JAKARTA - Dalam siaran pers dari Washington DC 1 Maret 2022, Dana Moneter International (IMF) dan Bank Dunia mengingatkan, bahwa perang Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan bakal berimbas besar bagi perekonomian global. Imbas terbesar akan dirasakan negara yang mempunyai hubungan ekonomi dekat dengan Rusia.
Sanksi yang di jatuhkan Amerika dan sekutunya kepada Rusia akan memicu efek berantai terutama pada pasar keuangan yang akan merembet ke negara lain. Harga komoditas terdorong naik dan berisiko memicu inflasi. Dalam kondisi itu, masyarakat miskin adalah yang paling terpukul.
Pasar keuangan juga akan terus memburuk. Harga pangan dan energi telah meroket dalam beberapa hari terakhir, yang sangat berdampak pada rumah tangga miskin. Bagi mereka makanan dan bahan bakar merupakan proporsi pengeluaran yang lebih tinggi. Jika konflik meningkat, kerusakan ekonomi akan semakin menghancurkan.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieve mengatakan sangat prihatin tentang dampak yang ditimbulkan akibat peperangan Rusia dan Ukraina. Melalui media sosial Twitter dia menulis bahwa konflik itu hanya menambah risiko ekonomi yang signifikan bagi kawasan dan dunia. IMF akan terus menilai dampak ekonomi dan siap untuk mendukung negara anggota sesuai dengan kebutuhan.
”Orang-orang terbunuh, terluka, dan terpaksa melarikan diri, dan kerusakan besar terjadi pada infrastruktur fisik negara itu. Kami mendukung rakyat Ukraina melalui perkembangan kondisi yang mengerikan ini. Perang juga menciptakan dampak yang signifikan ke negara lain,” kata Presiden Bank Dunia, David Mapas.
IMF mengatakan Ukraina telah meminta permintaan dana darurat, dan saat ini sedang dibicarakan di tingkat dewan eksekutif. Ukraina meminta dana sebesar 1,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp20 triliun.
Kenaikan Harga Minyak Mentah
IMF juga meminta kepada otoritas moneter di seluruh dunia untuk lebih memantau kenaikan harga di negara masing-masing. IMF meminta rumah tangga yang rentan secara ekonomi menjadi prioritas.
Trading Economics mencatat, harga gandum global pada pekan terakhir Februari 2022 melonjak menjadi 9,3 dolar AS per gantang. Itu merupakan harga gandum tertinggi sejak sembilan tahun terakhir, yang disebabkan adanya invasi Rusia ke Ukraina. Sebanyak 30 persen dari total ekspor gandum dunia disumbangkan Rusia dan Ukraina.
Pada 24 Februari 2022 saat invasi pertama Rusia ke Ukraina, harga minyak mentah melonjak menjadi 105 dollar AS per barel pada akhir perdagangan hari itu. Kenaikan harga minyak itu menyebabkan harga komoditas lain ikut bergejolak.
Pada hari yang sama harga kedelai telah tembus 17,5 dolar AS per gantang pada 24 Februari 2022, mencapai level tertinggi sejak September 2012. Harga minyak sawit mentah (CPO) global juga masih bertengger tinggi, yaitu 6.130 ringgit Malaysia per ton. Tidak jauh dari rekor tertinggi pada 21 Februari 2022 yang mencapai 6.158 ringgit Malaysia per ton.
Konflik Ukraina telah membuat harga minyak bumi melonjak ke level tertinggi sejak 2014. Sehingga menambah tekanan inflasi global yang sudah lebih dulu mengkhawatirkan. Harga minyak terus melonjak di atas 100 dolar AS per barel pada pada 2 Maret 2022.
Harga minyak mentah berjangka AS melonjak 7,69 dolar AS per barel menjadi 103,41 dollar AS per barel dan brent (patokan harga minyak mentah) tetap 104,97 dolar AS per barel. Harga gas alam Eropa melonjak hampir 29 persen. Para pedagang di pusat minyak terbesar AS telah menahan impor mereka dari perusahaan Rusia meskipun Gedung Putih mengatakan penjualan minyak bukan target sanksi. Harga minyak maupun gas naik hampir 60 persen dibandingkan posisi yang sama tahun lalu.
Imbas Bagi Indonesia
Dikutip dari CNBC, Executive Director Emerging Markets Asia, Economic, and Policy Research JP Morgan, Sin Beng Ong, berpendapat bahwa ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina akan merembet ke kenaikan harga komoditas lain. Sejauh ini, konflik kedua negara itu telah menyebabkan harga minyak mentah dunia dan gandum naik.
Industri Indonesia yang terimbas dinamika kondisi global belakangan ini adalah industri tekstil, makanan, dan minuman. Sedangkan di sektor tekstil untuk bahan baku seperti kapas, polyester, dan rayon terkena dampak tidak langsung dari kenaikan harga sejumlah komoditas energi seperti minyak dan gas bumi .
Sedangkan data dari Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) tercatat Ukraina adalah negara pengekspor gandum kedua terbesar ke Indonesia. Pada tahun 2021, impor gandum dari Ukraina mencapai 26,8 persen dari total impor gandum Indonesia sebanyak 11,4 juta ton.
Kenaikan harga gandum sebenarnya sudah terjadi selama dua tahun terakhir karena imbas pandemi COVID-19, seiring dengan kenaikan jenis komoditas lainnya. Namun, konflik Rusia dan Ukraina ikut memperburuk keadaan. Untung Indonesia memiliki negara pemasok gandum lain seperti Kanada,Argentina, dan Amerika Serikat untuk menutupi kebutuhan tanah air.
Badan Pusat Statistik mencatat per 2021, impor terbesar Indonesia dari Rusia adalah besi baja sebagai bahan baku industri baja sebanyak. Jumlahnya 486 ton dengan nilai 326 juta dolar AS.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Perindustrian, Bobby Gafur Umar mengatakan, pemerintah harus menjadi motor pendorong untuk menjaga kinerja industri dan mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi. Khususnya untuk sejumlah sektor yang bergantung pada bahan baku impor dari Rusia dan Ukraina
Menurutnya, saat ini pelaku industri sedang berjaga-jaga menunggu situasi yang lebih pasti dari konfik Rusia dan Ukraina. Sejumlah rencana untuk melakukan ekspansi usaha serta berinvestasi pun harus kembali ditunda.