lapor, ya bisa saja. Tapi seharusnya tanpa menunggu laporan (polisi bergerak, red). Kan, sudah nyata-nyata terjadi di depan mata ada perbuatan yang tidak boleh dilakukan, mengganggu keamanan, kenyamanan, menimbulkan konflik dan gesekan," kata Suparji saat dihubungi VOI, Rabu, 2 Mei.
Dia menegaskan, Indonesia bukan wilayah barbar tapi negara hukum. Sehingga, tindakan penggerudukan oleh kelompok massa di kediaman Mahfud ini tidak bisa dibenarkan.
"Kita ini kan bukan negeri barbar, kita ini negeri hukum. Jadi, yang keberatan atas sikap, tindakan orang lain tidak bisa dengan cara pressure seperti itu," tegasnya.
Suparji mengatakan polisi juga sudah sepatutnya untuk melakukan pengusutan terhadap kasus ini, termasuk menindak tegas jika ada tindak pidana dalam kejadian ini sehingga kejadian semacam ini tidak lagi terjadi lagi.
"Ini (pengusutan, red) perlu (dilakukan, red) agar tidak terulang lagi. Harus memang dibubarkan (kerumunan massa, red) dan kemudian dipanggil lagi untuk penyelidikan. Pihak yang terlibat harus diperiksa. Nanti perkembangannya seperti apa ditingkatkan," pungkasnya.