Bagikan:

JAKARTA - Ucapan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menyebut Kementerian Agama merupakan 'hadiah negara' untuk Nahdlatul Ulama atau NU menuai polemik. Pernyataannya tersebut bahkan bisa jadi ancaman bagi posisinya sebagai menteri agama.

Mulanya, dalam acara Webinar Internasional yang digelar RMI-PBNU dan diunggah di akun YouTube TVNU, Rabu, 20 Oktober, Yaqut menceritakan adanya perdebatan kecil di kementerian ketika mendiskusikan soal Kementerian Agama. Dia lantas mengungkap, memiliki keinginan untuk mengubah logo atau tagline Kementerian Agama 'Ikhlas Beramal'.

"Saya bilang, enggak ada ikhlas kok ditulis gitu, namanya ikhlas itu dalam hati, ikhlas kok ditulis, ya ini menunjukkan nggak ikhlas. Ikhlas beramal itu nggak bagus, enggak pas saya bilang," ujar Yaqut.

Menurutnya, ketika itu perdebatan berlanjut menyoal sejarah asal usul Kementerian Agama. Yaqut menyebut ada salah satu ustaz yang ketika itu tidak setuju jika Kementerian Agama harus menaungi semua agama.

"Ada yang tidak setuju, 'Kementerian ini harus Kementerian Agama Islam' karena Kementerian agama itu adalah hadiah negara untuk umat Islam. Saya bantah, bukan, 'Kementerian Agama itu hadiah negara untuk NU', 'bukan untuk umat Islam secara umum, tapi spesifik untuk NU'. Nah, jadi wajar kalau sekarang NU itu memanfaatkan banyak peluang yang ada di Kementerian Agama karena hadiahnya untuk NU," kata Menag Yaqut.

Sontak, pernyataannya itu menuai beragam respon dan kritik.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI meminta Menag Yaqut meluruskan pernyataannya. "MPR sarankan (Yaqut, red) koreksi pernyataannya," ujar Wakil Ketua MPR Arsul Sani.

Lebih lanjut, pimpinan MPR dari PPP itu menjelaskan, Kementerian Agama memang dimotori tokoh Islam, namun pembentukannya juga dikomunikasikan dengan tokoh nasionalis. Baik di dalam maupun di luar sidang-sidang BPUPK Indonesia dan PPK Indonesia.

Nahdlatul Ulama (NU), kata Arsul, memang punya peran dalam terbentuknya Kemenag. Akan tetapi kata dia, tidak bisa disederhanakan bahwa NU adalah satu-satunya yang bisa 'menduduki' Kemenag.

"Lebih bijak kita untuk menyampaikan bahwa berdirinya Kemenag adalah berkat dan hasil perjuangan tokoh-tokoh Islam pada era kemerdekaan," tegas Arsul.

Adapun menteri pertama adalah memang tokoh NU, yakni Wahid Hasyim. Namun, tambah Arsul, posisi Menag kemudian juga diambil dari tokoh Muhammadiyah.\

Foto: BPMI Setpres/Rusman

"Menag pertama dalam Kabinet Presidensial Soekarno adalah K.H. Wahid Hasyim, ayahnya Gus Dur yang kita kenal sebagai putra pendiri NU Hadratussyaikh KH Hasyim Asyari. Sekitar tiga bulan kemudian, ketika memasuki kabinet di bawah PM Sjahrir I, maka Menag dijabat KH M. Rasjidi yang notabene merupakan tokoh Masjumi-Muhammadiyah," demikian Arsul.

Sementara, Komisi VIII DPR mengingatkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, tetap berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan. Sebab, ia merupakan pejabat publik.

Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto, menilai, sebagai pejabat negara Menag Yaqut seharusnya memahami bahwa di era digital segala sesuatu akan dengan cepat tersebar dan menjadi konsumsi publik. Segala ucapan dan tingkah laku pejabat akan mudah viral.

"Tetap harus hati-hati, mau di internal, mau tertutup, mau pertemuan terbatas. Karena jaman sekarang jaman media sosial sangat cepat informasi diterima," ujar Yandri kepada wartawan, Senin, 25 Oktober.

Politikus PAN itu lantas menyarankan Menag Yaqut agar bisa memberikan penjelasan secara utuh terkait fungsi Kementerian Agama, yang dibentuk untuk mengurusi segala urusan dari berbagai kepercayaan di Indonesia.

