Bagikan:

JAKARTA - Kematian anggota Polri akibat tertembak oleh rekannya sendiri masih terus terjadi. Setidaknya dalam empat tahun terakhir, tiga peristiwa terjadi. Terakhir adalah saling tembak antara dua Bhayangkara Negara yang menjadi bawahan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Irjen Ferdy Sambo. Ini seolah penyakit yang menggerogoti citra Kepolisian sebagai Abdi Utama bagi Nusa Bangsa.

Apakah karena aturan penggunaan senjata api relatif longgar? Seperti yang diungkapkan Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto. Berdasar Perpol Nomor 1 Tahun 2022, Bab II tentang Perizinan Senjata Api Organik Polri pasal 3 menyebut pemberian izin dapat didelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk berdasarkan keputusan Kapolri.

Izin yang dimaksud dijabarkan lagi dalam pasal 8, yakni harus memiliki surat rekomendasi dari atasan langsung, memiliki surat keterangan lulus tes psikologi Polri, dan memiliki surat keterangan sehat dari dokter Polri.

Saling tembak antara anggota Polri disebabkan oleh banyak hal, mulai soal peraturan hingga psikologis. (Istimewa)

“Itu berarti, semua bisa menggunakan senjata api asal mendapat rekomendasi dari atasan langsung. Otomatis, bila terjadi kesalahan penggunaan senjata api, atasan yang memberi izin juga harus ikut bertanggung jawab,” ucapnya saat dihubungi, Selasa (12/7).

Lalu dari sisi psikologis, pemilik, pemegang, atau pengguna senjata api haruslah seseorang yang sudah bisa mengontrol emosinya. Aturannya juga sudah jelas di Perpol tersebut.

"Namun, tetap kalau bicara psikologis banyak faktor yang mempengaruhi. Bisa karena tekanan mental, efek negatif lingkungan, dan lain-lain. Permasalahan yang sering terjadi, itu karena arogansi," lanjut Bambang.

VOI menghimpun sedikitnya terjadi tiga kasus saling tembak sesama anggota Polri dalam empat tahun terakhir yang bukan dalam lingkup resmi penegakan hukum:

Buton, Sulawesi Tenggara pada 2018: Kapolsek Tak Sengaja Tembak Anak Buahnya

Korbannya adalah Brigadir Sanusi, anggota Polsek Sampuabalo, Kecamatan Siotapina, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Adapun pelakunya Kapolsek Siotapina ketika itu Iptu Suwoto.

Kabid Humas Polda Sultra saat itu, AKBP Harry Goldenhart menjelaskan, keduanya, Selasa (31/7/2018) tengah melakukan upaya membubarkan tawuran pelajar. Melihat puluhan pelajar melengkapi diri dengan senjata tajam, Suwoto lantas memberi tembakan peringatan.

Naas, peluru yang ditembakkan mengenai Sanusi, menembus kepala belakang. Korban langsung dilarikan ke puskesmas dan meninggal saat diberi pertolongan pertama di Puskesmas Siotapina.

“Ini adalah kecelakaan, tidak disengaja. Namun, yang bersangkutan (Suwoto) tetap harus menjalani pemeriksaan Propam,” ucapnya dilansir dari Jawapos.

Cimanggis Depok pada 2019: Anggota Ditlantas Diberondong Peluru

Korbannya adalah Bripka Rahmat Effendy, anggota Ditlantas Polda Metro Jaya yang bertugas di Subdit Regident. Pelakunya Brigadir Rangga Tianto yang berasal dari kesatuan Badan Pemeliharaan Keamanan Mabes Polri.

Ketika itu, Kamis (25/7), Bripka Rahmat mengamankan satu pelaku tawuran berinisial FZ beserta barang bukti berupa celurit. Dia mengamankan FZ ke Polsek Cimanggis.

Tak lama kemudian, orangtua FZ datang bersama Brigadir Rangga dan meminta agar FZ dilepaskan untuk dibina keluarga. Namun, korban menjawab dengan nada keras jika proses sedang berjalan. FZ tidak bisa dibebaskan begitu saja karena kedapatan membawa senjata tajam.

Mapolsek Cimanggis, tempat Bripka Rahmat tewas ditembak sesama Polisi, Brigadir Rangga pada 27 Juli 2019. (Antara)

Kemudian obrolan memanas dan akhirnya memuncak. Rahmat bersikeras FZ harus diproses terlebih dahulu.

