Minimnya Pemanfaatan Tata Kelola Ruang Digital Masyarakat Indonesia
Ilustrasi ruang digital (Image by Niek Verlaan from Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Ruang digital menjadi ranah baru dalam interaksi manusia modern, entah itu untuk bersosial media atau sekadar belanja online. Hanya saja pemanfaatan ruang digital kerap kali beririsan dengan data informasi penggunanya saat berinternet. 

Identitas akun maupun informasi tertentu diunggah untuk menghadirkan representasi seseorang dalam berinternet. Tak terkecuali data pribadi yang umumnya digunakan untuk akses kredential dalam hal administratif perbankan maupun transaksi elektronik. 

Sayangnya, hingga saat ini pemerintah masih menggodok Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) di DPR. Berdasar draf per Desember 2019, RUU PDP memuat 72 pasal dengan 15 bab, yang salah satu di antaranya mengatur tentang identitas seseorang ketika mengakses ruang digital.

Direktur Jendral Aplikasi Informatika (APTIKA) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani Pangerapan, mengakui bila pemanfaatan data pribadi dalam ruang digital belum terkelola dengan baik. Padahal sebagai bukti kredential, pemerintah maupun penyelenggara jaringan internet menjadi pihak pertama yang meminta data pribadi seseorang. 

"Jadi saat kita pertama kali masuk ke ruang digital, itu pertama kali data pribadi kita sudah diminta. Oleh siapa? Oleh penyedia jaringan," kata pria yang akrab disapa Semmy dalam acara webinar Siberkreasi, Senin 10 Agustus. 

Menurutnya dalam hal pemanfaatan ruang digital, ada sejumlah institusi yang berhak memiliki dan memegang data pribadi penggunanya. Beberapa di antaranya seperti platform media sosial, merchant atau e-commerce hingga pihak logistisk dan perbankan. 

Oleh karena itu, Semual menyatakan dibutuhkan regulasi yang kuat dan komprehensif untuk memastikan perlindungan terhadap data pribadi secara memadai. Terlebih perkembangan pengguna internet di Indonesia yang sangat pesat dan mendekati angka 65 persen yang terus kian bertambah. 

"Pemerintah sendiri memiliki komitmen untuk mengembangkannya, karena masih ada 35 persen yang namanya masyarakat Indonesia belum terlayani dengan baik. Begitupun dengan ekonomi digital juga semakin maju. Perlunya aspek penting dalam transformasi digital," ujar Semmy. 

Di mana saat ini, kata Semmy mengatakan masih banyak desa di Indonesia yang belum mendapatkan akses jaringan internet yang memadai. Hal inilah yang menjadi perhatian serius pemerintah dalam memeratakan internet di Indonesia, salah satunya dengan pembangunan palapa ring sebagai 'Tol Langit' untuk menghadirkan konektivitas ke seluruh nusantara. 

Dirjen Aplikasi Informatika (APTIKA) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani Pangerapan 

Bentuk Perlindungan Data Pribadi

Kominfo tak menutup mata ketika maraknya kasus kebocoran data pribadi yang terjadi belakangan ini di berbagai platform, seperti e-commerce, media sosial maupun operator seluler. Hal ini pula yang menjadi perhatian serius pemerintah untuk segera merampungkan RUU PDP. 

"Ini sudah diatur dalam Undang-undang, siapapun yang melakukan ilegal akses akan ada hukumannya dan cukup berat. Setiap orang yang berurusan dengan data pribadi harus bertanggungjawab, kita juga akan atur di sini (UU PDP)," ungkap Semmy.

Semmy menjelaskan bahwa RUU PDP akan menjadi instrumen hukum kunci dalam pencegahan dan penanganan kasus pelanggaran data pribadi. Termasuk bagaimana kebocoran data pribadi yang tak hanya disebabkan oleh serangan siber, tapi juga human error maupun kegagalan sistem. 

Selain itu, RUU PDP akan menciptakan juga keseimbangan dalam tata kelola pemrosesan data pribadi dan jaminan perlindungan hak subjek data, serta menyediakan prinsip dan syarat sah dalam pemrosesan data pribadi yang harus ditaati pengendali dan pemroses data pribadi.

"Seperti waktu itu ada maskapai Malindo, kami mengirimkan officer kami untuk datang ke Malaysia di bawah kendalinya Kominfonya Malaysia untuk memastikan data pribadi yang dikhawatirkan bocor itu dilindungi dengan baik, dan kita berkoordinasi dengan sangat baik," papar Semmy.

Langkah serupa juga telah dilakukan Kominfo saat menanggapi kasus kebocoran data e-commerce Indonesia yang belakangan ini terjadi. Di mana pihaknya telah bergerak untuk melakukan investigasi dan meminta pertanggungjawaban kepada penyedia jasa atau platform yang diduga lalai dalam menjaga data pribadi.  

"Sama juga halnya dengan yang terakhir-akhir ini bocor ada Tokopedia, Bukalapak, dan Bhineka. Terakhir ada fintech, kita sudah mengirim surat dan mereka wajib melaporkan dan mereka harus melakukan perlindungan pertama, bagaimana mereka melindungi. Nah inilah peran pemerintah yang sudah kami lakukan," jelas Semmy.

Dengan adanya UU PDP ini, setiap organisasi yang mengendalikan data pribadi wajib mempunyai Data Protection Officer. Sehingga mencegah adanya lubang-lubang yang dikhawatirkan menjadi celah penyalahgunaan data, entah untuk kepentingan bisnis maupun kriminal. 

Lainnya, diperlukan juga kerjasama nasional dan internasional. Artinya dari negara sendiri akan ikut berperan dalam mengawasi pengelolaan dan pemanfaatan data informasi masyarakat. Termasuk aspek pengawasan terhadap platform asing yang akan berinvestasi dengan memanfaatkan 'big data' Indonesia.

"implementasi PDP, bukan hanya menerima pengaduan tapi juga bertindak mengatasi masalah kebocoran data dan melindungi data pribadi masyarakat Indonesia," tutupnya.