"Kementerian Agama milik semua golongan, milik semua agama. Dipertegas lagi, tidak ada kekhususan untuk Nahdlatul Ulama," tegas Yandri.

Pimpinan komisi yang membidangi keagamaan itu mengatakan, Yaqut harus menyampaikan bahwa siapapun tanpa terkecuali memiliki peluang yang sama untuk menduduki jabatan strategis di Kementerian Agama.

"Kesempatan sama untuk menduduki posisi manapun atau dari golongan manapun itu terbuka di Kementerian Agama itu enggak secara khusus Nahdlatul Ulama," pungkas Yandri.

Klarifikasi Menag Sebut Pernyataannya Untuk Internal NU

Menyikapi kritik berbagai pihak, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas buka suara terkait pernyataannya. Menurutnya, ungkapan itu adalah pernyataan terbatas untuk kalangan internal NU. Ia menjelaskan, bahwa tujuan pernyataannya hanya untuk memberi semangat para santri dan pondok pesantren.

“Salah enggak itu? Itu karena internal," ujar Menag Yaqut kepada wartawan, Senin, 25 Oktober.

Yaqut lantas menganalogikan pernyataannya tersebut sama seperti saat seseorang sedang memadu kasih di bawah sinar rembulan. Seketika, kata dia, pasti akan terucap bahwa dunia milik berdua sedangkan yang lain hanya mengontrak.

Menag memastikan, selama ini kebijakan Kemenag bukan hanya diperuntukkan bagi NU. Sebab, menurutnya, Kemenag memberikan hak secara proporsional terhadap ormas-ormas bukan hanya kalangan NU saja.

Bahkan kata dia, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah dipimpin kader Muhammadiyah. Serta, Irjen Kemenag juga bukan dari kalangan NU.

“Jadi itu biasa, memberi semangat itu wajar, itu forum internal. Itu forum internal, itu konteksnya menyemangati," kata Menag Yaqut.

Menag Layak Dicopot dan PAN Ambil Alih

Pengamat politik, Dedi Kurnia Syah, menilai Menag Yaqut melakukan kekhilafan dan harus menjelaskan maksud pernyataannya agar tidak dianggap memuluskan sikap kolusi di kementerian yang dipimpinnya.

"Pernyataan itu jelas bernada kolusi, dan perlu ada pernyataan tegas dari Menag jika ia khilaf dalam membuat pernyataan," ujar Dedi, Senin, 25 Oktober.

Menurutnya, jika tak ada klarifikasi oleh Menag, maka akan dianggap melakukan pembiaran adanya mafia jabatan di Kemenag tanpa mempertimbangkan kualitas dan kapasitas. Dia khawatir akibat sikap primordial Menag, nantinya justru mempengaruhi upaya konsolidasi kebangsaan.

"Artinya, Yaqut tidak layak menduduki posisi menteri. Dan menyedihkan karena menihilkan keberagaman di Indonesia," jelasnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) itu pun menilai Presiden Jokowi harus menegur Menag atas ucapannya yang membuat gaduh itu.

"Ada baiknya, presiden menegur secara langsung dan keras," pungkas Dedi.

Sementara, Direktur Pusat Riset Politik Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam menilai Menag Yaqut layak untuk dicopot berdasarkan dinamika yang gaduh belakangan ini.

Di satu sisi, kata dia, Partai Amanat Nasional (PAN) yang sudah diperkenalkan sebagai sahabat koalisi bisa ditaruh untuk mengisi posisi tersebut.

Menurutnya, masuknya kader PAN juga sekaligus menepis klaim Menag Yaqut yang menyebut Kemenag adalah hadiah khusus untuk NU. Ini mengingat PAN memiliki kedekatan dengan Muhammadiyah.

"Kita tahu bahwa PAN sangat dekat dengan Muhammadiyah. Sehingga tidak salah kalau momentum ini dapat digunakan sebaik-baiknya oleh Jokowi untuk mendepak Yaqut dan memasukkan kader-kader PAN yang Muhammadiyah," ujar Saiful, Rabu, 27 Oktober.

Bisa juga, kata dia, posisi Menag diberikan kepada kelompok profesional yang bukan dari partai politik. Sehingga, lebih dapat memposisikan dirinya baik terhadap seluruh agama yang diakui di Indonesia.

"Menag Yaqut saya kira sangat tidak layak dipertahankan," pungkas Saiful.