“Lalu, Rangga keluar ruangan SPKT. Ternyata dia keluar siapkan senjata jenis HS 9, lalu ditembakkan kea rah tubuh korban,” tutur Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri ketika itu, Kombes Asep Adi Saputra dikutip dari detik.com

Bripka Rahmat tewas di lokasi dengan luka tembak di bagian dada, leher, paha, dan perut. Setelah pemeriksaan, diketahui Brigadir Rangga merupakan paman FZ.

Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022: Dua Ajudan Kadiv Propam Saling Tembak

Brigadir J dan Bharada RE terlibat baku tembak di rumah dinas Kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7). Brigadir J adalah anggota Bareskrim yang ditugaskan sebagai sopir dinas istri Kadiv Propam. Sementara, Bharada RE anggota Brimob yang ditugaskan sebagai pengawal Kadiv Propam.

Peristiwa bermula ketika Brigadir J masuk diam-diam ke kamar istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi atau akrab sebagai Putri Ferdy Sambo. Putri ketika itu sedang tertidur, istirahat melepas lelah sehabis pulang dari luar kota. Melihat Putri tertidur, Brigadir J kemudian melakukan pelecehan.

Putri terkejut dan langsung tersadar seraya menegur. Brigadir J balas mengancam, “Diam kamu!” sambil menodongkan senjata api ke kepala Putri.

Putri langsung berteriak meminta tolong kepada personil lain yang berada di rumah. Brigadir J panik, apalagi pada saat yang sama dia mendengar suara langkah orang turun tangga dari lantai dua. Sebelum orang tersebut masuk, Brigadir J langsung keluar.

Foto pada 12 Juli 2022: Polisi mengamankan lokasi kejadian penembakan Brigadir J oleh Bharada RE di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga Jakarta Selatan pada Jumat 8 Juli 2022. (VOI/Muhamad Jehan) 

Membuka pintu, dia melihat Bharada RE dan Saudara M. Keduanya masih berada di separuh tangga yang berbentuk letter L. Bharada RE sempat bertanya ada apa. Namun, Brigadir J menjawabnya dengan tembakan ke arah mereka.

Peluru hanya mengenai dinding. Bharada RE yang juga memegang senjata api balas menembak hingga terjadi aksi saling tembak. Brigadir J akhirnya meregang nyawa akibat luka tembak. Sedangkan Bharada RE yang merupakan pelatih vertical rescue dan penembak nomor satu di Resimen Pelopor selamat tanpa luka berat.

Rentetan itulah yang dipaparkan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto saat konferensi pers di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Selasa (12/7).

“Saudara J menggunakan senjata jenis HS 16 peluru dan Saudara RE menggunakan senjata Glock 17 dengan magazine maksimum 17 butir peluru,” kata Budhi dalam konferensi pers di Mapolres Jaksel, Selasa 12 Juli.

Saat kejadian, Irjen Ferdy Sambo tidak berada di rumah, sedang melakukan tes PCR sehabis pulang dari luar kota mengantar putranya.

“Proses penyelidikan maupun penyidikan yang saat ini kami lakukan masih terus berlangsung. Kami saat ini sudah menyelesaikan pemeriksaan terhadap empat saksi dan dua lagi saksi sedang proses kami lakukan permintaan keterangan. Saat ini kami belum berani menyampaikan itu selesai sebelum yang bersangkutan menandatangani berita acara pemeriksaan, jadi proses masih berlangsung terhadap dua saksi,” pungkas Budhi.

Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susianto memberikan keterangan pers tentang peristiwa penembakan di rumah dinas Kadiv Propan Polri, Irjen Ferdy Sambo. (VOI/Muhamad Jehan)

Soal kejadian terakhir di Duren Tiga, LSM Indonesia Police Watch (IPW) melalui Ketuanya, Sugeng Teguh Santoso meminta agar Irjen Ferdy Sambo dinonaktifkan.

“Irjen Sambo harus dinonatifkan karena dia tidak bisa membina bawahannya. Apalagi dia adalah perwira tinggi yang seharusnya menjadi teladan bawahannya. Apakah ini pelanggaran atau tidak? Ini terkait kedisiplinan,” ujar Sugeng kepada VOI, Rabu 13 Juli.

“Jika Polri tidak mengambil langkah cepat kemungkinan bisa terjadi distorsi penyelidikan dan penyidikan karena Propam bagian dari institusi Polri yang akan terlibat juga dalam proses itu. Biar tidak menjadi beban juga,” kata Sugeng lagi, soal kejadian di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.