Desakan Publik agar Pemerintah Mengusut Pembunuhan di Sigi
Ilustrasi (Ilham Amin/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Desakan publik agar pemerintah segera mengusut pembunuhan terhadap satu keluarga yang dilakukan oleh Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora di Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah terus terdengar.

Publik ingin aparat keamanan dapat menemukan pelaku dan motif tindakan tersebut. Selain itu, publik juga bersuara agar Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan DPR RI mengevaluasi Satuan Tugas Operasi Tim Tinombala usai perisitwa Sigi ini.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengeluarkan sejumlah rekomendasi terkait peristiwa pembunuhan di Sigi, Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh MIT. Pertama, mereka meminta agar kejadian ini dapat diusut secara tuntas oleh aparat penegak hukum untuk mengetahui secara pasti pelaku dan motif di balik kejadian.

"Kepolisian RI dapat segera mengungkap pelaku dan motif pembunuhan serta pembakaran di Sigi dengan memperhatikan prinsip dan parameter hak asasi manusia," kata Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan yang dikutip Rabu, 2 Desember.

Memperhatikan HAM dalam mengusut kasus terorisme ini menjadi hal yang penting. Musababnya, penanganan terorisme dengan cara kontroversial, tidak transparan, dan tidak memperhatikan parameter HAM dan aturan hukum dikhawatirkan dapat memicu atau membuat rantai ekspresi teror lainnya.

Selain itu, KontraS juga meminta Mahfud MD, Komisi I dan III DPR, TNI dan Polri melakukan audit dan evaluasi terbuka dari rangkaian pelaksanaan Operasi Tinombala yang selama ini berlangsung.

"Peristiwa yang terjadi di Desa Lemban Tongoa, Kabupaten Sigi haru menjadi titik tolak untuk melakukan audit atas sistem deteksi dini melalui kerja intelijen," ungkap Fatia.

"Penting pula untuk dilakukan evaluasi terhadap operasi Tinombala yang melibatkan TNI-Polri yang telah beroperasi sekitar lima tahun dan telah diperpanjang sebanyak tiga kali di tahun ini," imbuhnya.

Menko Polhukam Mahfud MD beberapa waktu lalu mengatakan, pemerintah telah melakukan upaya untuk mengusut kasus ini, termasuk menurunkan Satgas Tinombala gabungan TNI dan Polri untuk mengejar kelompok yang merupakan sisa dari dari kelompok separatis pimpinan Santoso.

Sementara Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Kapolri Jenderal Idham Azis untuk membongkar jaringan MIT hingga ke akarnya tanpa terkecuali.

"Saya sudah memerintahkan kapolri mengusut tuntas jaringan pelaku dan membongkar jaringan itu sampai ke akarnya," kata Jokowi dalam video yang diunggah di akun YouTube Sekretariat Presiden.

Jokowi juga memerintahkan Polri dan TNI untuk menjaga keamanan dan meningkatkan kewaspadaan usai peristiwa pembantaian satu keluarga tersebut. Sebab, Indonesia tak akan memberikan toleransi terhadap tindakan terorisme.

"Sekali lagi saya tegaskan tidak ada tempat di tanah air kita ini bagi terorisme," tegasnya.

Namun hingga beberapa hari setelah kejadian, belum ada informasi apakah tim ini berhasil meringkus kelompok MIT pimpinan Ali Kalora yang juga masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Untuk menjawab hal ini, pemerintah melalui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjelaskan alasan mengapa Satgas Tinombala ini sulit untuk mengejar kelompok penebar teror ini.

Menurutnya, memang sulit untuk mengejar Ali Kalora, cs karena mereka bersembunyi di hutan yang ada di pegunungan dan perburuan harus dilakukan di sana. Menurut Moeldoko, hal ini tentunya tidak diketahui oleh masyarakat yang tinggal di luar wilayah tempat peristiwa terjadi.

"Kalau kita gambarkan di sini mungkin kok susah amat sih tidak bisa diberesin. Tapi kalau, melihat medannya di sana yang gunungnya itu berlapis-lapis, seperti itu memang tidak mudah," kata Moeldoko kepada wartawan.

Mantan Panglima TNI ini menyebut hutan yang menjadi tempat persembunyian kelompok MIT ini adalah hutan lebat. Selain itu, tempat tinggal warga yang berjauhan satu sama yang lain juga dianggap menjadi kesulitan tersendiri.

"Dia (kelompok MIT, red) bisa membaur dengan masyarakat. Dia punya manuver yang cepat, karena dia sudah tahu daerah operasi mereka sendiri itu juga jadi salah satu kesulitan yang dihadapi pasukan yang diturunkan ke sana," jelas Moeldoko.

Sebelumnya, aksi teror yang dilakukan kelompok MIT pimpinan Ali Kalora ini terjadi pada Jumat, 27 November sekitar pukul 09.00 WITA dan kabarnya sampai ke polisi pada pukul 13.00 WITA. Peristiwa ini terjadi di Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Dari peristiwa ini, ada empat korban yang dinyatakan meninggal dunia oleh pihak kepolisian.

"Keempat korban bernama Yasa, Pinu, Naka, dan Pedi. Keempat orang ini adalah keluarga Ulin yang menjadi saksi pelaporan," kata Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Didik Suparnoto saat dihubungi wartawan, Sabtu, 28 November.

Berdasarkan keterangan saksi mata, bernama Ulin, kelompok MIT yang dipimpin Ali Kalora mendatangi rumah Ulin di Desa Lemban Tongoa dan menyandera keluarga Ulin yang berhasil kabur.

Ayah Ulin, Yasa, dan suami Ulin, Pinu, tewas dibunuh oleh kelompok ini. Sedangkan, kematian Naka dan Pedi belum diketahui sebabnya. Sementara istri Yasa bernama Nei selamat meski mengalami sejumlah luka di tubuhnya. Setelah melakukan aksinya, para pelaku mengambil beras sebanyak 40 kilogram dan membakar enam rumah yang ada di sekitar lokasi pembunuhan.