Bagikan:

JAKARTA - Pada 11 Agustus, dunia dikejutkan dengan pengakuan Presiden Rusia Vladimir Putin. Bagaimana tidak. Ketika banyak produsen vaksin di dunia yang masih berada di fase II atau fase III, Putin justru menyebut Rusia telah menyetujui vaksin COVID-19 bernama Sputnik V.

Dengan progres ini Rusia mungkin akan benar-benar bisa menyebar vaksinnya untuk umum pada 2021. Progres tercepat sejauh ini. Putin mengaku vaksinnya terbukti aman dan efektif. Ia bahkan berencana memulai vaksinasi massal pada Oktober.

Nama Sputnik V sendiri diambil dari nama satelit Soviet pada 1957 yang merupakan benda buatan manusia pertama yang mengorbit Bumi. Tidak semua menyambut baik pengumuman tersebut. Ahli imunologi mengatakan tidak ada cara untuk memastikan vaksin tersebut aman, apalagi efektif.

Para ahli merasa Rusia tampaknya telah mengambil jalan pintas. Melansir New Scientist, Minggu, 16 Agustus, vaksin baru biasanya harus lulus tiga tes sebelum dapat digunakan secara luas.

Presiden Rusia Vladimir Putin (Pixabay)

Ujicoba fase I melibatkan sejumlah kecil sukarelawan dan dimaksudkan untuk menentukan dosis yang aman. Fase II membutuhkan lebih banyak orang karena ini menguji apakah vaksin memicu kekebalan dan juga melihat lebih cermat efek sampingnya.

Kemudian, ujicoba fase III digunakan untuk mengetahui apakah vaksin benar-benar melindungi dari infeksi. Ini bukan sekadar formalitas: vaksin mungkin memicu respons imun pada fase II, tetapi mungkin tidak cukup memberikan imunitas nyata pada fase III.

Para peneliti Rusia telah mendaftarkan ujicoba fase I dan fase II. Menurut satu situs web untuk vaksin, uji coba ini selesai pada awal Agustus. Keterangan tersebut mengklaim tak ada efek samping dan vaksin memicu respons kekebalan yang diinginkan.

Namun, belum ada hasil rinci yang dirilis. Ia juga mengklaim ujicoba fase III akan dimulai di sejumlah negara, termasuk Brasil, Meksiko, Arab Saudi, dan UEA. Dengan kata lain, vaksin belum melalui pengujian lengkap.

Kepercayaan diri Rusia

Semua pendapat yang disampaikan para ahli tidak mengguncang rasa percaya diri Rusia terhadap vaksin. Salah seorang petinggi pemerintahan Rusia mengatakan bahwa seorang pejabat di Moskow telah menawarkan "kerja sama yang belum pernah terjadi sebelumnya" dengan Operation Warp Speed ​​(OWS), multi-badan milik Amerika Serikat (AS) yang dibentuk untuk mempercepat akses ke vaksin dan perawatan COVID-19 yang efektif.

Tetapi, para pejabat mengatakan bahwa "AS saat ini tidak terbuka" untuk kemajuan medis Rusia. "Ada rasa ketidakpercayaan umum terhadap Rusia oleh AS. Dan kami yakin bahwa teknologi --termasuk vaksin, pengujian, dan perawatan-- tidak diadopsi di AS karena ketidakpercayaan itu," kata seorang pejabat senior Rusia.

Sekretaris Pers Gedung Putih Kayleigh McEnany mengatakan Presiden AS Donald Trump telah diberi pengarahan tentang vaksin Rusia yang baru. Ia mengatakan vaksin AS melalui pengujian fase III yang ketat dan berstandar tinggi.

Ilustrasi foto (Unsplash)

Pejabat AS lainnya mengatakan bahwa vaksin Rusia dianggap setengah matang di AS. "Tidak mungkin AS mencoba (vaksin Rusia) ini pada monyet, apalagi manusia," kata seorang pejabat kesehatan masyarakat pemerintah AS.

Selain itu, Rusia juga akan mulai memberikan vaksin lebih awal untuk beberapa orang, termasuk petugas medis. Para petugas medis akan diberikan vaksin COVID-19 pada gelombang pertama. Rusia terus berupaya menepis anggapan adanya masalah keamanan yang kerap diperingatkan oleh beberapa ahli karena Putin begitu cepat menyetujui produksi massal vaksin.

Ketertarikan dunia

Presiden Filipina Rodrigo Duterte (Sumber: pcoo.gov.ph)

Meski demikian, tak sedikit yang tertarik dengan Sputnik V. Melansir Nikkei Asian Review, Presiden Filipina Rodrigo Duterte muncul sebagai pendukung paling antusias vaksin Rusia. Filipina mengatakan pihaknya berencana memulai ujicoba fase III vaksin Sputnik V pada Oktober. Duterte sendiri telah berjanji akan divaksinasi dengan Sputnik V paling cepat Mei 2021.

Pada Jumat, 14 Agustus, muncul laporan bahwa Administrasi Obat Vietnam, di bawah Kementerian Kesehatan Vietnam, sedang mencari cara untuk mendapatkan Sputnik V. Kementerian tersebut sedang mencari persetujuan dan bimbingan dari pemerintah, namun mereka masih menghadapi kekhawatiran atas ketersediaan informasi yang terbatas tentang proses pengembangan.

Dikembangkan oleh Gamaleya Research Institute di Moskow, Sputnik V adalah vaksin berbasis vektor adenoviral, yang menggabungkan protein lonjakan virus corona dengan adenovirus manusia. Institut Gamaleya sebelumnya menggunakan adenovirus untuk mengembangkan vaksin Ebola dan MERS.

Ahli dari Rusia memiliki dalihnya sendiri. Sergey Voznesenskiy, seorang ahli epidemiologi di Universitas Persahabatan Rakyat Rusia, mengatakan Rusia tidak berniat menyediakan vaksinnya secara luas sebelum melakukan ujicoba fase III.

Dia menjelaskan tujuan utama pendaftaran vaksin saat ini adalah untuk memulai prosedur birokrasi yang diperlukan untuk produksi massal. Sebuah proses yang menurutnya akan memakan waktu, setidaknya dua bulan.

Rencana Rusia saat ini, kata Voznesenskiy adalah untuk secara bersamaan melakukan ujicoba fase III dan mulai mempersiapkan produksi massal Sputnik V. "Mendaftarkan vaksin tidak berarti vaksinasi massal akan dimulai dalam waktu dekat. Kami akan menunggu beberapa bulan untuk hasil ujicoba tahap III," katanya.

"Tapi, begitu ujicoba tersebut selesai pada awal 2021, kami pasti akan memiliki vaksin terdaftar dan pasokan tertentu darinya. Itu berarti jika terjadi gelombang kedua virus, kami akan memiliki senjata yang diperlukan untuk memeranginya," jelasnya.

Keterangan tersebut kontradiktif dengan keterangan Putin yang menyatakan vaksinasi massal akan dilakukan pada Oktober tahun ini. Untuk saat ini mungkin tidak diketahui vaksin tersebut aman atau tidak.

Bukan apa-apa. Laporan lengkap tentang vaksin ini saja tidak dibagikan oleh pihak produsen. Oktober nanti adalah jawabannya, apakah vaksinasi massal tetap benar dilakukan. Atau bahkan pendapat dari Sergey Voznesenskiy yang benar.