Bagikan:

JAKARTA – Pada saat Ramadan seperti sekarang, sering tersiar kabar tawuran dan kekerasan remaja menjelang sahur. Sebab itu Kepolisian Republik Indonesia melarang kegiatan sahur on the road, salah satunya dengan tujuan mencegah tawuran.

Filterisasi Ramadan yang digelar Polda Metro Jaya misalnya. Selama tiga hari pertama Ramadan, berhasil disita puluhan sepeda motor yang beberapa di antaranya diselipi senjata tajam. Dugaanya jelas, bakal dipakai untuk aksi tawuran.

Hati nurani masyarakat terusik, dengan seringnya tindak kriminalitas terutama di perkotaan yang dilakukan anak muda atau remaja. Kenakalan mereka telah bergeser pada tindak kriminalitas yang awalnya hanya kenakalan remaja biasa.

Tawuran dengan berbagai tingkat kekerasan, membegal, kekerasan seksual, bahkan membunuh dengan korban sebaya.

Pelaku geng klithih, aksi kriminal jalanan oleh para remaja yang meresahkan masyarakat Yogyakarta diamankan kepolisian. (ANTARA)

Tindak kriminal para remaja ini seperti terpola, dapat terjadi secara berturut-turut lalu menurun kemudian marak lagi. Kenakalan remaja dalam bahasa Inggris dengan istilah juvenile delinquency, merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial.

Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang.  Angka tertinggi tindakan kejahatan ada pada usia 15–19 tahun, dan sesudah umur 22 tahun kasus kejahatan yang dilakukan oleh remaja akan menurun.

Tak dapat dipungkiri, kriminalitas yang dilakukan para remaja ini menimbulkan rasa takut dibarengi kemarahan karena tak berdaya.

200 Ribu Kasus Pembunuhan

Menurut data World Health Organization (WHO) pada 2020, setiap tahunnya terjadi 200 ribu pembunuhan di kalangan anak-anak muda usia 12-29 tahun. Sebanyak 84 persen kasus melibatkan laki-laki usia muda. WHO menyatakan kekerasan di antara anak muda telah menjadi isu kesehatan warga dunia. Seperti kekerasan fisik, perundungan, kekerasan seksual hingga pembunuhan. Kriminalitas anak muda secara global lebih banyak terjadi di perkotaan.

Dikutip dari Sciencedirect.com, Journal a Theory of General Causes of Violent Crime, Mario Coccia seorang peneliti dari Arizona State University, Center for Social Dynamics and Complexity meneliti tingkat kriminalitas di negara maju dan berkembang kurun waktu 1990-2000. Penelitian difokuskan pada kasus pembunuhan di 40 negara dan perampokan di 33 negara.

Dia menemukan, bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, terhubung dengan pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik. Itu mencegah mereka terlibat tindak kriminal terutama yang berhubungan dengan menguasai harta, pencurian, perampokan, dan pembunuhan. Laki-laki muda lebih rentan terhadap tindak kekerasan dari populasi lainnya.

Studi ini juga menunjukkan remaja dari orangtua tua tunggal dan miskin mempunyai potensi terlibat pada tindak kriminalitas. Orangtua tunggal dapat diterjemahkan orangtua yang bercerai ataupun orangtua masih bersama, namun fungsi keluarga tidak terjalin dengan baik.

Di Inggris tindak kekerasan yang melibatkan remaja selalu meningkat setiap memasuki musim libur sekolah. (BBC)

Anak yang berada di lingkungan kondisi rumah tangga yang kacau, akan berdampak pada anak berupa perasaan tidak aman, tidak terlindungi, dan kurangnya perhatian serta kasih sayang. Semua komponen ini akan memicu kerentanan jiwa anak ke dalam pergaulan yang tidak sehat di lingkungannya.

Dikutip dari Secureteen.com, Why Teens Turn into Criminals, Finding the Root Causes, penyebab kenakalan remaja menjadi kriminal dapat disebabkan oleh faktor internal yaitu krisis indentitas. Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima, akan terseret pada perilaku nakal, teman sebaya yang kurang baik .

Kenakalan remaja berupa tindak kriminal bisa memberikan pengaruh yang besar dalam masyarakat, meskipun pengaruh mereka tidaklah diinginkan. Karena dengan maraknya pemberitaan kriminalitas di kalangan remaja, mendorong kita bertanya penyebab terjadinya tindakan tersebut.

Untuk menanggulangi remaja dan perlindungan anak diperlukan adanya berbagai komponen yang saling terkait. Meliputi sistem kesejahteraan sosial bagi anak dan remaja serta keluarga, sistem peradilan yang sesuai dengan standar internasional, dan mekanisme untuk mendorong perilaku remaja yang tepat dalam masyarakat dan lingkungannya.

Bagaimana Menangani Kenakalan Remaja?

Dikutip dari laman UGM, pakar psikologi perkembangan, Dr. Arum Febrianti, M.A., sepakat bahwa upaya pencegahan terbaik adalah dimulai dari institusi keluarga. Arum mengatakan mereka para pelaku klitih tidak serta merta tiba-tiba menjadi seorang kriminal. Ada rekam jejak di balik semua itu yang kemudian dikenal sebagai jalur perkembangan seseorang.

"Kontrol orangtua, kedekatan emosi, dan membangun komunikasi dengan akan itu sangat penting," kata Arum, dalam diskusi soal geng klithih di Yogyakarta, 13 Januari 2022 seperti dikutip dari kanal YouTube UGM. 

Artinya sudah banyak hal yang dialami oleh seorang anak. Lantas jika keluarga tidak bisa berfungsi memberikan contoh yang baik, melindungi keluarganya, dan lain sebagainya, maka anak berpeluang terjerumus kepada tindak perilaku klitih.

Seperti dilansir dari Helpguide.org, keluarga memegang peranan yang penting, dan hal ini diakui oleh banyak pihak. Keluarga merupakan elemen penting dalam melakukan sosialisasi nilai, norma, dan tujuan-tujuan yang disepakati dalam masyarakat. Tingginya angka kriminalitas remaja sebagai konsekuensi dari tidak berjalannya aturan dan norma yang berlaku di masyarakat dianggap sebagai kesalahan keluarga.

Kegiatan yang positif sudah harus ditanamkan kepada anak-anak sejak dini. (ANTARA)

Jika melihat dari sisi teoretis, tentu saja bukan hanya keluarga yang disalahkan. Publik pun dapat disalahkan karena tidak menegakkan aturan secara ketat, atau membantu sosialisasi norma dan tujuan dalam masyarakat.

Para orangtua cenderung akan menghakimi remaja atas apa yang dilakukannya tanpa mengetahui ada masalah apa di baliknya. Bersikap seperti itu tidaklah adil bagi anak. Jadi, sebelum menghakimi anak yang berbuat nakal, tanya baik-baik apa yang sebenarnya terjadi.

Temukan cara redakan marah, karena perubahan hormon remaja akan cenderung cepat marah. Karena itu, salah satu tugas orangtua adalah mengetahui bagaimana cara untuk meredakan marah pada anak tersebut. Banyak hal yang dapat dilakukan, misalnya membiasakan mereka dengan mendengarkan musik, menulis, atau bermain gim.

Ada bersama anak, terkadang orangtua sibuk sendiri. Mereka hanya memberikan uang pada anaknya tapi tidak memberikannya kasih sayang. Hal ini sangat memicu kekerasan remaja. Karena itu, luangkan waktu Anda untuk anak, entah mendengarkan ceritanya atau memberikan solusi atas masalah yang dialaminya. Kebiasaan ini harus dibangun sejak dini.