Cerita Kekerasan di Sigi, Pembunuhan, Pembakaran Rumah dan Penjarahan Bahan Makanan
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah fakta terkuak dalam peristiwa teror di Sigi, Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora. Tak hanya melakukan pembunuhan dan pembakaran rumah, Ali dan anggotanya mengambili sejumlah barang dari rumah warga termasuk bahan makanan.

Peristiwa pembunuhan ini terjadi pada Jumat, 27 November sekitar pukul 09.00 WITA dan kabarnya sampai ke polisi pada pukul 13.00 WITA. Peristiwa ini terjadi di Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Dari peristiwa ini, ada empat korban yang dinyatakan meninggal dunia oleh pihak kepolisian.

"Keempat korban bernama Yasa, Pinu, Naka, dan Pedi. Keempat orang ini adalah keluarga Ulin yang menjadi saksi pelaporan," kata Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Didik Suparnoto saat dihubungi wartawan, Sabtu, 28 November.

Berdasarkan keterangan saksi mata, bernama Ulin, kelompok MIT yang dipimpin Ali Kalora mendatangi rumah Ulin di Desa Lemban Tongoa sekitar pukul 09.00 WITA dan masuk ke dalam rumah melalui pintu belakang. Mereka menyandera keluarga Ulin yang berhasil kabur.

Ayah Ulin, Yasa, dan suami Ulin, Pinu, tewas dibunuh. Sedangkan, kematian Naka dan Pedi belum diketahui sebabnya. Sementara istri Yasa bernama Nei selamat tapi mendapatkan sejumlah luka di tubuhnya.

Setelah melakukan aksinya, para pelaku mengambil beras sebanyak 40 kilogram dan membakar enam rumah yang ada di sekitar lokasi pembunuhan.

Belakangan, beredar informasi jika ada sebuah gereja yang dibakar pada peristiwa ini. Kabar ini tersebar luas kepada masyarakat melalui pesan berantai di aplikasi WhatsApp sejak peristiwa tersebut terjadi.

Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Abdul Rakhman Baso menegaskan, tidak ada bangunan gereja yang terbakar atau dibakar dalam kejadian kekerasan di Kabupaten Sigi.

"Saya ingin meluruskan bahwa di situ tidak ada gereja yang dibakar,” kata Baso didampingi Komandan Korem 132/Tadulako, Brigadir Jenderal TNI Farid Makruf, dan Wakil Kepala Polda Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Polisi Hery Santoso, dalam konferensi persnya di Palu, Minggu, 29 November.

Kepala Polda Sulawesi Tengah, Inspektur Jenderal Polisi Abdul Rahkman Baso (Sulapto Sali/Antara)

Menurutnya, pelaku bukan membakar gereja melainkan membakar rumah yang memang biasanya dijadikan tempat pelayanan umat. Baso menambahkan, dari 9 rumah ini dihuni bukan hanya warga dari satu suku dan agama saja, namun terjalin toleransi yang sangat bagus di lokasi itu.

"Di lokasi TKP ada 50 rumah transmigrasi setempat dan 50 rumah itu ada sembilan yang dihuni tetap kalau yang lainnya kembali," ungkapnya.

Baso menambahkan, peristiwa ini dilakukan oleh 8 orang yang selama masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO). Kepastian ini diperoleh dari keterangan saksi mata yang ada di lokasi dan melihat para pelaku teror tersebut.

"Dari keterangan saksi yang melihat langsung saat kejadian yang kami konfirmasi dengan foto-foto DPO MIT Poso, ada kemiripan," ujar Baso.

Mengejar kelompok Ali Kalora

Setelah peristiwa ini, Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala TNI dan Polri bergerak melakukan pengintaian dan pengejaran terhadap kelompok MIT yang dipimpin Ali Kalora. Komandan Korem 132/Tadulako, Brigadir Jenderal TNI Farid Makruf mengatakan, TNI menurunkan pasukan mengejar, intel, dan pasukan Satgas teritorial.

"Tugas kami adalah memperkuat pasukan Tinombala yang saat ini dipimpin oleh Bapak Kapolda dan saya sebagai wakilnya dan sejauh ini menurut saya sinergitas TNI-Polri sangat efektif sehingga membuat kelompok MIT Poso terdesak sehingga mereka merasa terancam dan melakukan jalur yang lain," kata Farid.

Dia mengimbau kepada semua pihak dan masyarakat untuk bisa bekerja sama agar perburuan terhadap kelompok sipil bersenjata MIT Poso bisa segara berakhir dan masyarakat bisa beraktivitas dengan tenang.

"Saya mengimbau, tolonglah masyarakat jangan lagi membantu mereka dengan menyiapkan bahan makanan, menyiapkan informasi dimana keberadaan pasukan TNI-Polri yang mengejar mereka," katanya.

"Kami ingin kelompok MIT ini segara diatasi secepatnya dan kita akan maksimal mengejar mereka. Karena Sulteng ini ibarat punya noda hanya karena sebuah pergerakan kelompok MIT yang sebenarnya tidak ada apa-apanya," imbuhnya.

Sementara di Jakarta, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD telah mendapatkan laporan jika Satgas Operasi Tinombala sudah melakukan sejumlah tahapan untuk melakukan pengejaran dan pengepungan di lokasi yang diduga menjadi tempat persembunyian para pelaku.

"Tadi Tim Tinombala sudah menyampaikan tahap-tahap yang dilakukan untuk mengejar pelaku dan melakukan isolasi dan pengepungan terhadap tempat yang dicurigai ada kaitan dengan para pelaku," kata Mahfud dalam keterangan video yang diunggah di akun YouTube Kemenko Polhukam.

Mahfud meminta seluruh kelompok pimpinan umat beragama di Sulawesi Tengah untuk saling berkomunikasi dan melakukan silaturahmi. Hal ini perlu dilakukan guna mencegah terjadinya provokasi dengan menggunakan isu SARA.

Apalagi, informasi yang beredar, tindakan teror ini dilakukan di gereja. "Sebenarnya yang terjadi bukan di gereja tapi di sebuah tempat yang rutin dijadikan tempat pelayanan umat," jelasnya.

"Dan pelakunya memang MIT," imbuh dia.

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD (Irfan Meidianto/VOI)

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono juga meminta agar warga tetap tenang pasca kejadian teror.  Argo Yuwono mempersilakan masyarakat sekitar terjadinya peristiwa itu untuk beraktivitas seperti biasa karena aparat keamanan akan berjaga.

"Masyarakat tidak perlu khawatir dan tetap tenang karena TNI dan Polri akan ikut patroli dan akan bersama-sama dengan masyarakat, silakan melaksanakan kegiatan seperti biasa. 

"TNI dan Polri akan membantu dan memberikan rasa aman disana," tegasnya.