JAKARTA - Penandatanganan aturan dasar pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 untuk Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, Polri, ASN Daerah, pensiunan, penerima pensiunan, dan pejabat negara lainnya dilakukan oleh Presiden Jokowi pada Rabu, 13 April 2022.
Penandatanganan tersebut dapat disaksikan melalui video yang diunggah di YouTube Sekretariat Presiden, Kamis,14 April. “Saya telah menandatangani peraturan pemerintah tentang THR dan gaji ke ke 13,” kata Jokowi.
Selain itu THR yang harus dibayarkan perusahaan kepada karyawan tidak dapat dilakukan bertahap atau cicilan, demikian kepastian yang diberikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
“Jika ditanya, apakah THR saat ini masih bisa disepakati? Sudah tidak bisa. Sudah ditegaskan oleh Ibu Menteri THR harus dibayar kontan tidak boleh dicicil,” kata Koordinator Norma Pengupahan, Waktu Kerja Waktu Istirahat dan Jaminan Sosial Kemenaker, Sri Astuti dalam diskusi virtual di Jakarta seperti dikutip Antara,Kamis 14 April.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah telah mengeluarkan Surat Edaran Menaker RI Nomor M/1/HK.04/IV/2022 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2022 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Untuk mengantisipasi pelanggaran THR oleh perusahaan, Kemenaker juga telah membentuk Posko THR 2022 yang dapat diakses secara virtual. Kemenaker juga mendorong setiap provinsi untuk membentuk Posko THR yang terintegrasi di situs poskothr.kemnaker.
Dalam edaran tersebut tertulis, pembayaran THR jelang Idul Fitri tahun ini harus dibayarkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran.
Perusahaan yang terlambat melakukan pembayaran THR akan menerima konsekuensi seperti yang tertuang dalam PP Nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan. Sanksi tersebut adalah denda sebesar lima persen dari total THR yang harus dibayarkan, dilansir dari setkab.go.id.
Sebelum memasuki bulan Ramadan, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat dalam keterangan pers yang dikutip Antara, Kamis 31 Maret 2022, telah mengirimkan surat kepada Menteri Ketenagakerjaan. Isinya meminta pemerintah tidak memberi izin kepada pengusaha menunda pembayaran atau mencicil THR.
“Kami mengingatkan sejak dini agar pemerintah berhati-hati dalam mengeluarkan regulasi THR terkait pekerja,” ujarnya.
Mirah mengatakan, surat tersebut sengaja dikirimkan sebulan sebelum Lebaran. Bahkan sebelum memasuki bulan Ramadhan.
“Ini untuk mengingatkan sejak dini supaya pemerintah tidak sembrono dalam mengeluarkan regulasi terkait pekerja, seperti menerbitkan surat edaran atau peraturan lain yang memberi kelonggaran kepada perusahaan tentang THR,” ujarnya.
Ketika pandemi pemerintah memberi kelonggaran kepada perusahaan untuk tidak membayarkan THR kepada pekerja, karena kondisi perusahaan yang terkena imbas. Menurut Mirah di tengah kondisi sulit saat ini, saat sejumlah harga kebutuhan pokok naik, diharapkan pemerintah lebih berpihak dan peduli kepada masyarakat kecil.
Kasus Pelanggaran THR
Tren laporan pengaduan pembayaran THR kepada pekerja selalu meningkat dari tahun ke tahun. Posko pengaduan THR Kemenaker 2019 dengan 251 laporan. Pada tahun 2020 menjadi 410 dan terjadi penambahan pada tahun 2021 menjadi 1.150 laporan.
Pengaduan terhadap pelanggaran THR selama ini tidak ditindaklanjuti dengan baik. Mekanisme pengaduan pelanggaran yang ditangani dalam waktu H-7, dianggap terlalu singkat untuk menindak persoalan di lapangan karena telah mendekati tanggal merah atau cuti bersama. Pekerja tetap tidak mendapatkan THR karena tertunda jauh setelah hari raya.
Kebijakan THR tahun ini dianggap lebih pro pekerja dibanding dengan tahun 2020. Saat itu pemerintah melonggarkan perusahaan swasta untuk membayarkan THR dengan cara menunda atau mencicil, karena banyak dunia usaha yang terpuruk akibat dampak COVID-19. Namun kebijakan pembayaran THR 2022 ini pada tataran praktiknya harus tetap diawasi agar tidak terjadi lagi pelanggaran.
Sebelum era pandemi setiap jelang THR selalu bermasalah, dan memasuki era pandemi masalah ini semakin rumit karena situasi ekonomi Indonesia yang sempat buruk. Pemberian pesangon, penyelesaian THR merupakan masalah kompleks yang selalu memicu perselisihan antar pekerja dan perusahaan dan selalu menimbulkan demontrasi. Tidak dapat dipungkiri COVID-19 menjadi unsur yang menyebabkan hak-hak pekerja tidak terpenuhi. Hal tersebut adalah pelanggaran UU ketenagakerjaan No.13 tahun 2003.
Asal-Usul THR
Topik yang paling banyak diperbincangkan pekerja setiap menjelang Lebaran selain mudik adalah THR. THR seperti sebuah ritual tahunan bagi semua pekerja di Indonesia. THR adalah pendapatan bukan upah yang diterima para pekerja.
THR ada karena pemerintah menetapkan dasar hukumnya melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 6 tahun 2016, yaitu adanya Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di perusahaan.
