Bagikan:

JAKARTA - Eksodus besar-besaran ke negara maju diramalkan akan terjadi pada 2050. Penelitian terbaru Institute for Economics and Peace (IEP) menyebut sejumlah hal yang akan jadi pemicu pergerakan manusia itu, mulai dari pertumbuhan populasi yang tak terkendali, bencana alam, hingga kurangnya akses terhadap air dan makanan.

Melansir Reuters, Rabu, 9 September, perkiraan itu diyakini oleh IEP karena melihat realita populasi dunia yang semakin meningkat. Tercatat, total populasi dunia akan mencapai sepuluh miliar pada tahun 2050.

Oleh sebab itu, perebutan sumber daya yang memicu konflik jadi hal yang tak dapat dihindari. Sebab, penelitian tersebut menunjukkan sebuah konflik dapat menyebabkan 1,2 miliar orang yang tinggal di daerah rentan, seperti Afrika, Asia Tengah, dan Timur Tengah, yang mungkin dipaksa mengungsi pada tahun 2050.

Fakta di atas bukanlah pepesan kosong belaka. Pada 2019, contohnya. Di tahun itu telah terjadi pengungsian sekitar 30 juta orang yang disebabkan oleh faktor ekologi dan konflik, di mana sederet pengungsi banyak berasal dari negara berkembang.

“Ini akan memiliki dampak sosial dan politik yang besar, tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara maju karena perpindahan massal akan menyebabkan arus pengungsi yang lebih besar ke negara-negara paling maju,” kata pendiri IEP, Steve Killelea.

Killelea menambahkan bahwa dunia sekarang hanya memiliki 60 persen lebih sedikit air bersih, dibanding 50 tahun yang lalu. Sementara, permintaan akan makanan diperkirakan akan naik 50 persen dalam 30 tahun ke depan, yang sebagian besar didorong oleh perluasan kelas menengah di Asia.

Kendati demikian ancaman tersebut IEP bagi dalam dua kategori besar. Pertama, ancaman karena kerawanan pangan, kelangkaan air, dan pertumbuhan populasi. Kedua, ancaman yang berasal dari bencana alam termasuk banjir, kekeringan, angin topan, beserta naiknya permukaan air laut.

Negara paling terancam

IEP juga menyebut negara yang paling terancam kelangkaan air dalam beberapa dekade mendatang, antara lain India dan China. Sisanya akan menghadapi ancaman ekologis parah, antara lain seperti Pakistan, Iran, Kenya, dan Madagaskar.

"Negara-negara ini secara luas sekarang tetapi memiliki resiko yang tinggi terhadap ancaman ekologis, yang berarti mereka berada pada risiko keruntuhan yang lebih tinggi di masa depan," ungkap laporan tersebut.

Seperti diketahui, IEP merupakan sebuah wadah pemikir yang banyak berbicara perihal terorisme dan perdamaian dunia. Penelitian mereka kali ini telah membantu khalayak luas untuk melihat negara mana yang memiliki resiko paling tinggi terkena ancaman ekologi.