Adapun sistem perhitungannya adalah jika karyawan sudah bekerja setahun penuh atau lebih, maka THR yang akan dibayarkan adalah senilai satu kali gaji. Sedangkan untuk yang kurang dari setahun disesuaikan dengan bentuk perhitungan proporsional
THR mempunyai ceritanya sendiri dalam sejarah Indonesia. Dimulai pada era Kabinet Soekiman Wirjosandjojo dari partai Masyumi yang merupakan Perdana Menteri sekaligus Menteri Dalam Negeri Indonesia ke-6, 27 April 1951-3 April 1952.
Tujuan awal dari pemberian THR tersebut diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan para pegawai negeri sipil (PNS), yang menjadi salah satu program kabinet Soekiman. Saat itu kelompok pegawai negeri sipil terdiri dari priyayi, menak, kaum ningrat, tentara, dan sekelasnya.
Pembagian THR era kabinet ini dibayarkan setiap akhir bulan Ramadan, sebesar Rp125 hingga Rp200. Tunjangan ini juga diberikan dalam bentuk beras.
Namun pemberian tunjangan Lebaran kepada PNS ini menimbulkan kecemburuan sosial dari golongan buruh. Sebagai bentuknya maka 13 Februari 1952 kaum buruh menggelar aksi mogok kerja. Sayangnya tuntutan ini tidak diterima oleh Pemerintahan Kabinet Soekiman.
Untuk meredam tuntutan, pemerintah melalui Menteri Perburuhan S.M Abidin lalu menerbitkan SE No.3667/1954, yang mengatur besaran THR bagi pekerja selain PNS yaitu sebesar seperduabelas dari gaji yang diterima dalam periode satu tahun. Paling sedikit Rp50 dan paling besar Rp300.
Hal tersebut terjadi di masa kabinet Ali Sastromidjojo, yang merupakan Perdana Menteri Indonesia ke-8. Tapi karena surat edaran itu bersifat imbauan, mengakibatkan banyak perusahaan menganggapnya sukarela dan tidak wajib untuk membayarkan THR.
Akhirnya, mekanisme THR diatur secara resmi pada tahun 1994. Melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 04 tahun 1994, yang mengatur THR bagi pekerja swasta di perusahaan. Peraturan baru ini pemerintah mewajibkan semua perusahaan membayarkan THR bagi karyawan yang telah minimal tiga bulan kerja. Kebijakan ini yang menjadi cikal bakal THR saat ini.
Perbandingan Negara Lain
Apakah THR menjadi salah satu ungkapan ‘only on Indonesia’? Pada umumnya negara-negara selain Indonesia tidak memberikan tunjangan pada hari besar keagamaan. Namun ada tunjangan yang dibayarkan perusahaan pada saat menjelang musim liburan dengan sebutan holiday allowance.
Malaysia
Malaysia juga mengenal tunjangan hari raya keagaman. Di Malaysia, THR dikenal dengan bantuan keuangan khusus Hari Raya Idul Fitri.
Di Johor negara bagian Malaysia, besaran nominalnya untuk PNS adalah setengah bulan gaji atau minimal RM1000 atau sekitar Rp3,4 juta.
Untuk perayaan Idul Fitri 2022, seperti dikutip dari Antara 5 April, Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob mengatakan Pemerintah Malaysia menyetujui bantuan keuangan khusus Idul Fitri sebesar RM500 atau Rp1,7 juta kepada semua PNS yang akan dibayarkan pada 28 April 2022.
Di Eropa, contoh negara yang memiliki kebijakan mirip THR yang dikenal dengan holiday allowance adalah negara kincir angin Belanda dan Denmark. Dianggap mirip karena kedua negara tersebut membayarkannya pada saat musim liburan.
Belanda
Jika THR di Indonesia yang dibayarkan menjadi hak pribadi, namun berbeda dengan Belanda. Dilansir dari Payingit-international, THR ala Belanda dibayarkan melalui sumbangan gaji mereka, yaitu per Januari 2020 tarif standar adalah minimal 8 persen dari total gaji, atau 8.33 persen untuk pekerja sementara. Pembayaran pada rentang kerja pada Juni hingga Mei atau tahun fiskal Belanda.
Holiday allowance di negara kincir angin ini telah dikenal pada awal 1920-an, sebagai bonus perusahaan kepada karyawannya khusus untuk liburan. Pada tahun1960 kebijakan berubah karena sebagian pekerja memilih berjalan-jalan keluar negeri ketika masa liburan. Sehingga diubah menjadi pembayaran ekstra di luar gaji pokok, di Indonesia dikenal dengan tunjangan.
Karyawan akan menerima gaji ke 13 tersebut setiap bulan Mei. Jadi karyawan dapat membuat rencana sebelumnya untuk liburan musim panas yaitu dari uang yang telah disimpan. Pembayaran akan muncul di slip gaji bulan Mei.
Siapapun yang bekerja di Belanda, maka akan menerima tunjangan yang dikenal dengan tunjangan Liburan atau holiday allowance.
BACA JUGA:
Denmark
Holiday allowance atau THR ala Eropa juga diterapkan di Denmark. Melansir dari lifeindenmark.borger, Denmark juga menerapkan pola yang sama dengan Belanda.
Tunjangan yang diberikan berdasarkan tunjangan selama setahun, yang dihitung dari jatah cuti per bulan. Besaran tunjangan umumnya adalah 12.5 persen dari gaji. Tapi kita harus segera membuat rencana dan menetapkan libur yang ditentukan pada 1 Mei setiap tahun. Tunjangan bisa hilang jika pekerja terlambat mengusulkan.
THR merupakan bagian dari kewajiban perusahaan dalam memenuhi hak-hak mereka, hal ini sebaiknya direalisasikan agar semangat dan produktivitas para pekerja tetap menyala. Menjadikan hak pekerja sebagai perioritas bagi setiap perusahaan hendaknya menjadi sebuah budaya perusahaan. Semoga!